Baca juga: Kapal Tenggelam di Danau Toba, Begini Cara Mudah Mengambang di Atas Air Seperti Daun
Gejala Hipotermia
Banyaknya kejadian hipotermia seolah tidak dijadikan pelajaran bagi para pendaki gunung.
Para pendaki kerap salah mengidentifikasi gejala hipotermia, yang berakibat kesalahan pada penanganannya.
Dikutip dari buku Mountaineering-The Freedom of the Hills karangan Edelstein, Li, Silverberg, dan Decker (2009), hipotermia adalah suatu kondisi ketika mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin.
Biasanya, suhu bagian dalam tubuh di bawah 35 °C (95°F). Tubuh manusia mampu mengatur suhu pada zona termonetral, yaitu antara 36,5-37,5 °C.
Pada suhu ini, mekanisme kompensasi fisiologis tubuh gagal untuk menjaga panas tubuh (Fauci, 2008).
Dalam buku yang mahsyur di kalangan pendaki tersebut, hipotermia masuk dalam kategori exposure, yaitu kelelahan fisik yang disebabkan oleh keadaan alam atau lingkungan.
Anggota Senior Mountaineering Wanadri, Djukardi ‘Adriana’ Bongkeng, mengatakan selain karena minimnya perencanaan dan persiapan pendakian, banyak pendaki pemula minim pengetahuan terkait hal-hal non teknis seperti hipotermia.
“Hipotermia biasa terjadi pada keadaan basah dan berangin di tempat yang dingin, medan yang ditempuh tidak terlalu menentukan, justru persiapan kita yang menentukan,” tutur Djukardi ‘Adriana’ Bongkeng, saat dihubungi KompasTravel, Selasa (16/5/2018).
Ia mengatakan hipotermia terbagi ke dalam beberapa fase atau stadium. Gejalanya mulai dari pusing, menggigil, hingga halusinasi seperti kesurupan.
Meski berawal dari gejala ringan, penyakit ini banyak menyebabkan kematian. Simak gejalanya berikut ini.
Stadium Ringan
Source | : | Kompas.com,tribunnew.com |
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR