Intisari-Online.com- Alkisah, ada sebuah tradisi di suatu desa yang membuang orang yang sudah tua atau lansia ke dalam hutan. Alasan mereka dibuang adalah agar tidak menjadi beban anak-anaknya.
Suatu hari, seorang pemuda berniat membuang ibunya yang sudah lansia dan lemah ke hutan. Meskipun berat, si pemuda harus patuh dengan tradisi itu.
Si pemuda menyusuri hutan sambil menggendong ibunya. Ibunya yang sudah tidak berdaya, hanya mengikuti apa yang dilakukan putra semata wayangnya itu. Tapi diam-diam, sang ibu mengambil ranting pohon dan mematahkannya lalu menebarnya di sepanjang jalan yang mereka lalui.
Setelah berjalan berjam-jam, keduanya sampai dalam hutan. Si pemuda menurunkan sang ibu dan berkata, “Ibu, di sinilah tempat ibu selanjutnya. Aku berharap ibu tinggal dengan damai di sini,” kata si pemuda sambil menahan air mata.
Perlahan, si pemuda memundurkan langkahnya. Satu langkah. Dua langkah. Lima langkah. Ketika ia ingin berbalik, sang ibu memanggilnya.
Si pemuda menatap ibunya yang sedang tersenyum. Tidak ada wajah ketakutan dan kesedihan.
“Anakku sayang. Ingatlah bahwa ibu selalu menyayangimu. Ketika kau masih di dalam kandungan bahkan sampai hari ini. Ibu akan melakukan apapun untukmu. Tapi ibu sadar jika ibu tidak akan bertahan lama. Nanti…. Suatu saat nanti, ketika ibu sudah tidak ada di dunia ini, percayalah bahwa doa ibu akan selalu bersama mu,” kata sang ibu tenang. Sementara sang anak sudah menangis.
“Sekarang saatnya kau pergi. Untuk jalan pulang, ibu sudah menandai sepanjang jalan yang kita lalui dengan ranting pohon. Ikutilah tanda itu agar nantinya kau tidak tersesat,” lanjut sang ibu.
Bukannya pergi menjauh, si pemuda lalu datang memeluk ibunya dan menangis. Ia merasa begitu bodoh mempercayai tradisi tersebut dengan membuang orang yang paling mengasihinya di dunia ini. Ia berjanji dalam hati bahwa ia akan merawat ibunya sampai Tuhan datang memisahkan keduanya.
Akhirnya, ia kembali menggendong ibunya dan berjalan bersama untuk pulang ke rumah.
Bagi seorang ibu, keselamatan anaknya adalah segalanya. Bahkan lebih penting dari keselamatan dirinya sendiri.