Ditunggu sampai sore di bawah pun tak ada kabar. Pencarian dilakukan selama dua hari. Seluruh ranger alias polisi hutan dimintai bantuan. Reno Taini, salah seorang ranger, akhirnya melihat sesuatu berwarna putih mencuat dari belukar. Setelah didekati ternyata itu adalah dua pasang kaki yang memakai sepatu hiking putih. Dua sosok mayat telungkup di tanah. Mereka sulit dikenali karena telah membusuk. Yang tersisa adalah blus dan celana jins saja.
Ternyata dalam pencarian Diane O'Connell dan Shauna May ini tak disengaja ditemukan sepasang mayat lagi yang sudah tinggal sisa-sisa saja. Ternyata mereka adalah Rick Stower, pengawas pantai Two Rock Station di sebelah barat Petaluma, dan tunangannya, Cindy Moreland. Dua saksi mata melihat mereka terakhir kali di toko buku di Point Reyes pada tengah hari tanggal 11 Oktober 1980.
Autopsi yang dilakukan Dr. Waller dan Dr. Jindrich serta disaksikan oleh Ray Maynard dari kepolisian menerangkan bahwa keempatnya ditembak. Diana O'Connell ditembak dengan satu kali tembakan setelah mati, namun kematiannya akibat jerat di lehernya. Sementara Shauna May mati akibat ditembak dengan tiga peiuru. Stower mati dengan tembakan sebuah peluru di kepala. Demikian juga Cindy. Para dokter yakin bahwa peluru yang ditembakkan ke Diane O'Connell dan Shauna May sama dengan peluru yang ditembakkan ke Cindy Moreland. Senjata yang digunakan adalah kaliber .38.
Pada mayat Diane ditemukan sperma pelaku, sementara pada Shauna ditemukan sperma di vagina dan anusnya. Pada Cindy ditemukan sedikit sperma di pakaian dalamnya saja. Rumusnya PGM 1+1-, sama seperti yang ditemukan pada Anne.
Ditemukannya empat mayat sekaligus tentulah membuat pihak berwajib turun tangan semua. Semua aparat bersatu untuk memecahkan persoalan ini sampai ke FBI. Psikolog yang berpengalaman selama 38 tahun, R. William Mathis pun ikut serta meneliti kasus pembunuhan yang dimulai sejak Maret 1980.
la begitu shock akan kebrutalan si pembunuh. Berdasarkan pengamatan psikolog, si pembunuh mempunyai masalah dengan wanita. Buktinya, korbannya selalu wanita dan sebelum dibunuh, mereka selalu menjalani ritual seolah-olah si korban memohon agar si pembunuh membiarkan mereka hidup. William Mathis memperingatkan Sheriff Howenstein akan aksi si pembunuh yang pasti akan muncul lagi. Korbannya itu selalu dipilih dan sudah lama diamati. Tampaknya, pelaku mempunyai kelainan jiwa.
Atas dasar itu disebarluaskan peringatan untuk tidak mendaki gunung sendirian, apalagi bagi wanita. Jangan pernah memisahkan diri dari rombongan. Kantor Sheriff Howenstein pun membuka ruangan khusus untuk menampung informasi dari masyarakat yang melihat seseorang yang mencurigakan di sekitar tanggal-tanggal pembunuhan.
Banyak informasi yang masuk, namun kebanyakan membingungkan. Salah satu informasi itu mengatakan, seorang pria selalu berada di sekitar tempat kejadian. la berkacamata, bertopi bisbol, memakai jins, dan ransel biru.
Sheriff Marin County sampai berani menaikkan uang imbalan dari 25 ribu dolar AS menjadi 37 ribu dolar AS bagi siapa saja yang bisa memberikan informasi tentangsi pembunuh maniak. Sheriff dan aparat keamanan Marin County khususnya, begitu geram. Bagaimana mungkin tempat berlibur yang tenang bisa dijadikan tempat pembantaian. Padahal Mount Tamalpais yang cantik seperti putri berbaring itu sudah lama menjadi tempat rekreasi. Gunung2 itu melatarbelakangi Golden Gate. Jadi, jika melewati jembatan itu, orang akan begitu terpesona oleh paduan alam pegunungan dengan sungai yang mengalir di bawahnya.
Selain itu masyarakat pun resah. Mereka berdiskusi bagaimana mengatasi si pembunuh, bahkan sampai diadakan kursus bela diri. Orang-orang yang tadinya tidak suka kekerasan, kini tiba-tiba membawa senjata ke mana pun mereka pergi. Hal yang tidak mengenakkan juga adalah kenyataan bahwa orang-orang saling curiga. Siapa tahu si tetangga adalah si pembunuh maniak yang dicari.
Berbagai cara ditempuh untuk menjerat si pembunuh. Salah satunya dengan memuat imbauan di media massa, agar si pembunuh menyerahkan diri dan membuka kontak telepon.
Yang menarik perhatian adalah dua telepon yang masuk pada 4 Desember 1980, pukul 23.00 dan 23.24. Keduanya berasal dari suara yang sama. Suara seorang pria matang, tapi tampaknya dia seorang yang manja. Dia menyatakan dirinya sebagai si pembunuh. la tahu banyak tentang pembunuhan itu. la mengaku sebagai orang buruan yang dikejar-kejar untuk disuruh membunuh. "Suara itu selalu menghantui saya. Saya selalu bermimpi tentang korban-korban saya dan saya tak bisa tidur," katanya. La meminta bantuan untuk menghentikan tindakannya. Sayangnya, telepon diputuskan, ketika William Mathis datang.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR