Intisari-Online.com - “Saya dulu bukan anak penakut. Sering berantem, membuat anak lain mimisan. Kata bapak ibu saya, jatuh dengan wajah nyungsep pun saya tidak menangis,” ujar Anies Baswedan kepada Intisari, 2009 lalu.
Ia juga mengaku, suatu hari sedang berlari-lari, lalu entah bagaimana terjatuh dan terkena strika panas sampai melepuh di mana-mana. Tapi ia tidak menangis.
Akibatnya, ibunya beberapa kali dipanggil ke sekolah.
Soal kenakalannya itu, ia punya alibi. Ia bilang, saat itu semua orang orang sedang senang-senangnya pada Mohammad Ali—jadi wajah jika ia suka berantem.
Beruntung, anak lelaki yang mbeling itu berhasil dijinakkan sebelum terlambat.
“Bapak ibu saya sangat sabar menghadapi segala problem atau kekeliruan yang saya lakukan. Mereka tidak pernah membuat saya kecil hati, meskipun tetap memarahi. Jadi siapa saya sekarang tidak lebih adalah refleksi pahala mereka,” akunya.
Rahasianya? Sejak SD kelas 3 ia diaktifkan di sepakbola dan dimasukkan dalam keanggotaan Perpustakaan Koran Kedaulatan Rakyat yang jauhnya 3 - 4 km dari rumah.
Setiap sore ia bersepeda ke sana dan kegiatan itu berhasil menyalurkan energi Anies. Lewat buku, ia berkenalan dengan banyak tokoh macam Haji Agus Salim, Soekarno, Moh. Hatta, Alfred Nobel, Thomas A. Edison, bahkan Mozart.
Anies mengaku mendapatkan perasaan aman luar biasa dari sang ayah, Drs. Rasyid Baswedan, SU, dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Kalau Rasyid mengajar dan kebetulan musim liburan, Anies kecil sering diajak untuk mendengarkan, meski ia tidak mudheng tentang apa yang diperbincangkan.
“Saya diboncengkan skuter Sprint Th. 1968,” katanya.
Sebagai tokoh yang sering berbicara di forum publik, latihan public speaking pertama kali dirasanya saat masih kelas 5.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR