Intisari-Online.com – Sering kali kita mendengar cerita tentang seseorang yang hanya makan sepotong roti setiap hari, lalu ketika meninggal ternyata ketahuan ia menyimpan jutaan dolar di bawah kasurnya. Pertanyaan yang muncul kemudian, “Kalau kita harus memberi untuk menerima, ada apa dengan cerita tersebut?”
Keseimbangan (saldo) dalam buku tabungan bukanlah ukuran kekyaan. Kekayaan mengalir dalam hidup. Kekayaan berarti terus memberi dan menerima. Kalau kita menabung uang di Bank Swiss tanpa pernah menggunakan uang tabungan itu, itu berarti kita tidak akan kaya.
Secara “teknis” memang bisa kaya, tetapi kenyataannya kita tidak menerima apa-apa. Kekayaan tidak hanya milik kita, tetapi juga milik orang lain. Dengan demikian, prinsip memberi dan menerima selalu berlaku.
Kita mendapatkan lebih dengan memberikan sebagian milik kita. Tatkala seorang petani menginginkan benih dalam jumlah lebih banyak, maka dia sebelumnya memberikan benih kepada bumi, menanam benih.
Kalau kita menginginkan orang lain tersenyum kepada kita, berikanlah senyum lebih dulu. Kalau ingin kasih sayang, berikan kasih sayang. Kalau kita membantu orang lain, orang lain juga akan membantu kita. Kalau ingin ciuman, ciumlah orang lain. Dan kalau ingin orang lain memberikan uang, bagilah uang kita!
Memberi yang tepat adalah memberi tanpa keinginan diberi. Jika kita mengharapkan diberi, tidak akan ada hasilnya. Kalau pun ada hasilnya, hanya sedikit.
Haruskah kita menikmati harta benda kita? Tentu saja! Yang penting, yakinlah bahwa kita memiliki harta benda, dan bukan harta benda yang memiliki kita.