Jika Mengacu Tweet Fahri Hamzah, Rp97 Triliun Devisa Indonesia Disumbang oleh Pengemis

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Tweet Fahri Hamzah yang mengundang polemik
Tweet Fahri Hamzah yang mengundang polemik

Intisari-Online.com -Jika mengacu pada tweet Fahri Hamzah bertanggal 24 Januari 2017 yang kini sudah dihapus, Rp97 triliun devisa Indonesia disumbang oleh pengemis (data hingga Oktober 2016). Pengemis "yang menjadi babu di negeri orang…,” tulis Fahri.

Angka ini, jika mengacu pada data BNP2TKI, sejatinya jauh lebih kecil jika dibandingkan remitansi 2015 yang mencapai Rp119 triliun. Sebagian besar berasal dari mereka yang bekerja di Hongkong, Taiwan, dan Malaysia.

(Berkah dan Masalah TKI dari Arab Saudi)

Kita tahu, beberapa hari yang lalu Wakil Ketua DPR Bidang Kesejahteraan Rakyat Fahri Hamzah membuat heboh jagat media sosial. Kehebohan itu, tak lain dan tak bukan, dipicu oleh cuitan Fahri di akun Twitter pribadinya yang berbunyi:

“Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela.”

Kata "mengemis" menjadi yang sasaran kritik paling banyak. Salah satunya dari Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakir.

Reaksi juga datang dari TKI di Hongkong. Koalisi 55, Organisasi Buruh Migran Indonesia di Hongkong yang tergabung dalam Lingkaran Aku Cinta Indonesia (LACI), mengecam kicauan Fahri. Ketua LACI Nur Halimah menganggap kicauan Fahri telah melecehkan martabat para pekerja Indonesia di luar negeri. LACI, kata Nur, menuntut Fahri meminta maaf.

Yang juga patut diperhatikan dari cuitan tersebut adalah penggunaan kata “babu” alih-alih pekerja rumah tangga. Soal ini Hairus Salim, seorang penulis yang tinggal di Yogyakarta, dalam tulisannya untuk rubrik bahasa Tempo berjudul “Dari Babu ke Pekerja Rumah Tangga”, pernah menyinggungnya.

Ia menulis “Di antara kata yang tak lagi dipakai itu adalah ‘babu’: perempuan pembantu rumah tangga, demikian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), yang kurang lebih meneruskan pengertian yang dikemukakan W.J.S. Poerwardarminta (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1952) sebagai ‘hamba perempuan, yang mengurus kamar, menyusui anak, mencuci’.”

Kata yang lebih halus dari “babu” adalah “pembantu” dan “pelayan”. Tapi bagi Hairus dua kata itu tetap tak memberi perbedaan yang signifikan. Ia pun memberi solusi dengan mengganti kata “babu” menjadi “pekerja”, dengan tambahan “rumah tangga” untuk memberi penekanan terhadap mereka yang bekerja di sektor domestik ini.

Klarifikasi Fahri

Fahri Hamzah pun angkat bicara soal ini. Menurutnya, seperti dilaporkan Kompas.com, dirinya tidak bermaksud menyinggung perasaan siapa pun lewat cuitannya itu. Fahri menjelaskan, kicauannya itu sejatinya tak berdiri sendiri, melainkan tengah fokus mengkritik pemerintah atas situasi dan kondisi terkini.

“Prioritas kita ini saya tunjukkan bahwa hutan kita dibabat orang, pipa-pipa baja kita disedot negeri orang. Padahal, warga kita mengemis meminta kerja menjadi pakai istilah babu. Sebenarnya, istilah ini enggak ada. Sementara pekerja asing kita biarkan merajalela. Concern saya adalah prioritas,” kata Fahri.

Fahri juga mengaku sangat memahami nasib pekerja Indonesia di luar negeri, terlebih karena statusnya sebagai Ketua Tim Pengawas Tenaga Kerja. Ia hanya ingin menekan bahwa ada kerja pemerintah yang tak beres berkaitan dengan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Sedikitnya, ia mencatat ada dua sektor yang tak ditangani secara baik. Pertama, sektor persiapan tenaga kerja. Kedua, penempatan.

Lebih dari itu, Fahri juga mengaku meminta maaf apabila ada pihak-pihak yang merasa tersinggung dengan kicauannya. Permintaan maaf itu ia sampaikan melalui Twitter, setelah sebelumnya menjelaskan terlebih dahulu duduk perkara yang sebenarnya.

Artikel Terkait