Advertorial

Memanjakan Mata dengan Batik Solo, Jangan Lupa Borong Batiknya!

K. Tatik Wardayati
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Intisari-Online.com – Kalau Anda penggemar batik, cobalah berkunjung ke Surakarta. Di kota yang akrab dijuluki Solo ini terdapat banyak objek wisata “berbau” batik.

Wisata batik bisa menjadi alternatif yang dapat Anda lirik. Dengan wisata ini Anda tidak cuma bisa mengunjungi perkampungan batik, Anda juga mendapat pengetahuan tentang perkembangan batik di Surakarta, belajar membatik, menginap di penginapan-penginapan yang dulunya milik juragan batik, dan ... belanja produk-produk batik sepuas Anda.

Ada pembatik pria

Di Solo setidaknya ada dua perkampungan batik. Keduanya, saat ini hidup lagi setelah sempat bertahun-tahun "mati suri". Kedua perkampungan batik itu adalah Laweyan dan Kauman.

Kampung Laweyan, yang dulu merupakan bagian Kerajaan Pajang (1546), berada di bagian barat daya Surakarta. Kampung seluas 24 ha ini berada di Kecamatan Laweyan, Surakarta.

Dalam sejarah Surakarta, kampung yang semula merupakan perkampungan tenun ini mempunyai andil terhadap perkembangan batik di Solo.

Baca juga: Yuk, Kenali Motif Indah Batik Papua, Seperti yang Dipakai Salah Satu Maskot Asian Games 2018

"Batik di sini, batik berbasis masyarakat. Karenanya, pada masa lalu banyak pembatik Laweyan yang ditawari menjadi pembatik di keraton," jelas Ir. Alpha Febela Priyatmono, MT., Ketua Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan.

Pada masa lalu, kampung ini memang dipersiapkan sebagai kawasan industri. Di sini rumahnya besar-besar, ada halamannya, dan ada pabriknya sebagai tempat produksi.

Tiap rumah itu dikelilingi pagar tembok tinggi. "Tapi antar rumah ada (semacam) connecting door, baik di dalam tanah maupun di atas tanah," ungkap Alpha.

Setelah sempat tak terdengar lagi namanya sejak tahun 1960-an, pada 2004 Laweyan kembali hidup sebagai kampung batik. Perkampungannya ditata. Di lima jalan masuknya dari Jin. Dr. Rajiman, dipasang papan nama "Kampoeng Batik Laweyan".

Jalan-jalan diperbaiki. Juga dibuatkan papan penunjuk arah. Khusus di perempatan jalan di dekat bekas Pasar Laweyan, dibuatkan Tugu Batik. Tak ketinggalan, di beberapa tempat dibuatkan shelter becak wisata yang siap mengantarkan pengunjung berkeliling Laweyan.

Baca juga: Inilah Wujud Nyata Hewan dan Batik yang Jadi Maskot Asian Games 2018

Showroom pun bermunculan. Saat ini setidaknya ada 15 gerai batik. Produk yang dijual meliputi pakaian, tas, dompet, dsb. "Sebelum tahun 2004, di sini tidak ada showroom," ujar pemilik gerai Batik Mahkota ini.

Menurut Alpha, di Kampung Laweyan hingga awal Februari 2009 terdapat 56 perusahaan batik berbagai kelas, dari yang kecil hingga besar. Beberapa di antaranya memiliki gerai untuk menjual produknya sendiri. Bahkan tak sedikit pula yang memiliki museum batik pribadi.

"Kami hams belajar dari pengalaman dulu. Kami memperlakukan batik tidak hanya sebagai suatu produk sandang, tetapi juga sebagai produk budaya, sehingga sisi budayanya betul-betul digali. Karena itu kawasan ini dikembangkan menjadi kawasan wisata yang terintegrasi," jelas dosen teknik arsitektur, Universitas Muhammadiyah Solo ini.

Gerai-gerai batik di Kampung Laweyan menyediakan produk-produk batik dengan beragam jenis dan kelas. Ada batik cap, batik etsa, batik tolet, ada pula batik tulis. Jenis batik itu tentu akan menentukan harga produknya.

Di kampung ini, Anda juga dapat belajar membatik, mengetahui perkembangan batik laweyan, bahkan sejarah Kampung Laweyan. Sebagian besar perusahaan telah terbuka bagi pengunjung yang ingin melihat proses produksi dan belajar membatik.

Baca juga: Ke Yogyakarta, Jangan Jangan Lupa ke Pasar Beringharjo: dari Batik hingga Klepon, Semua Ada di Sana

Bahkan, di kampung ini juga telah berdiri Laweyan Batik Training Center tempat pengunjung dalam kelompok besar belajar membatik.

Yang menarik, di Kampung Laweyan Anda dapat menjumpai pembatik laki-laki. Satu-satunya pabrik yang memiliki pembatik laki-laki itu adalah Batik Mahkota.

Untuk mengembangkan kampung ini, setiap tanggal 25 diadakan kegiatan budaya dalam berbagai bentuk, dari sarasehan, pagelaran seni tari, hingga pameran. Acara bulanan ini seluruhnya melibatkan warga Kampung Laweyan.

Untuk penginapan, Kampung Laweyan memang belum memiliki hotel. Namun, di sekitarnya telah tersedia hotel-hotel dengan tarif dari Rp 150.000,- hingga hampir Rp 1 juta per malam. Sementara, untuk keperluan makan-minum, di kawasan ini telah ada beberapa kafe.

Untuk transportasi, di dalam Kampung Laweyan tersedia becak wisata. Becak-becak ini mangkal di perempatan-perempatan kampung atau di dekat shelter yang tersedia di beberapa titik.

Baca juga: Jadi Gang Batik, Beginilah Kabar Gang Dolly Kini

Semula permukiman ulama

Selain di Kampoeng Batik Laweyan, Kampung Kauman juga dapat menjadi alternatif Anda berwisata batik. Secara administratif kampung ini bagian dari Kecamatan Pasar Kliwon, Solo. Batas utaranya Jln. Slamet Riyadi, batas baratnya Nonongan, batas selatannya Soyudan, dan batas timurnya alun-alun.

Keberadaan Kampung Kauman ini tak lepas dari keberadaan Keraton Surakarta. Kampung ini dibangun bersamaan dengan berdirinya Masjid Agung. Di sinilah tempat bermukim para ulama pada masa lampau.

"Karena letaknya strategis, dekat karaton, ada pusat religinya, dekat pasar, dan dikelilingi pusat-pusat bisnis yang telah tertata sejak dulu, maka warga kauman tidak hanya ulama abdi dalem keraton, tetapi juga penghasil batik, kuluk (topi), samir, dan makanan khas untuk keraton," jelas Gunawan Setiawan, Ketua Kampung Wisata Batik Kauman yang dibentuk pada 2006.

Kini, di tempat ini terdapat tak kurang dari 70 pengusaha batik. Dalam catatan Gunawan, di kampung ini terdapat sekitar 50 galeri batik. "Sekarang, wisatawan gampang sekali mendapatkan showroom batik," ujarnya.

Kalau Anda memasuki kampung wisata batik ini, di beberapa sudut dalam kampung kita dapat dengan mudah menemukan rambu "Kampoeng Wisata Batik Kauman" dan rambu penunjuk arah.

Baca juga: Kesetiaan Membatik Secara Tradisional Sejak Zaman Jepang Alan Mbah Kulsum

Mirip di Kampung Laweyan, di kampung ini Anda juga dapat melakukan berbagai atraksi wisata, dari sekadar cuci mata atau berbelanja batik, belajar membatik, hingga belajar tentang perkembangan batik di Surakarta melalui museum-museum batik yang dimiliki para pengusaha batik di Kauman.

Untuk urusan belanja, galeri batik di Kauman menyediakan beragam produk berbahan batik. Jenis batik yang digunakan sebagai bahan produk-produk itu juga sangat beragam.

Tak cuma belanja. Di Kauman Anda juga dapat belajar membatik. Menurut Gunawan, ada sekitar lima pengusaha batik di Kauman, termasuk dirinya, yang membuka pintu pabriknya bagi pengunjung untuk belajar membatik.

Dengan membayar sekitar Rp 15.000,- - Rp 50.000,-, Anda dapat memperoleh kesempatan belajar membatik di atas selembar kain. Hasilnya kemudian dibingkai dan menjadi cendera mata Anda.

Beberapa pengusaha batik Kauman juga memiliki museum-museum pribadi yang dapat Anda kunjungi secara gratis. Di dalamnya dipamerkan batik khas Kauman dan batik-batik khas Surakarta. Seorang pemandu akan menemani Anda melihat koleksi museum dan menjelaskan kepada Anda soal motif dan makna motif itu, bahan, tahun pembuatan, serta penggunaannya.

Baca juga: Memperingati Hari Batik Nasional: Batik Oey Soe Tjoen yang Bersikukuh dengan Kekhasan

Untuk urusan penginapan, di kampung ini terdapat dua homestay yang bisa dijadikan tempat menginap. Bangunan keduanya merupakan peninggalan juragan batik tempo dulu. Tarifnya hanya berkisar Rp 110.000,- - Rp 375.000,-.

Awas, jangan disentuh!

Belum puas dengan belanja batik di kampung batik? Cobalah ke pasar batik terbesar di Indonesia. Pasar Klewer namanya. Letaknya di sebelah barat Keraton Kasunanan Surakarta. Dari Kampung Kauman Anda cukup berjalan kaki atau naik becak.

Di pasar tradisional dua lantai ini dijual beragam jenis pakaian batik. Baik untuk anak-anak maupun dewasa, untuk pria dan wanita. Jenisnya dari batik cap hingga batik tulis. Harganya mulai puluhan ribu rupiah hingga ratusan ribu rupiah.

Menariknya, saat transaksi di pasar yang awal berdirinya bernama Pasar Slompretan ini, Anda mesti berani menawar. Namun, harga jadi untuk satu produk akan sama antara toko satu dengan yang lainnya. Jadi Anda tak perlu khawatir mendapat harga yang terlalu mahal, karena harga standar untuk suatu produk sudah dipatok untuk semua toko.

Menurut Totok Supriyanto, S.Sos., MM, Kepala Pasar Klewer, di pasar yang dibangun pada tahun 1970 dan 1986 ini terdapat sekitar 100 pedagang yang khusus menjual kain dan pakaian batik, baik sebagai grosir maupun pedagang eceran.

Baca juga: Kampung Batik Jetis Sidoarjo, Berdiri Sejak 1675

"Mereka yang bertindak sebagai grosir biasanya memberitahukan kepada pembeli bahwa ia tidak menjual eceran. Kalau membeli satu tidak bisa, minimal tiga lembar," ungkap Totok.

Kalau Anda ingin membeli kain atau pakaian batik berkualitas, cobalah berkunjung ke House of Danar Hadi. Lokasinya di Jln. Slamet Riyadi, sekitar 1 km dari Pasar Klewer. Di sini Anda dapat membeli kain dan pakaian batik yang dihasilkan oleh pabrik batik Danar Hadi.

Bahannya, dari katun hingga sutra. Jenisnya, dari batik cap hingga batik tulis. Harganya berkisar ratusan ribu rupiah hingga Rp 5 juta per potong.

Anda juga dapat mempelajari perkembangan batik di Indonesia di Museum Batik Danar Hadi yang terletak di belakang galeri. Di museum yang didirikan H. Santosa Doellah, pemilik pabrik batik Danar Hadi, ini dipamerkan sembilan jenis batik menurut pengaruh zaman dan lingkungannya.

"Jadi batik yang dipamerkan bukan berdasarkan usia, tapi berdasarkan pengaruh zaman dan lingkungan saat batik itu dibuat," tutur Aryo Prakoso, staf museum. Misalnya, batik Belanda. Batik itu ada pada zaman penjajahan Belanda. Motifnya berdasarkan pemikiran orang Belanda, tapi yang membatik orang Indonesia.

Baca juga: World Craft Council Jadikan Yogyakarta Sebagai Kota Batik Dunia

Dengan membeli tiket masuk Rp 25.000,- (dewasa) atau Rp 15.000,- (pelajar) Anda bisa melihat koleksi batik milik Santoso. "Tapi ada syaratnya, (pengunjung) harus dipandu," jelas Aryo.

Kalau tanpa dipandu dikhawatirkan koleksi akan disentuh oleh pengunjung. "Takutnya merusak koleksi karena tangan kita 'kan mengandung garam," tambahnya.

Pengunjung juga dilarang memotret, soalnya seluruh koleksi Museum Danar Hadi menggunakan pewarna alam yang dapat rusak bila terlalu sering terpapar lampu kilat kamera.

Di salah satu bagian museum, Anda juga dapat melihat contoh hasil setiap tahapan proses pembuatan batik dan bahan yang digunakan pada setiap tahapan itu. Sementara, untuk mengetahui prosesnya, Anda dapat melihat proses produksi batik di pabriknya yang berada tepat di belakang museum.

Kalau menghendaki (tentu dengan perjanjian), Anda juga dapat belajar membatik. "Tapi dengan paket-paket khusus," jelas Aryo. Biayanya Rp 150.000,-/orang. Hasil belajar membatik dengan satu warna ini bisa dibawa pulang sebagai cendera mata.

Dengan konsep terpadu ini masyarakat tidak cuma menikmati hasil kerajinan batik, tapi juga mengetahui perkembangan dan cara membuatnya. "Dengan konsep one stop shopping ini, kami bisa menambah aset wisata, melestarikan batik, dan dapat laba dari penjualan toko," tutup Aryo.

Berminat? (I Gede Agung Yudana – Intisari Juni 2009)

Baca juga: Pasar Klewer, Surga Batik di Kota Solo

Artikel Terkait