Intisari-Online.com – Alkisah, hiduplah sepasang merpati. Mereka menghabiskan hari mereka untuk mencari makanan. Di malam hari mereka akan datang dan beristirahat di pohon favorit mereka di hutan.
Suatu malam, istri merpati pulang lebih awal. Seperti biasa, ia sedang menunggu sang suami, ketika tiba-tiba hujan turun. Ia sedikit khawatir. “Di manakah kau sayang. Kau tidak pernah terlambat begini,” bisiknya pada dirinya sendiri.
Saat itu ia melihat seorang penangkap burung datang ke arahnya. Dalam sangkar yang dibawanya ia melihat seekor merpati. Itu suaminya! “Oh, tidak! Apa yang harus saya lakukan sekarang... saya berharap bisa membantu suami saya,” katanya. Ia berusaha keras untuk mengalihkan perhatian penangkap burung dengan mengepakkan sayapnya, tapi semua sia-sia.
Segera, hujan berhenti. “Brrr... ini benar-benar dingin,” kata penangkap burung. Bajunya basah. Ia memutuskan untuk duduk di bawah pohon yang ditempati oleh sepasang merpati itu tinggal.
Istri yang malang duduk di sangkar tempat suaminya ditahan. Ia mulai menangis. Suaminya berkata, “Jangan sedih, sayang. Kita sekarang memiliki tamu. Orang ini menggigil dan lapar. Ia membutuhkan bantuanmu.”
Mendengar itu, sang istri terbang di sekitar situ lalu mencari ranting kering. Ia membuat api untuk si penangkap burung. Lalu, ia melihat penangkap burung dan berkata, “Anda adalah tamu kami, karena saya tidak memiliki makanan untuk ditawarkan, saya akan melompat ke dalam api ini. Dalam beberapa menit aku akan menjadi makanan yang bisa Anda makan. Anda dapat memakan saya.”
Sekarang, penangkap burung itu kewalahan oleh keramahan pasangan merpati yang rendah hati itu. Ia menghentikan aksi istri merpati yang hendak melompat ke dalam api. Ia pun membuka sangkar dan mengatur agar suami merpati bebas. “Saya telah kejam dan egois. Saya tidak akan pernah menangkap burung lagi,” kata penangkap burung itu dan pergi. Sepasang merpati itu senang bisa bertemu kembali.