Intisari-Online.com – Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “lombok” disebutkan sebagai persamaan kata dari cabai. Dan kalau bicara soal cabai, maka yang terbayang adalah buah berbentuk lonjong dengan ujung meruncing yang memiliki rasa pedas.
Artinya, lombok juga identik dengan rasa pedas.
Entah sengaja atau tidak, ternyata masakan khas Pulau Lombok juga memiliki citarasa pedas.
Ya, semua masakan khas pulau yang merupakan lokasi ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat ini memiliki citarasa pedas. Kalau tidak terbiasa mengonsumsinya bersiap-siaplah untuk berkeringat dan kemudian merasakan panas di perut.
Bahkan, mungkin Anda harus meluangkan sedikit waktu untuk mengurung diri di toilet.
Ingin buktinya? Cobalah mencicipi ayam plecing, ayam taliwang, nasi balap puyung, satai bulayak, dan satai tanjung ini.
Ayam Plecing
Sesuai namanya, masakan ini berbahan utama ayam dan berperan sebagai lauk. Umumnya ayam yang digunakan ayam kampung muda. Ukurannya tidak terlalu besar sehingga hanya cukup untuk dikonsumsi satu orang. Kalau ditimbang, ketika masih hidup bobotnya kurang dari 1 kg.
Ayam tersebut diolah dengan cara digoreng. Dalam penyajiannya, ayam yang sudah masak dilumuri sambal berwarna merah dan bertekstur sangat halus.
Sambal tersebut terbuat dari cabai merah, cabai rawit, bawang merah, terasi, tomat, garam, dan perasan jeruk limau yang dihaluskan menggunakan blender. Saat menyajikan, ayam plecing biasanya didampingi potongan timun.
Masakan ini dapat Anda temukan di restoran masakan Indonesia dan warung-warung tenda tertentu.
Ayam Taliwang
Ayam taliwang sebenarnya hanyalah lauk berbahan ayam yang dimasak dengan cara dipanggang atau digoreng dengan berbagai variasinya.
Seperti ayam plecing, ayam yang digunakan sebagai bahan mentah adalah ayam kampung muda, dengan bobot hidup kurang dari 1 kg. Satu porsi hanya cukup untuk dikonsumsi satu orang. Yang membuat masakan ini istimewa adalah pasangannya ketika disajikan, yakni beberuk terong.
Pendamping ayam taliwang ini sebetulnya bentuk lain dari sambal. Bahan utamanya adalah potongan kecil-kecil terong, kacang panjang, tomat, dan bawang merah. Dalam penyajiannya, bahan-bahan tersebut diaduk bersama sambal yang terbuat dari cabai merah, cabai rawit, bawang merah, tomat, terasi, perasan jeruk limau, dan garam.
Biasanya, ayam taliwang juga dilengkapi dengan sayur berupa plecing kangkung. Pendamping ayam taliwang ini berbahan sayur kangkung, kacang panjang, dan taoge yang direbus.
Saat disajikan, sayuran tersebut diberi sambal tomat dan sambal kelapa (urap) di atasnya. Sambal tomat dibuat menggunakan cabai merah dan cabai rawit, terasi, garam, dan perasan jeruk limau.
Sedangkan sambal kelapa dibuat dengan mencampurkan parutan kelapa dengan tumbukan cabai merah, cabai rawit, terasi, dan garam. Tak ketinggalan kacang tanah goreng juga ditaburkan di sisi sayuran ini.
Anda dapat merasakan masakan khas Nusa Tenggara Barat ini di restoran khusus ayam taliwang, restoran masakan Indonesia, dan warung tenda tertentu.
Nasi Balap Puyung
Sesuai namanya, masakan ini semula dikenal di Desa Puyung, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah. Dari cerita yang berkembang, dulu masakan ini dijajakan di pelabuhan atau terminal untuk orang-orang yang akan melakukan perjalanan.
Nasi disajikan dengan terburu-buru, sehingga muncul kata balap. Sementara, kata puyung mengacu pada kawasan di mana nasi campur tersebut dijajakan, yakni Desa Puyung.
Masakan ini sebenarnya berupa nasi campur sederhana. Lauk yang menyertai nasi hanya meliputi ayam suwir goreng kering, sambal goreng ayam, dan kacang kedelai goreng. Kecuali kacang kedelai, dua bagian lauk lainnya yang berbahan daging ayam terasa pedas.
Di luar Desa Puyung, tak banyak restoran atau warung makan yang menjual masakan ini. Namun, di Kota Mataram Anda tetap bisa mendapatkannya di Nasi Balap Puyung Inaq Esun, Jln. Sriwijaya no. 80, Mataram.
Satai Bulayak
Dari sisi bahan utamanya, satai ini tidak terlalu istimewa, yakni daging ayam atau daging sapi. Namun, yang membuatnya istimewa adalah temannya saat dimakan dan bumbunya.
Jakay nenveku satai bulayak, selain satu porsi satai terdapat lontong yang dibungkus daun lontar. Lontong ini berbentuk lonjong dengan diameter sekitar 3 cm dan panjang 11 cm. Pembungkusannya dilakukan dengan cara melilit daun lontar dari ujung ke ujung lontong.
Lontong model ini di Lombok disebut bulayak. Karena itulah satai ini disebut satai bulayak.
Bumbu yang digunakan juga bukan berbahan kacang tanah, melainkan bumbu dapur dan santan kental. Bumbu dapur tersebut terdiri atas cabai merah, cabai rawit, bawang putih, merica, lengkuas, jahe, kunyit, cengkeh, garam, dan terasi.
Dalam meraciknya, bahan bumbu ditumbuk halus lalu digoreng menggunakan minyak goreng. Setelah masak, ke dalamnya dituang santan kental. Karena dalam bumbu terdapat cabai rawit dalam jumlah banyak, ketika makan satai ini Anda pasti akan merasakan pedas.
Kalau ingin merasakan satai bulayak yang enak datanglah ke Taman Suranadi, Desa Selat, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Satai ini juga dijual di warung kaki lima di Taman Jln. Udayana pada malam hari dan di tempat-tempat rekreasi di Lombok.
Satai Tanjung
Masakan khas Pulau Lombok yang satu ini juga sayang kalau dilewatkan meskipun penjualannya kebanyakan berada di Pasar Tanjung, sekitar 45 km dari Kota Mataram.
Saai tanjung menggunakan bahan utama potongan daging ikan dan adonan halus daging ikan yang diberi bumbu. Dalam pembuatannya, potongan daging ikan ditusuk menggunakan tusuk satai bambu dan dibungkus adonan halus daging ikan.
Bumbu yang digunakan dalam membuat adonan meliputi cabai merah, cabai rawit, bawang merah, bawang putih, lengkuas, kunyit, lada, dan garam yang dihaluskan bersama daging ikan menggunakan blender.
Satai yang masih mentah ini kemudian dipanggang hingga matang. Ketika makan satai ini, Anda akan merasakan satai yang pedas-gurih. Dalam penyajiannya, satai ini selalu dipasangkan dengan lontong berbentuk kerucut yang dibungkus daun pisang.
Anda bisa merasakan kelezatan satai tanjung pada pedagang kaki lima satai tanjung di Pasar Tanjung dan sekitarnya. Anda bisa menikmatinya pada pagi hingga tengah hari atau sore hingga malam hari.
(Seperti ditulis oleh Gde dan dimuat di Buku Where To Go Lombok & Sumbawa)