Selain pangkalan, sarana dan prasarana yang diserahkan kepada AURIS meliputi sebuah hanggar, bengkel pemeliharaan pesawat, dan sejumlah pesawat.
Di antaranya tujuh Piper Cub, delapan Harvard, 36 Dakota, 25 pembom B-25 Mitchel, 12 pesawat angkut Lockheed (L-12), dan 28 pesawat pemburu P-51 Mustang.
Pada akhir acara penyerahan, dilakukan penggantian tanda kepangkatan sejumlah anggota yang berasal dari ML dan kemudian memilih bergabung dengan AURIS.
Proses serah terima dari ML ke AURIS ternyata berjalan lancar. Dalam waktu relatif singkat AURIS berhasil melakukan konsolidasi yang dalam sejarah TNI AU dikenal sebagai Program Kerja Kilat.
Program ini intinya adalah bahwa AURIS diberi mandat dalam waktu singkat untuk menyusun organisasi Angkatan Udara dalam bentuk sementara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Program ini direncanakan harus sudah selesai pada tahun 1951. Seperti berpacu dengan waktu, AURIS juga sudah memiliki markas besar yang berlokasi di Jakarta disusul dibekukannya organisasi dengan status langsung berada di bawah Menteri Pertahanan.
Jauh sebelum itu, KSAU juga sudah mengeluarkan surat keputusan berupa pembentukan sejumlah skadron udara.
Yaitu meliputi skadron intai laut, transport, pemburu, intai darat dan skadron intai sedang.
Karena begitu banyaknya pesawat diperoleh dari ML, setiap skadron diperkuat oleh setidaknya 20 pesawat, kecuali skadron intai laut yang berkekuatan hanya 12 pesawat.
Jika tidak diserang oleh Belanda melalui agresi kedua, RI sebenarnya tidak mungkin memiliki semua pesawat-pesawat tempur itu dalam waktu singkat.
Jadi agresi militer kedua Belanda yang hanya bertahan selama 1 tahun itu ternyata merupakan ‘berkah dan sekaligus rezeki nonplok’ bagi RI.
Pasalnya hampir semua peralatan militer Belanda, khususnya pesawat-pesawat tempur menjadi milik RI dalam waktu singkat.
(Sumber: Pesawat Kombatan TNI AU Edisi Koleksi Angkasa No.72 2011)
Source | : | dari berbagai sumber,liputan lapangan |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR