Intisari-Online.com – Meski di Indonesia tidak ada tradisi sirkus (hanya ada dua keiompok sirkus yakni Holiday Circus dan Oriental Circus), namun tak seorang pun dari kita tak mengenal sirkus.
Dulu waktu kecil, saya berkenalan dengan sirkus dari layar kaca. Kala itu hanya ada satu stasiun, TVRI.
Dari TVRI ini saya memperoleh gambaran tentang sirkus: parade kuda, atraksi yang mendebarkan, gajah besar yang bisa duduk atau mengangkat salah satu kakinya, juga aksi-aksi badut yang konyol namun ngocol.
Jika diperhatikan, sirkus selalu dipertontonkan di suatu ternpat berbentuk lingkaran. Kata sirkus berasal dari circus (bahasa Latin), yang berarti lingkaran.
Belum ada data pasti kapan sirkus pertama kali muncul. Ada pendapat bahwa sirkus dimulai dari P. Krete di Laut Mediterania, sekitar empat ribu. tahun yang lalu. Atraksinya hanyalah melompati banteng.
Baca juga: Manusia Meriam dalam Sirkus, Inikah Profesi Paling Berbahaya di Dunia?
Sirkus yang kita kenal saat ini berasal dari zaman Romawi Kuno. Pada masa itu dikenal circus maximus {circus = lingkaran, maximus = hebat, besar).
Bangunan tempat diadakan sirkus berupa lingkaran dengan tempat duduk yang bisa menampung ribuan orang. Pertunjukan sirkus dimulai dengan parade megah. Selanjutnya masuk kereta-kereta perang ditarik kuda.
Para pemain akrobat beratraksi melempar-lemparkan barang ke udara. Kadang-kadang pertunjukan gladiator juga digelar. Penonton pun bersorak sorai dengan riuh.
Bangsa Roma lalu terlibat perang dan sirkus pun dikesampingkan. Namun para pemain sirkus masih yakin bahwa rakyat butuh hiburan.
Mereka pun lalu berkelana ke seluruh daratan Eropa. Dua atau tiga orang pemain sirkus berpetualang bersama. Dari ngamen di jalanan akhirnya mereka menetap di perayaan- perayaan orang suci di halaman gereja.
Baca juga: Kisah Nyata 7 Manusia Unik yang Pernah Dijadikan Tontonan dalam Sirkus 'The Greatest Showman'
Ratusan tahun berlalu dan pesta-pesta perayaan seperti itu semakin bertambah besar. Para pemainnya pun bertambah.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR