Intisari-Online.com – Dengan segala pengetahuan modern, saat ini kita mafhum bahwa penyakit bisa disebabkan oleh berbagai hal. Tapi manusia prasejarah dulu selalu beranggapan, penyebabnya roh jahat dan sihir.
Istilah farmasi sendiri berasal dari kata Yunani Kuno yang dikemukakan Plato, pharmakon, yang berarti guna-guna atau roh jahat.
Baru pada abad ke-3 SM; Hippocrates membuat makna baru, yakni obat yang digunakan hanya untuk kebaikan.
Bangsa Sumeria di Mesopotamia (sekarang Irak) memiliki sejarah pengobatan tertua dengan bahan-bahan alam, sekitar 3.000 tahun lalu.
Baca juga: Jangan Buru-buru ke Pengobatan Mahal, Ternyata Daun Jambu Biji pun Bisa Membantu Penderita Diabetes
Kala itu manusia sebenarnya hanya mengira-ngira efek dari tanaman terhadap penyakit. Formula obat baru benar-benar dibuat oleh bangsa Mesir Kuno, 1.300 tahun lalu.
Umumnya saat itu obat berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti akasia, biji jarak, dan anisi. Ada juga mineral hewan.
Abad pertama Masehi, Dioscorides, ahli botani Yunani mulai mengenalkan tumbuhan sebagai bagian dari obat yang efektif dan bukan asat campur.
Lalu dikembangkan lagi oleh Galen (131 - 201 M), ahli farmasi Yunani, hingga dikenal istilah ilmu farmasi Galenik atau pembuatan sediaan obat dari tumbuhan.
Mulai dikenal juga pemakaian simplisia, yakni bagian tumbuhan yang dikeringkan sebagai obat.
Baca juga: Hati-hati, Kalau Obat ‘Dewa’ Keliru Dipakai Bisa Menyebabkan Kematian
Sekitar tahun 1037, Ibnu Sina dalam buku termasyhurnya Canon Medicine, memformulakan 760 jenis obat yang masih dipakai hingga kini.
Sementara zat kimia untuk obat mulai dikenalkan oleh Paracelsus, ahli kimia Swiss, pada abad ke-16.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR