Intisari-Online.com -Pelacur itu mengepulkan asap rokoknya dengan kesal. Ia sudah jemu berdiri di jalan yang remang-remang ini. Apalagi udara dingin seperti memusuhinya.
"Ke mana sih si Veronica!?" pikirnya dalam kesenggangan. "Lumayan kan kalau ada teman bercanda." Veronica Murray yang berumur tiga puluh tahun adalah rekannya sedaerah "perburuan".
Sampai pulang si pelacur tidak juga bertemu dengan sahabatnya itu. Tidak munculnya Veronica dalam peredaran, membuat temannya itu merasa was-was.
"Jangan-jangan dia sakit," pikirnya. Jadi ia menelepon ke pondokan Veronica di Charteis Road, Kilburn, NW6. Telepon diangkap oleh pemilik rumah, seorang pria Yugoslavia bernama Ratonir Tasic.
([Cerita Kriminal] Membunuh Demi Nafsu Berbelanja)
“Pak Tasic, maas saya mengganggu. Saya sudah lama tidak bertemu Veronica: Apa dia sakit, atau bagaimana?” Tasic pun pergi ke kamar Veronica untuk memeriksa. Ketukannya tidak dijawab. Ia pun mencoba membuka pintu. Ternyata tidak dikunci.
Dijengukkannya kepala, tetapi segera ditariknya lagi. Cepat-cepat dia menghubungi nomor telepon 999.
Halter merah jambu
Tak lama kemudian muncul tim polisi dipimpin oleh Inspektur Detektif Evan Davies. Mereka mendapatkan kamar itu acak-acakan. Perabotnya jungkir balik, sobekan pakaian berserakan di lantai, sedangkan darah menodai karpet dan kertas dinding.
Di ranjang, rebah seorang wanita telanjang. Kepalanya tertutup sebagian oleh pullover cokelat. Wajahnya rusak.
Setelah dilakukan pemeriksaan yang saksama di tempat itu, lalu mayat Veronica diangkut untuk diperiksa oleh dokter ahli forensik. Dokter mendapatkan 24 tulang korban patah akibat pukulan. Diduga alat pemukul yang membawa maut itu sebuah halter. Veronica Murray memang memiliki sepasang halter berwarna merah jambu yang biasa dipakainya untuk latihan jasmani supaya tetap bugar.
Di tubuh mayat wanita cantik itu ditemukan beberapa luka berbentuk V. Bentuk itu terdiri atas luka-luka berbentuk bulatan kecil. Menurut Dr. Donald Teare, luka itu dibuat setelah korban tewas dan tampaknya hasil goresan sebuah alat berpinggiran tajam tetapi berujung tumpul.
Apakah tanda V itu ada artinya? Apakah Veronica Murray dibunuh sebagai tumbal oleh orang yang menganut kepercayaan gaib? Soalnya, tak ada harta benda korban yang diambil.
Polisi pun berkonsultasi pada seorang guru besar ahli voodoo di London University. Namun, ilmuwan itu tidak bisa banyak menolong. Menurutnya, tanda V itu tidak cocok dengan tanda-tanda voodoo yang dikenal selama ini dan tidak pula menunjukkan ciri-ciri pembunuhan yang berhubungan dengan upacara keagamaan.
Polisi menyimpulkan, pembunuh adalah seorang yang memiliki kelainan jiwa, seorang sadis yang mungkin akan membunuh lagi. Jadi perlu sekali mereka cepat menangkapnya. Mereka menanyai pemilik rumah dan para penyewa kamar lain kalau-kalau ada yang mengetahui siapa tamu Veronica Murray menjelang saat-saat ia dibunuh. Ada yang melihat kedatangan seorang tamu pria, cuma sayangnya ia hanya bisa memberi gambaran yang umum sekali tentang pria itu.
Petunjuk lain yang ditemukan polisi di kamar korban adalah satu perangkat sidik jari yang diduga sebagai sidik jari si pembunuh.
Berbulan-bulan setelah itu polisi masih belum mampu memperoleh petunjuk yang mendekatkan mereka pada pembunuh. Kelihatannya tidak mungkin mereka bisa menemukan sidik jari yang sama dengan yang ditemukan di kamar sewaan Veronica Murray. Meskipun demikian mereka tidak berhenti berusaha. Setiap ada peristiwa kejahatan seperti kemalingan misalnya, sidik jari si maling selalu diakurkan dengan sidik yang ditemukan di kamar Veronica.
([Cerita Kriminal] Membunuh Demi Nafsu Berbelanja)
Femain band
Suatu hari, kamar aktor film George Sanders di Westbury Hotel, London, dibobol maling. Beberapa barang berharga digondol. Malingnya meninggalkan sidik jari di botol wiski. Rupanya ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menenggak minuman keras yang ditemukannya di kamar itu.
Sidik jari itu sama dengan sidik jari yang ditemukan di 15 - dari sekian banyak - rumah yang kemasukan maling di daerah elite Chelsea, dan juga sama dengan yang didapati di rumah seorang perawat di Halborn. Perawat itu sempat memergoki maling itu, dan menguncinya di kamar mandi.
Sayangnya, maling licin itu berhasil kabur sebelum polisi tiba. Barang-barang yang dicuri sang maling bukanlah barang-barang yang terlalu berharga. Ketahuan maling itu tidak bisa menahan diri kalau melihat minuman keras, karena setiap ketemu pasti ditenggaknya.
Selain itu rupanya ia perokok berat, yang tidak bisa melepakan sigaret meski sedang menggerataki rumah.
Polisi pun melakukan penyelidikan ke bar-bar dan kelab-kelab malam, untuk mencari keterangan perihal maling yang suka minum, yang kecanduan rokok dan yang memiliki gambaran fisik seperti yang dijelaskan oleh perawat dari Halborn.
"Ah, itu 'kan si Mick," kata beberapa sumber. Ada yang menyatakan si Mick itu pemain band.
Namun, ia tidak tahu persis alat musik apa yang biasa dipegang Mick. Mungkin dram, mungkin flute. "Pada hidungnya ada bekas luka memanjang," begitu keterangan lain yang didapat polisi.
Setelah memperoleh keterangan itu, polisi pun memblokade daerah West End di London dan mengadakan penggerebekan-penggerobekan antara pukul 22.00 - 06.00. Tiga puluh enam pria yang dicurigai diambil sidik jarinya, tetapi tidak seorang pun memperlihatkan sidik jari yang sama dengan sidik si Mick.
Minta kopi
Sepuluh bulan setelah kematian Veronica Murray, seorang ibu beranak tiga merayakan ulang tahunnya yang ke-31 bersama seorang teman wanita di Streatham. Ny. Mabel Hill sudah hidup berpisah dengan suaminya. Malam itu dari Streatham ia pulang dengan kereta api ke rumahnya di Fulham.
Ia harus ganti kereta di Leicester Square. Ketika sedang bengong menunggu kereta itulah ia dihampiri seorang pria muda di peron. Walau rambut pemuda itu kusut, wajahnya tampak menyenangkan. Ia minta api untuk rokoknya dan ikut naik kereta yang sama. Ketika Ny. Hill turun, ia bersikeras mengantarkan.
"Nama saya Mick. Saya pemain band," katanya. Ny. Hill mendapat kesan pemuda itu agak mabuk. Di muka rumah Ny. Hill, ia minta kopi. Karena sikapnya baik dan menyenangkan dan karena orang yang agak mabuk perlu kopi untuk menyadarkan diri, maka setelah ragu-ragu sebentar, Ny. Hill memperbolehkan pemuda itu masuk.
Pemuda itu duduk dengan tenang di dapur sambil minum kopi dan merokok, sementara nyonya rumah menemaninya. Tahu-tahu saja pemuda itu membuka pullover dan kemejanya sehingga Ny. Hill kaget.
([Cerita Kriminal] Andy yang Periang tapi Kesepian Ternyata Menyimpan Dendam Kesumat)
"Cepat pakai bajumu dan pergi dari sini!" bentaknya.
Setelah berkata begitu Ny. Hill tidak ingat apa-apa lagi. Pagi-pagi tanggal 11 Oktober, putranya yang berumur 13 tahun menemukan Ny. Hill tak sadarkan diri di dapur. Dua kaus kaki nilon membelit erat lehernya sehingga kalung dan bandulan salibnya masuk ke daging.
Seluruh wajahnya luka-luka dan berdarah. Bibirnya jontor dan lidahnya bengkak. Kulit kepalanya pun ternyata luka-luka. Di dada, leher dan kaki kirinya ada luka-luka berupa bulatan kecil yang dirangkai menjadi bulatan besar. Luka itu seperti dibuat oleh benda bergerigi.
Pola ini mengingatkan Inspektur Detektif Vibart pada pembunuh Veronica Murray. Walaupun luka-luka kecil pada Veronica Murray dirangkai menjadi huruf V dan pada Ny. Hill menjadi bulatan, mungkin sekali pelakunya sama.
Dugaan itu diperkuat oleh sidik jari yang ditemukan di cangkir kopi. Sama persis dengan yang ditemukan di kamar Veronica Murray! Sidik jari itu juga sama dengan milik maling yang saat itu sudah membongkar sedikitnya 25 rumah di West End dan Chelsea.
Polwan dikerahkan
Mabel Hill perlahan-lahan sembuh dari lukanya dan dimintai keterangan oleh polisi. Setelah itu polisi membentuk satu tim terdiri atas seratus detektif untuk melacak "Mick". Mereka menemukan dua perangkat lagi sidik jari Mick. Yang pertama di sebuah rumah di Skinner Place, Pimlico, tempat seorang janda berumur 71 tahun digebuki kepalanya dengan alat pencongkel bara oleh seorang maling.
Janda bernama Ny. Annie Bechler itu suatu malam terbangun karena mendengar suara mencurigakan. la memergoki maling di kamarnya dan maling itu menyerangnya. Perangkat sidik jari yang kedua ditemukan di rumah William Sloane di Markham Street, Chelsea.
Sloane dan istrinya malam itu pergi ke pesta. Ketika mereka pulang, rumah mereka sudah diacak-acak maling. Sidik jari maling tertera di botol gin dan vermouth yang isinya diminum sebagian.
Saat itu sang maling berhasil menggondol perhiasan, sedikit uang dan sebuah pemantik api yang sangat khas. Sloane memperoleh pemantik api itu dari Texas Golf Sulphur Company. Ny. Sloane masih memiliki pasangannya. Polisi pun membagikan foto pemantik itu ke koran-koran nasional dan meminta orang yang melihat pemakai pemantik serupa agar melapor ke pesawat 999.
Sementara itu polisi memilih polwan yang cantik-cantik untuk membantu rekan-rekan pria mereka melacak si Mick. Para polwan menyamar menjadi orang preman dan minum-minum atau lewat di daerah West End pada malam hari.
Tindakan mengumumkan bentuk pemantik Texas Golf Sulphur Company di koran-koran rupanya manjur, sebab tak lama kemudian Inspektur Vivart dan Acott ditelepon oleh petugas tangsi Welsh Guards di Pirbright, Surrey.
Mereka diberi tahu agar pergi ke pos polisi di Woking, sebab ada anggota Guards yang memakai pemantik api seperti yang dimuat di koran. Orang itu sekarang sudah diserahkan ke polisi Woking untuk ditanyai.
Pasta gigi pun disikat
Di sana, kedua inspektur itu menemukan Michael Douglas Dowdall yang berumur 19 tahun. Dowdall dituduh membongkar rumah di Markham Street dan mencuri pemantik api serta beberapa benda lain.
Ketika kediamannya di Pirbright digeledah, ditemukanlah beberapa benda hasil curian, termasuk pasta gigi milik aktor film George Sanders. "Saya suka pasta gigi itu," kata Dowdall. Inspektur Acott memberi tahu Dowdall bahwa ia dituduh juga melakukan sejumlah kejahatan serius lain.
Mendengar itu Dowdall berkata, "Saya senang semuanya sudah berlalu. Sudah lama saya risau, karena kalau sedang mabuk saya suka kalap. Saya sebenarnya ingin ke dokter. Sekarang saya ingin menceritakan kepada Anda semua yang saya ingat."
Dowdall bercerita bahwa tidak lama sebelum Natal 1958 ia minum-minum di West End. Kemudian ia mengajak seorang pelacur yang ditemuinya di Trafalgar Square. Wanita itu memanggil taksi dan meminta mereka diantarkah ke Kilburn.
Mereka tidur di sana. Ketika bangun, mereka bertengkar. Wanita itu mengejeknya sebagai "orang Welsh kecil yang menjijikkan". Ia merasa sangat terhina. Dalam keadaan kalap ia melempar kepala wanita itu dengan jambangan. Wanita itu balas memukul dan mencakar hidungnya. Ia pun merobohkan sang pelacur dan menggebuki kepala wanita itu.
Mick Dowdall diajukan ke pengadilan. Beberapa psikiater dipanggil menjadi saksi ahli. Tahun 1960 ia dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan tanpa direncanakan lebih dulu. Hakim menjatuhkannya hukuman penjara seumur hidup, karena ia dianggap berbahaya bagi masyarakat.
Dari penyelidikan terhadap kehidupan Dowdall, diketahui bahwa sejak kecil ia memang anak yang sulit. Di sekolah ia tidak bisa dikendalikan oleh gurunya. Sekali ia membobol sekolah dan sekali lagi mendobrak kantor pemerintah, sehingga dihadapkan ke pengadilan anak-anak.
Mungkinkah hal itu karena masa kanak-kanak yang tidak bahagia? Orang tuanya meninggal ketika ia masih kecil, sehingga ia dan saudara-saudaranya harus tinggal di rumah seorang bibi.
Dowdall ingin meniru jejak ayahnya menjadi tentara. Jadi pada umur lima belas tahu ia mendaftarkan diri sebagai penabuh drum di Welsh Guards. Cuma saja, waktu itu ia sudah peminum seperti kedua pemannnya, sehinga sering teler pada saat parade pagi-pagi.
Ia sulit bergaul dan sering diganggu teman-temannya karena penampilannya rapuh dan keperempuan-perempuanan. Supaya orang mau berteman dengannya, ia sering mentraktir.
Kalau sedang tidak berdinas, pakaian premannya bagus-bagus. Temyata pakaian itu dibeli dengan hasil membobol rumah di Chelsea. Ia tidak mempunyai pacar dan cuma berani bergaul dengan wanita-wanita yang sudah menikah, tetapi sering menyombongkan kehebatannya menaklukkan wanita kepada teman-temannya.
Namun, kemudian ada juga seorang gadis perawat yang bersimpati kepadanya. Menurut gadis itu, Dowdall sama sekali tidak kurang ajar. Ia sopan sekali, malah kemalu-maluan ketika menciumnya.
Perihal tanda V dan bulatan pada dua korbannya, menurut para psikiater, hal itu merupakan tanda kemenangan bagi Dowdall. Jangan-jangan ia mendapat ilham dari film No Way To Treat a Lady. Dalam film itu si pembunuh meninggalkan cap bibir pada setiap korbannya.