Advertorial
Intisari-Online.com- Lawan yang paling ditakuti pasukan infantri dalam konflik militer adalah sniper atau penembak jitu.
Dari tangan merekalah nyawa musuh dapat terhapus dari jarak kejauhan dengan akurasi luar biasa.
Negara-negara yang terlibat perang pun sadar bahwa mereka harus melepaskan pandangan tradisional mengenai perempuan.
Kemudian sebagai langkah selanjutnya: perempuan mengambil peran dalam pertempuran.
Baca Juga:Ini Kata Pakar Lho: Perempuan Dilarang Buang Air Kecil Sebelum Berhubungan Suami-Istri
Ketika Jerman meluncurkan Operasi Barbarossa dan menginvasi Rusia, Tentara Merah mengalami kerugian besar baik dalam personel maupun peralatan.
Pada tahap ini, hierarki militer tahu bahwa mereka harus mengubah pandangan mereka tentang peranan perempuan.
Hal ini diikuti dengan langkah merekrut para perempuan ke dalam jajaran militer.
Baca Juga:Biker Wanita Ini Tak akan Pulang ke Negaranya Sebelum Para Pemerkosanya Dipenjara
Perkiraan menunjukkan bahwa sekitar 800.000 wanita direkrut dengan sebagian mereka berperan sebagai perawat, sopir, koki, atau juru tulis.
Namun beberapa yang terpilih, 2.000 di antaranya, ditugaskan untuk menjadi sniper mematikan, sebuah peran yang adalah keunggulan mereka.
Mayor Jenderal Rusia Morozov mengatakan bahwaperempuan membawa sifat kesabaran dan kehati-hatian.
Bahkan karena perempuan memiliki tangan yang lebih kecil dan lebih lembut daripada pria, mereka dapat menarik pelatuk dengan lebih baik.
Baca Juga:Pascagempa Jepang, Orangtua Ini Temukan Rahasia Memalukan Anaknya di Kamarnya
Banyak dari para wanita ini benar-benar memenuhi ekspektasi atasanya dan menjelma menjadi penembak jitu yang ditakuti.
Dengan tangannya, para perempuan ini meninggalkan pasukan Jerman tanpa perwira-perwiranya.
Salah satu penembak jitu yang paling ditakuti dan mematikan adalah Lyudmila Pavlichenko.
Dia sebelumnya tengah meraih gelar masternya untuk pada jurusan sejarah di Universitas Kiev.
Baca Juga:Selalu Bikin Kisruh, Negara Israel Ternyata Didirikan dengan Cara 'Mencuri'
Namun saat Jerman menginvasi, dia segera meninggalkan studinya dan mendaftar sebagai tentara.
Kantor perekrutan mencoba menempatkan Pavlichenko sebagai perawat.
Tapi dia berkeras untuk dapat mengikuti pertempuran.
Dia pun segera dikirim ke sebuah bukit kecil oleh Tentara Merah, di situ kemampuannya diuji.
Baca Juga:Meski Terlihat Biasa, Rumah Ini Memiliki Ruang Rahasia yang Menyembunyikan Kejahatan Besar
Pavlichenko diperintahkan untuk menembak dua orang Rumania yang membantu pasukan Jerman.
Kedua target berada pada jarak yang jauh, tetapi dia dengan mudah menjatuhkannya.
Akhirnya, dia pun dikirim ke Divisi Rifle Chapayev ke-25.
Dalam waktu kurang dari satu tahun tugas tempur, dia dikreditkan dengan 309 pembunuhan, termasuk 36 sniper Jerman.
Baca Juga:Bukan Danau Toba, Inilah Danau Terdalam di Indonesia, Ada Gua Tengkorak di Dalamnya
Penghitungan ini menjadikannya salah satu penembak jitu paling mematikan dalam sejarah peperangan.
Sebagai perempuan, dia pun tak lepas dari berbagai pertanyaan yang baginya sungguh tak masuk akal hingga membuatnya frustasi.
Pertanyaan-pertanyaan itu datang dalam tur yang dilakukannya ke Amerika, Kanada, dan Inggris untuk mempromosikan upaya perang.
Pavlichenko dibanjiri pertanyaan apakah dia mengenakan riasan dalam pertempuran.
Baca Juga:Dikenal Sebagai Pasukan Kejam dan Brutal, Para Personel SS Nazi Ternyata Punya Selera Humor Tinggi
Atau tentang bagaimana pandangannya mengenai mode dan gaya rambut bagi personil militer.
Akhirnya, dalam pidato yang diberikan di Chicago pada tahun 1942, dia berkata:
“Tuan-tuan, saya berusia 25 tahun, dan saya telah membunuh 309 orang fasis sekarang. Apakah Anda tidak berpikir, Tuan-tuan?"
Sekembalinya ke Rusia, dia dihargai dengan Pahlawan Uni Soviet, kehormatan tertinggi negaranya, dan dipromosikan menjadi mayor.
Dia terus melatih penembak jitu untuk sisa perang dan saat perdamaian diumumkan Pavlichenko melanjutkan studinya dan menjadi sejarawan.
Baca Juga:Punya Potensi Gigi Berlubang? Lakukan 8 Cara Mudah Ini untuk Memulihkannya