Advertorial

Pesawatnya Ditembak Jatuh Jepang, Tentara Belanda Ini Malah Menjadi Penerjun Pertama di Indonesia, Kok Bisa?

Agustinus Winardi
Agustinus Winardi
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Intisari-Online.com -Sejak awal berdirinya AURI (TNI AU), KSAU Suryadi Suryadarma (1960-1962) berusaha memikirkan setiap detail kemungkinan perkembangan dan tantangan AURI yang akan terjadi hingga jauh ke depan.

Di antaranya adalah upaya untuk melindungi dan mempertahankan pangkalan udara dari serangan musuh baik dari darat maupun udara dan saat itu musuh yang paling mengancam adalah Belanda.

Untuk kepentingan itu Suryadarma telah mempersiapkan langkah antisipasi sejak dini.

Ia membentuk Pasukan Pertahanan Pangkalan atau PPP yang saat ini menjadi pasukan elit TNI AU, Paskhas.

Baca juga:TNI AU, Kekuatan Udara RI yang dari Sejarahnya Justru Dibesarkan oleh Negara yang Pernah Menjajah Indonesia

Ketika dibentuk anggota PPP direkrut dari para pemuda setempat.

Meskipun fasilitasnya masih serba minim dan sederhana, bahkan untuk persenjataan perorangan masih banyak yang menggunakan bambu runcing dan klewang, tetapi semangat perjuangan mereka sangat tinggi.

Untuk persenjataan anti-serangan udara, PPP melakukan modifikasi berupa senjata mitraliur kaliber 12,7 mm yang berasal dari copotan senjata pesawat-pesawat eks Angkatan Udara Jepang.

Selain membentuk PPP, Suryadarma juga ingin mewujudkan impian bahwa AURI harus memiliki satu unit pasukan mobile (gerak cepat) yang dapat diterjunkan dari udara dalam situasi yang memang diperlukan.

Baca juga:A-4 Skyhawk Jet Tempur Pembom Nuklir TNI AU Asal Israel yang Ternyata Berteknologi Seperti Motor Vespa. Kok Bisa?

Cita-cita Suryadarma ternyata dapat terlaksana dengan ditemukannya sejumlah parasut peninggalan tentara Jepang yang tersimpan di dalam gudang pangkalan AURI Yogyakarta dengan kondisi yang masih bagus dan layak pakai.

Pada 12 Februari 1946, AURI melakukan percobaan penerjunan yang pertama di Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta, dengan menggunakan parasut.

Penerjunan seharusnya menggunakan pesawat angkut C-47 Dakota tapi karena faktor keterbatasan, saat itu hanya menggunakan pesawat yang memiliki dua tempat duduk peninggalan Jepang.

Penerjunan pertama dilakukan dari ketinggian 2.300 kaki oleh tiga orang penerjun. Para penerjun diterjunkan dari tiga buah pesawat Churen.

Baca juga:Maunya Serbu Pasukan Belanda dari Kampung Terdekat, Pasukan Gerak Cepat Tjepat AURI Justru Mendarat di Atap Markas Musuh

Penerbang Adisutjipto menerjunkan Amir Hamzah, penerbang Iswahyudi menerjunkan Legino, dan penerbang M. Suhodo menerjunkan Pungut.

Penerjunan pertama di alam Indonesia merdeka, yang berlangsung di Pangkalan Udara Maguwo disaksikan oleh Suryadarma sendiri dan Panglima Besar Sudirman serta para petinggi TNI lainnya.

Pada 8 Maret 1947, penerjunan kedua dilakukan di Pangkalan Udara Maguwo, bertepatan dengan momen Wing Day, yaitu hari wisuda kadet penerbang.

Penerjunan kedua dilakukan oleh dua orang penerjun Soedjono dan Soekotjo, dengan dua orang penerbang pesawatnya adalah Gunadi dan Adisutjipto.

Penerjunan disaksikan langsung oleh Presiden Soekarno beserta Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan para petinggi TNI termasuk pula masyarakat Yogyakarta.

Menurut Suryadarma, dalam buku Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas 2017, Budiardjo sebenarnya adalah penerjun Indonesia pertama.

Budiardjo melakukan terjun payung dari pesawat saat dirinya bertugas di Militair Luhtvaart (AU Belanda).

Meski peristiwa penerjunan itu terjadi secara tidak sengaja, disebabkan pesawatnya ditembak oleh tentara Jepang.

Akibatnya ia terpaksa menerjunkan dirinya dari pesawat yang akan jatuh, Budiardjo tetap merupakan orang Indonesia pertama yang terjun dari pesawat terbang dengan menggunakan parasut.

Namun peristiwa penerjunan Budiardjo terjadi pada era Hindia-Belanda, sedangkan momen penerjunan yang dicatat oleh negara adalah yang dilakukan di masa Republik Indonesia merdeka.

Maka secara resmi Amir Hamzah, Legino dan Pungut diakui sebagai penerjun pertama era Republik Indonesia, dan para penerjun kedua adalah Soedjono dan Soekotjo.

(Sumber Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma Penerbit Buku Kompas 2017)

Baca juga:Danau Toba Lahir dari Letusan Maha Dahsyat yang Membuat Bumi 'Berhenti' Selama Enam Tahun

Artikel Terkait