Advertorial

Kisah Pembunuhan Sadis Kepada Keluarga Sakamoto, Dicekik dan Dikuburkan Dalam Drum

Tatik Ariyani
,
Mentari DP

Tim Redaksi

Intisari-Online.com - Pada tahun 1989, seharusnya menjadi hari bahagia bagi Tsutsumi Sakamoto karena istrinya baru saja melahirkan bayi laki-laki.

Selain itu, karier hukumnya tinggi dan pengacara muda itu masuk sebagai pengacara bagi kultus AumShinrikyo baru di Tokyo.

Kemudian, pada bulan November 1989, Tsutsumi dan keluarganya tiba-tiba saja menghilang.

Tidak ada catatan, tidak ada penjelasan, dan tidak ada bukti mengenai keberadaan mereka.

Baca Juga:Menurut Hitler, Walau Sudah Berusia 100 Tahun, Wanita Ini Adalah Wanita Eropa Paling Berbahaya, Siapakah Dia?

Polisi Jepang meraba-raba dalam ketidakjelasan mengenai menghilangnya keluarga Sakamoto.

Polisi tidak yakin apakah keluarga Sakamoto hanya pergi bersama atau sesuatu yang buruk sedang terjadi pada mereka.

Kemudian pada tahun 1996, sebagai bagian dari serangkaian uji coba maraton menyusul serangan gas subways, anggota Aum, Tomomasa Nakagawa diperiksa dengan keterkaitan kejahatan di masa lalu kultus tersebut.

Kemudian, kasus hilangnya keluarga Sakamoto kembali muncul.

Respon Nakagawa terasa dingin. Dia muak dengan pengacara jagoan yang ikut campur dalam bisnis kultus Aum.

Kemudian, Aum memutuskan untuk membunuh Tsutsumi secara brutal.

Rencana awalnya adalah membunuhnya dalam perjalanan pulang dari kerja. Sayangnya, tanggal yang dipilih pemimpin Aum bertepatan dengan hari libur umum.

Baca Juga:9 Fakta Wanita 20 Tahun di Bali yang Bunuh Bayi Kembarnya Sesaat Setelah Melahirkan di Kamar Mandi

Daripada menunggu 24 jam lagi, enam pembunuh terpilih memutuskan untuk mendatangi rumah Sakamoto dan segera menyelesaikan 'pekerjaan' mereka.

Jam 3 pagi, mereka memasuki rumah Sakamoto. Saat itu, Tsutsumi dan istrinya sedang tidur di kamar mereka.

Satu anggota mencekik Tsutsumi, sementara yang lain menendang istrinya dengan brutal, kemudian mencekiknya juga.

Kata-kata terakhir istri Tsutsumi adalah, "Tolong paling tidak selamatkan anak itu."

Sebaliknya, anggota sekte justru mencari bayi mereka dan mencekiknya dengan alas tidurnya tanpa ampun.

Para pembunuh itu kemudian membawa tiga mayat itu ke pedalaman Jepang yang terpencil dan menguburnya dalam drum logam.

Meskipun Aum dicurigai terlibat, pihak berwenang gagal menyelidikinya dengan baik.

Bukan hanya satu kali itu polisi membiarkan Aum lolos dari kejahatan mereka.

Namun, pada 6 Juli 2018, pemimpin kultus Aum, Shoko Asahara dan enam anggota lainnya dieksekusi atas kejahatan meluncurkan serangan sarin mematikan di kereta bawah tanah Tokyo yang menyebabkan sekitar 13 orang tewas dan ribuan lainnya terluka 23 tahun yang lalu.

Baca Juga:H-1 Bulan Asian Games 2018, Stadion Jakabaring Rusak Berat Karena Jadi Sasaran Amuk Suporter Sriwijaya FC

Artikel Terkait