Advertorial

Ditugaskan Merebut Irian Barat, Personel Kopaska Tidak Hanya Dibekali Senjata Tapi Juga Kondom, Untuk Apa?

Agustinus Winardi
Agustinus Winardi
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Intisari-Online.com -Pada 1962, ketika pemerintah RI melancarkan operasi militer bersandi Operasi Trikora untuk merebut Irian Barat (Papua) dari tangan Belanda, semua kekuatan militer yang dimiliki oleh Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI/TNI) dikerahkan.

Pasukan khusus seperti Komando Pasukan Gerak Tjepat AURI, RPKAD (TNI AD), dan Kopaska (TNI AL) juga dikerahkan untuk melakukan misi penyusupan, sabotase, intelijen, dan melancarkan perang secara gerilya.

Pasukan Kopaska meski menjadi ujung tombak dalam pertempuran di laut ternyata menjadi pasukan yang paling akhir dikirimkan ketika APRI akan melancarkan serangan besar-besaran melalui operasi militer bersandi Jayawijaya.

Pasukan Kopaska yang diberangkatkan dari Jakarta ke Surabaya melalui misi sangat rahasia kemudian menuju ke gudang senjata PAL (Penataran Angkatan Laut) untuk mengambil senjata dan bahan peledak serta peralatan khusus lainnya.

Baca juga:Ketika Operasi Trikora, Kopaska Ternyata Menyiapkan Pasukan Bunuh Diri Menggunakan 'Torpedo Manusia'

Tapi mereka terkejut karena hampir semua senjata telah digunakan oleh pasukan lain dan sukarelawan demi melaksanakan operasi tempur Jayawijaya.

Pasukan Kopaska yang memiliki motto Tan Hana Wighna Tan Sirna (Tidak Ada Rintangan yang Tidak Dapat Diatasi) pun tetap memiliki semangat tempur tinggi meski hanya berbekal persenjataan yang tersisa.

Persenjataan itu antara lain senapan laras panjang yang hanya efektif untuk keperluan pertempuran jarak dekat seperti Madsen M-50 buatan Denmark.

Padahal idealnya personel Kopaska bersenjata senapan serbu AK-47 buatan Rusia mengingat demi mendukung Operasi Trikora, APRI telah membeli senapan AK-47 dalam jumlah besar.

Baca juga:Misi Penerjunan Udara Dalam Operasi Trikora, Misi Paling Berani Sekaligus Paling Nekat di Dunia

Semula personel Kopaska juga kesulitan menemukan alat pemicu bahan peledak di gudang PT PAL karena telah dibawa oleh pasukan lain.

Tapi beruntung mereka masih menemukan beberapa gulung kabel firecord yang merupakan kabel berisikan bahan peledak berkekuatan tinggi dan bisa difungsikan sebagai pemicu bahan peledak.

Namun, dalam misi tempurnya, pasukan Kopaska juga selalu dibekali kondom dalam jumlah banyak untuk kepentingan membungkus bahan peledak atau detonator yang akan digunakan untuk operasi bawah air (underwater demolition).

Saat itu kebetulan setiap personel Kopaska hanya mendapat pembagian kondom dalam jumlah terbatas.

Baca juga:Terserang Sakit Perut Gara-Gara Masakan Manado Saat Operasi Trikora, Pasukan TNI AL Ini Terpaksa Membawa Koki dari Jawa

Sehingga mereka sudah membayangkan misi peledakan bawah air akan mengalami kesulitan akibat kekurangan kondom itu.

Pada awal Agustus 1962 pasukan Kopaska sudah tiba di Teluk Peleng, Maluku dan bersama pasukan lainnya sudah siap melaksanakan operasi tempur habis-habisan (all out) melawan pasukan Belanda.

Misi tempur mereka bahkan bersifat one way tiket atau siap gugur dalam pertempuran demi bangsa dan negara.

Apalagi salah satu tugas mereka adalah meledakkan kapal-kapal perang Belanda menggunakan torpedo yang dikendalikan manusia dan merupakan misi beresiko sangat tinggi.

Tapi karena pasukan Belanda akhirnya merasa gentar dengan persiapan tempur APRI yang begitu lengkap.

Pasalnya APRI juga mengerahkan pesawat pembom nuklir Tu-16 buatan Rusia , Belanda akhirnya lebih memilih langkah diplomasi dan menyerahkan Irian Barat ke Indonesia melalui PBB pada 15 Agustus 1962.

Semua pasukan APRI pun kemudian ditarik ke Jakarta (Jawa) termasuk pasukan Kopaska yang kemudian kembali ke pangkalan untuk terus berlatih dan berlatih demi kesiapan menjalankan misi tempur rahasia di mana saja.

(Sumber : Kopaska Spesialis Pertempuran Laut Khusus, TNI AL, 2012).

Baca juga:7 Rahasia Bugar Vladimir Putin, Salah Satunya Bangun Siang dan Sarapan di Tengah hari

Artikel Terkait