Intisari-Online.com – Sebagai manusia normal sesungguhnya Djoko kepingin hidup bahagia. Namun perilakunya yang kasar dan pemarah terkadang justru merugikan citra dirinya di mata orang lain. Ia sering dijauhi orang.
“Kalau ingin bahagia, kamu harus selalu berpikir dan bertindak yang menyenangkan. Untuk itu kamu perlu mengenakan topeng ini,” ujar seorang teman menasehatinya. Jangan bayangkan itu sebuah topeng tradisional dari kayu seperti dalam panggung pertunjukan. Topeng itu terbuat dari bahan seperti kulit manusia, sehingga orang lain tidak menyadari. Itu lo seperti penyamaran di film-film Hollywood. Yang jelas, persis wajah Djoko, hanya dengan raut muka yang lebih ramah dan lembut.
Benarlah. Sejak mengenakan topeng, hidup Djoko terasa lebih menyenangkan. Orang-orang yang bertemu dengannya selalu menunjukkan sikap ramah dan gembira. Padahal sebelumnya, jarang sekali orang tersenyum pada Djoko, biasanya mereka diam atau takut. Seiring berjalannya waktu, ia jadi mudah bergaul dan memiliki banyak teman. Ia bisa menghargai orang lain dan menyenangkan mereka.
Namun demikian lama-kelamaan batinnya tersiksa, “Meski topeng ini sudah begitu banyak memperbaiki kehidupanku, tapi ini palsu. Ini bukan wajah asliku,” begitu pikirnya. Lantas ia memutuskan mengelupas topeng dan memperlihatkan jati diri sebenarnya, meski risikonya bisa ditinggalkan para sahabat.
Betapa terperanjatnya Djoko di depan cermin ketika mendapati kerutan-kerutan di alisnya sudah halus. Guratan cemberut di wajahnya sebelum memakai topeng itu, hilang. Sementara lengkungan bibirnya menciptakan senyuman yang manis. Wajahnya kini persis seperti topeng yang baru saja dikelupas. “Luar biasa! Aku terlahir jadi orang baru.” Kabar gembira itu ia sampaikan kepada sang teman.
“Sesungguhnya inilah wajah aslimu. Topeng itu hanya untuk mengingatkan kamu kembali,” begitu komentar temannya singkat.
Petuah klasik di atas rasanya masih terlalu faktual meretas zaman. Tak keliru bila sastrawan sohor Inggris pemenang Nobel Kesusasteraan 1923, William Butler Yeats, mengiyakan. “Menurutku, kebahagiaan itu tergantung pada kekuatan kita dalam mengenakan topeng diri yang berbeda. Kegembiraan, kreativitas hidup adalah proses kelahiran kembali diri kita menjadi orang lain, yang tak memiliki memori, yang tercipta dalam sesaat dan terus-menerus diperbaharui.
Apakah kita perlu minta bantuan topeng kita yang asli?