Intisari-Online.com - Suda jatuh tertimpa tangga. Sudah popularitasnya menurun, Twitter pun kini punya pesaing yang tidak bisa dianggap main-main. Namanya Mastodon. Aplikasi jejaring sosial ini telah mencuri perhatian meski lewat jalan senyap.
Senyap, karena belum banyak orang yang membincangkannya.
Semua ini bermula ketika Euegene Rochko merasa ada yang berbeda dari linimasa Twitter yang ia gunakan. Timeline dengan algoritma baru mirip Facebook ini menampilkan posting berdasar kepopuleran.
(Baca juga: Twitter Nelayan Laut Dalam Rusia Ini Benar-benar Dipenuhi “Mimpi Buruk”)
Rochko pun mendesain ulang Twitter dengan menciptakan algoritma sendiri, yang kemudian ia beri nama Mastodon. Mastodon adalah Twtter versi open-source yang identik dengan beberapa perbedaan.
Jika Twitter hanya 140 karakter, maka Mastodon menyediakan ruang 500 karakter untuk menulis status. Selain itu, pengguna Mastodon juga bisa status tertentu menjadi private.
Jika Anda belum tahu, nama Mastodon adalah nama band yang disukai oleh Rochko. Logo media sosial ini berupa gajah purba yang imut yang sedang memegang smartphone sembari tersenyum.
Rochko mulai membuat back-end Mastodon setahun yang lalu, tak lama setelah Twitter merilis algoritma baru yang tak lagi menampilkan posting berdasar urutan waktu (chronological feed).
Bukannya membuat layanan yang menyatukan, Rochko justru membuatnya lebih seperti layanan e-mail atau RSS, yakni sistem distribusi yang memungkinkan orang-orang mengirim pesan publik ke siapa saja yang mereka ikuti di layanan.
Siapa saja bisa membuat server dan menjadi host, Mastodon bekerja di background untuk saling menghubungkannya.
Sejak kapan Mastodon ada?
Pada dasarnya, Rochko sudah memperkenalkan Mastodon sekitar enam bulan yang lalu. Tapi peningkatan jumlah pengikutnya baru terjadi sekitar dua minggu yang lalu. Naiknya drastis.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR