Advertorial
Intisari-Online.com – Saya punya seorang anak balita yang suka ngiler (bahasa Sundanya ngacay).
Kata orang-orang, anak saya menjadi seperti itu karena keinginan saya pada saat mengidam tidak dituruti.
Bagi saya, ini hanya mitos, karena saya tidak pernah ngidam yang aneh-aneh.
Masalahnya, saran dari orang-orang tua untuk mengatasi itu terasa aneh.
Baca juga: Tak Perlu Malu Apalagi Menganggapnya Aib, 'Ngiler' Justru Bisa Jadi Pertanda Baik
Ada yang menyarankan untuk mengoleskan nasi uduk yang sudah diberi jampi-jampi (doa), mengisap jempol kaki ibunya, atau mengerik permukaan lidah anak saya dengan cincin kawin di hari Jumat. Tapi saya tak pernah menuruti saran-saran di atas.
Ketika dibawa ke dokter ahli perkembangan anak, dokter menyatakan bahwa ngiler pada balita adalah gejala normal.
Tapi seharusnya akan berhenti setelah masuk usia sembilan bulan atau ketika sudah diperkenalkan makanan padat.
Ada banyak hal yang menyebabkan anak ngiler, misalnya karena adanya otot di bagian mulut yang lemah, atau terkait dengan IQ (kecerdasan) anak.
Anak saya kemudian menjalani terapi pemijatan otot di sekitar rahang dan mulut.
Dinding mulut dan lidahnya juga disikat dengan sikat gigi khusus secara teratur untuk merangsang kekuatan otot mulut.
Setelah dua belas kali terapi, ngilemya mulai berkurang secara bertahap. Kata-kata yang diucapkan juga menjadi lebih jelas.
Teknik terapi ini mengingatkan saya pada saran orang-orang tua untuk mengerik permukaan lidah anak dengan cincin kawin.
Sepertinya mirip dengan pemijatan dan penyikatan daerah lidah dan mulut. Mungkin mitos di atas ada benarnya. [Hanny Hafiar – Intisari Juni 2010)
Baca juga: Aneh, Ibu Ini Ngidam Makan 10 Batang Kapur Tulis Setiap Hari Saat Hamil, Bagaimana Kondisi Anaknya?