Intisari-Online.com - Di Bolivia Amazon, di mana sungai-sungai besar mengalir tanpa henti melalui daerah pegunungan dan selimut tebal kabut melalui pohon-pohon, penduduk setempat mengatakan bahwa hutan dapat menelan Anda dalam hitungan detik. Berani masuk terlalu jauh dan siap-siap saja Anda mungkin tidak pernah menemukan jalan kembali.
(Pemandu turis dari Bolivia ini menemukan jejak kaki dinosaurus terbesar di dunia.)
Tapi bagi banyak wisatawan yang mengunjungi Madidi National Park, kawasan hutan lindung Bolivia, tamasya memasuki kawasan itu tidak begitu berbahaya. Cenderung menyenangkan. Tentu ada syarat dan ketentuan berlaku: menggunakan agen tur yang ada di Rurrenabaque - kota kecil tapi ramai di tepi taman.
Namun, bukan berarti Madidi aman dari kecelakaan. Hampir tiap tahun terjadi kecelakaan yang melibatkan turis. Bahkan beberapa berakhir dengan kematian. Namun selama lima belas tahun terakhir tidak terjadi insiden turis hilang.
(Inilah suku terasing di Amazon yang bahkan belum tahu sudah ada peradaban modern.)
Saya dengan rangers Madidi National Park ketika mereka pertama kali menerima kabar bahwa seorang pria Chili berusia 25 tahun, Maykool Coroseo Acuña, tiba-tiba menghilang dalam area taman. Menurut informasi, lenyap dalam keadaan misterius.
Seorang saksi yang bercerita lewat radio mengatakan bahwa Maykool terakhir kali terlihat duduk di tangga kabinnya sekitar pukul 20.30 malam sebelumnya. Dia mengikuti tur hutan hujan bersama Max Adventures, sebuah lembaga lokal, dan menghilang dari perkemahan mereka, tanpa meninggalkan jejak jalan setapak di belakangnya.
(8 monster penghuni Sungai Amazon)
"Ini adalah kasus yang benar-benar aneh bagi kita," kata Direktur Taman Madidi Marcos Uzquiano. "Kami tidak yakin apa yang terjadi semalam, tapi kami perlu mencari tahu. Ada kemungkinan bahwa seseorang mungkin berbohong. "
Untuk rangers, misteri hilangnya Maykool mengingatkan kasus yang terkenal pada 1981, ketika turis Israel Yossi Ghinsberg ditipu oleh sesama wisatawan dan terdampar di hutan hujan Bolivia selama tiga minggu. Kisahnya kemudian dibukukan dengan judul Kembali dari Tuichi dan menjadi buku terlaris internasional. (Kebetulan, sebuah film adaptasi dari buku ini yang dibintangi Daniel Radcliffe, berjudul Jungle, akan dirilis akhir tahun ini).
Mirip dengan kisah Yossi lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, Maykool juga hilang di dekat Sungai Tuichi, wilayah yang hanya dapat diakses dengan perahu dan bermil-mil jauhnya dari kota terdekat.
Rangers memutuskan untuk segera mencari Maykool. Menemani mereka, aku menyaksikan Rurrenabaque menyusut karena kami berlayar ke hulu menuju lansekap hutan lebat, panjang, memotong perahu kayu kami melalui kabut.
Beberapa jam kemudian, kami tiba di pondok Max Adventures, sebuah tempat yang kuno tapi menarik dengan tempat tidur gantung (hammock), teras makan, dan kabin kayu yang lega. Pemilik agen, Feizar Nava, menyambut hangat kami. Dengan suara rendah, bergegas dia bertanya kepada ranger apa yang telah terjadi.
Diambil oleh roh penunggu hutan
Maykool telah mendaftar untuk tur di Max Adventures dengan wisatawan lain yang ia temui hari sebelumnya, Feizar mulai bercerita. Setelah sore itu mereka pergi ke hutan tropis untuk mengeksplorasi bersama pemandu, Maykool kembali ke kamp dengan penuh kegembiraan.
“Dia bersikap sedikit aneh,” kata Feizer. “Wajahnya seperti terlihat tidak normal.”
Untuk menjaga etika perilaku, Feizar lalu mengundang para wisatawan di pondok untuk ikut dalam dalam upacara Pachamama, sebuah tradisi yang melibatkan daun koka, lilin, dan rokok sebagai ucapan terima kasih kepada Pachamama atau Ibu Bumi. Tujuannya meminta izin mereka untuk memasuki hutan.
Namun Maykool menolak turut serta dalam upacara itu. Ketika pemandu kembali ke kabin dan mengecek dia, ternyata sudah tidak ada. Padahal, lima menit sebelumnya ada yang melihat Maykool.
Feizar panik dan pemandunya memeriksa setiap inci pondokan itu. Namun mereka tidak menemukan Maykool. Mereka lalu masuk ke hutan mencari Maykool. Sampai jam lima pagi tidak ketemu juga. Maykool tampaknya benar-benar hilang.
“Itu karena dia sudah menyinggung Pachamama.” Kata Feizar. “Dia tidak mau ikut upacara.”
Marcos dan ranger yang lain bergumam bersama-sama sambil mengangguk.
Mereka cerita kepada saya bahwa di sini, di dataran rendah Bolivia, hutan hujan tropis dipandang sebagai tempat yang angker, penuh dengan hal-hal yang berbau mistis. Tidak menghormati Pachamama, misalnya, bisa membuat kita gila karena Duende, seorang peri nakal yang suka membawa orang ke dimensi lain. Keyakinan seperti itu tertanam kuat di penduduk setempat. Bahkan penegak hukum pun meyakini hal itu.
“Bagi saya sendiri dan para ranger, ini adalah kebudayaan kita,” kata Marcos. “Kami percaya bahwa Duende itu ada. Dan kami pikir, bisa jadi Maykool diambil oleh dia.”
Dukun pun bertindak
Putus asa terhadap bala bantuan, salah satu pemandu Feizar meminta bantuan dua dukun terkenal, Romulo dan istrinya Tiburcia, untuk membawa kembali Maykool. Dukun itu tiba di penginapan sambil membawa gula, rokok, kaleng bir, daun coca, botol anggur, lilin, guntingan kertas (confetti) yang berkilau, dan kayu salib besar. Semua bahan itu diperlukan untuk ‘berperang’ melawan Duende.
Mereka percaya bahwa Duende telah memanfaatkan energi dari Mapajo, pohon yang memiliki kekuatan roh, untuk menyembunyikan Maykool. “Dia berada di tempat yang jauh, kita tidak bisa mencapainya,” kata dukun kepada kami. Namun, dengan melakukan sebuah upacara adat, mereka bisa memanggil roh Maykool untuk kembali ke dimensi manusia.
Keluarga Maykool – ayahnya, ibu tiri, dan adiknya – telah tiba di pondok. Mereka diterbangkan dari Chile begitu Maykool hilang di hutan. Mereka terlihat sedih namun tenang, dan mulai berunding dengan penjaga dan pemandu tentang rencana mencari Maykool. Kelompok ini memutuskan untuk bekerja bagian demi bagian, menyisir wilayah sekitar pondok dengan berjalan kaki.
Selama seminggu ke depan, para ranger dan pemandu mencari Maykool selama delapan sampai sepuluh jam sehari, di wilayah yang berbeda. Romulo dan Tiburcia juga mengerahkan kemampuan mereka, begadang sampai subuh setiap hari, melakukan ritual ke Pachamama. Tapi hasilnya masih nihil. Maykool seperti musnah tertelan hutan.
Para pemandu mulai gelisah, keluarga Maykool semakin khawatir. Romulo dan Tiburcia terserang kelelahan. Para ranger, banyak dari mereka merupakan pencari jejak yang ulung, seperti tidak percaya bahwa tak ada satu pun bukti mereka dapatkan. “Selama dua puluh tahun terakhir, kita belum pernah mengalami hal seperti ini,” kata salah satu ranger kepada saya.
Namun, setelah enam hari yang menyiksa semenjak hilangnya Maykool, sebuah berita terang datang dari salah satu ranger. Ia menemukan sebuah kaos kaki berlumpur di dasar hutan. Ketika ditunjukkan ke keluarga Maykool, ibu tirinya dengan emosional membenarkan bahwa itu kaos kaki Maykool.
Bagi sang dukun, penemuan kaos kaki itu mengubah segalanya. Itu bisa menjadi jendela untuk masuk ke dalam jiwa Maykool. Sebuah jalan untuk menuju ke roh Maykool dan memintanya untuk kembali ke dunia nyata. Tapi mereka tahu, mereka berkejaran dengan waktu. Maykool sudah seminggu di hutan dengan membawa sedikit bekal. Mereka tidak yakin berapa lama lagi dia akan mampu bertahan.
Setelah dua malam tak tidur memohon doa kepada Pachamama, Romulo dan Tiburcia mengaku bisa menghubungi roh Maykool. “Kaos kaki ini membuat lebih mudah bagi kita untuk menghubunginya,” kata dukun. Pembebasan Maykool telah dimulai, kata mereka, dan bersumpah bakal muncul lebih banyak petunjuk untuk menemukan Maykool di hari-hari selanjutnya.
Mengikuti sekawanan monyet
Keesokan paginya, para ranger dan saya menunggu di pondok ketika samar-samar kami mendengar sebuah teriakan datang dari arah sungai. "Perahu! Perahu! Hey!” Ranger bergegas, menyalakan perahu motor mereka dan bergegas ke arah teriakan.
Suara itu berasal dari dua pemandu Max Adventures di tepi air. Mereka panik memanggil bantuan. “Kami menemukan dia!” teriak mereka. Ranger tidak bisa percaya. “Apakah Anda yakin? Apakah dia hidup atau mati?”‘Tidak, dia masih hidup!” pemandu menjawab.
Setelah menghilang selama sembilan hari di hutan hujan tropis, akhirnya Maykool ditemukan kurang dari satu mil jauhnya dari perkemahan Max Adventures. Adik Maykool, Rocío, yang mencari dengan Feizar dan pemandu lain bergegas ke arah suara itu. Mereka melihat Maykool berdiri di pepohonan, sambil membawa sebuah tongkat.
“Saya tidak yakin apakah kakakku akan mengenali saya,” kata Rocío kepada saya. “Saya juga tidak yakin apakah pikirannya tidak terganggu.”
Sembilan hari di hutan membuat kondisi Maykool sangat lemah. Ia mengalami dehidrasi, kulitnya penuh dengan gigitan serangga dan caplak serta goresan duri. Sementara kaki dan pergelangan kakinya mengalami bengkak sehingga susah untuk berjalan. Tapi pikirannya masih sehat. “Saya ingin Coca Cola,” candanya dalam kelelahan.
Setelah Maykool dibawa ke kamp, tangis kegembiraan memenuhi seluruh ruangan. Ranger dan pemandu saling berpelukan haru. Feizar begitu emosional. Ia menangis saat berpelukan dengan ayahnya Maykool.
“Terima kasih telah mempercayai kami. Terima kasih,” kata Feizar menangis. “Mengapa saya tidak percaya dengan seluruh tim Anda?” jawab ayah Maykool sambil menangis.
Sambil berbaring di hammock, Maykool bercerita bagaimana ia bertahan hidup di dalam hutan. Ketika tidak bisa menemukan sungai, ia pun segera mengikuti sekawanan monyet. Dari binatang primata ini ia memperoleh makanan berupa buah yang dijatuhkan para monyet. Mereka juga membawanya ke tempat berteduh dan sumber air setiap harinya.
Seiring waktu berlalu, kondisinya makin memprihatinkan. Nyamuk hutan menggigitnya hidup-hidup, ia mulai kelaparan, dan mulai putus asa. “Saya berdoa kepada Tuhan dengan sepenuh hati supaya bisa keluar dari hutan,” katanya, tersendat.
Maykool mengungkapkan bahwa malam ketika ia menghilang, pikiran aneh dan mengerikan mulai merayap ke dalam benaknya. Dia mengatakan dia memiliki dorongan tak tertahankan untuk keluar dari hutan hujan tropis itu.
“Saya mulai berjalan,” katanya. “Aku memakai sandal dan ternyata malah memperlambat jalanku sehingga aku buang saja. Begitu juga dengan ponsel dan senter. Kemudian saya berhenti di bawah sebuah pohon dan mulai berpikir. Apa yang telah saya lakukan, apa yang akan saya lakukan? Dan ketika saya ingin kembali, hal itu sudah tidak mungkin.”
Dukun yang ikut mencari Maykool yakin bahwa Duende membuatnya gila sementara dan mengirimkannya ke dimensi lain. Perilakunya sesuai dengan semua tanda-tanda yang tampak.
Tapi Maykool tak percaya dengan hal-hal yang berbau klenik. Ia hanya percaya kepada Tuhan. Meskipun Maykool tidak benar-benar yakin dengan apa yang dialaminya, dia mengatakan bahwa pengalaman menjelang kematian-Nya di hutan adalah sesuatu yang dia tidak akan pernah lupa.