Intisari-Online.com - Penjarahan uang negara sebesar Rp2,3 triliun dalam kasus dugaan proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) menjadi megakorupsi sepanjang sejarah Indonesia. Tak hanya nilai uang yang mega, tapi juga penerima duit korupsi pun berderet-deret. Begitu juga dengan saksi yang berjumlah 294 dan lembar dakwaan setebal 24.000 halaman atau setinggi sekitar 2,5 m jika ditumpuk.
Sidang perdana kasus ini telah dimulai, Kamis (09/03). Proyek dimulai Kementerian Dalam Negeri sebagai pelaksana, pada tahun 2011-2012. Anggaran untuk proyek ini mencapai Rp5,9 triliun.
Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui juru bicaranya Febri Diyansyah menyebut ada kejanggalan pada "tahapan (awal) pembahasan anggaran". Pada September 2012, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga menangkap adanya kejanggalan dalam proses tender.
Dihimpun dari kompas.com, beginilah kronologis kasus ini.
KPK menduga ada aliran dana dari pemenang tender tersebut ke sejumlah pihak, termasuk wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sendiri telah mendakwa dua orang; mantan Dirjen Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto.
Dalam persidangan Kamis (09/03) Irman disebut jaksa telah mengarahkan Sugiharto untuk membuat spesifikasi teknis pembuatan e-KTP yang mengarah ke produk tertentu, dengan secara langsung menyebut merek.
KPK telah menyelidiki kasus dugaan korupsi proyek e-KTP ini sejak pertengahan 2014. Selama hampir tiga tahun, lembaga tersebut telah memeriksa 294 saksi, menetapkan dua tersangka dan menyita Rp247 miliar.
Yang menarik pada persidangan pertama adalah untuk dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, jaksa KPK menyiapkan surat dakwaan setebal 24.000 lembar. Tingginya hampir 2,5 meter. Namun untuk persidangan, dakwaan dipersingkat menjadi 121 halaman.
Selain dua terdakwa, KPK juga telah memeriksa 19 politikus yang menjabat sebagai wakil rakyat di DPR pada 2011-2012. Di antaranya Chairuman Harahap yang kala itu menjabat ketua komisi II (komisi pemerintahan DPR) dan Setya Novanto, yang saat itu menduduki posisi ketua fraksi Partai Golkar.
Dan yang paling 'mencengangkan' dalam kasus ini adalah berapa jumlah dana yang diduga dikorupsi. Dari nilai proyek Rp5,9 triliun, KPK menyebut dana yang dikorupsi mencapai Rp2,3 triliun.
Dari googling dengan kata kunci Rp2,3 triliun, inilah yang kita dapat:
Source | : | kompas.com,bbc,cnn indonesia,google |
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR