Mendapat Ujian? Bersyukurlah!

K. Tatik Wardayati
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

ilustrasi
ilustrasi

Intisari-Online.com – Zaman dahulu ada seorang laki-laki yang hidup di sebuah desa. Ketika sedang bersantai pada suatu sore, dia bergumam, “Wahai diriku, andai saja aku punya seorang istri yang tidak perlu makan.”

Malam itu seorang gadis yang belum pernah dia lihat sebelumnya datang kepadanya dan bertanya, “Apakah ini rumah laki-laki yang menginginkan seorang istri yang tidak perlu makan? Aku gadis yang tidak makan dan juga seorang pekerja keras. Maukah kau menjadikanku seorang istri?”

Laki-laki itu tersadar akan gumamannya sore tadi. Meskipun dia menolak, gadis itu tetap tidak mau pergi. Akhirnya, dia tidak punya pilihan selain mengizinkan gadis itu tinggal bersamanya sebagai istri. Benar, wanita itu bekerja dengan baik dan tidak makan apa pun. Namun, entah bagaimana, persediaan beras yang dimiliki laki-laki itu berkurang banyak. Lelaki itu menjadi curiga dan ingin mengetahui apa yang terjadi. Dia berpura-pura meninggalkan rumah. Namun, sebenarnya dia hanya memutari rumah dan memanjat ke atas rumahnya, lalu bersembunyi di sana untuk memata-matai istrinya.

Dia melihat istrinya menjerang air di atas kompor lalu memasukkan berkilo-kilo beras ke dalam air yang mendidih dan mulai memasaknya. Lalu, dia pergi ke gudang untuk mengambil kacang dan menyalakan api untuk memasaknya. Dia pun memanaskan sebuah panci besar untuk sup kacang. Setelah itu, dia mengambil sehelai papan kayu yang dicopotnya dari kayu pintu dan meletakkannya di sebelah pintu masuk dapur. Di sepanjang papan itu, dia menyusun sederet nasi berbentuk bola besar yang dimasaknya tadi.

Setelah semua siap, dia mengurai rambut. Ternyata di tengah kepalanya ada sebuah lubang seperti mulut yang sangat besar. Dia lalu memasukkan satu per satu bola nasi itu dan menuangkan semua sup kacang sekaligus ke lubang di kepalanya. Tanpa dia sadari suaminya melihat semua itu. Setelah selesai, dia merapikan rambutnya ke belakang dan kembali bersikap seperti seorang istri yang baik. Ternyata dia adalah siluman.

“Ya Tuhan, aku beristrikan siluman,” pikir laki-laki itu. “Aku harus cepat mengusirnya pergi, bagaimanapun caranya.”

Petang itu sang suami sengaja mengotori sandal dengan debu sehingga terkesan habis bepergia. Dia pulang ke rumah seakan tidak mengetahui apa pun. “Tak masalah jika kau tidak makan, tapi kau bukan istri yang tepat untukku,” katanya. “Aku akan memberimu apa pun yang kau mau asal kau pergi dari rumahku,” sambungnya lagi.

“Aku akna pergi asal kau membuatkanku sebuah bak mandi besar,” jawab istrinya.

“Bak mandi adalah hal mudah. Akan kubuatkan.” Sang suami segera membuat lalu memberikan baik itu kepada istrinya.

Namun, istrinya tiba-tiba menangkap sang suami dengan sigap dan memasukkannya ke bak mandi. Lalu, dia mengangkat bak mandi itu ke atas kepalanya dan bergegas pergi ke pegunungan. Sang suami berusaha melarikan diri dengan memanjat ke luar, tapi bak itu terlalu dalam sehingga dia tidak bisa keluar.

Tiba-tiba siluman itu berhenti di bawah bayangan sebuah pohon besar untuk beristirahat sebentar. Sang suami berpikir itulah kesempatan untuk melarikan diri. Dia pun meraih cabang pohon y ang menggantung tepat di atas bak mandi. Sambil menariknya dia merangkak naik ke luar bak.

Siluman itu melanjutkan perjalanan dengan membawa bak mandi yang kosong. Dia tidak sadar suaminya berhasil melarikan diri. Setelah beberapa lama dia baru menyadarinya. Dia pun bergegas menyusul suaminya.

Karena khawatir siluman itu kembali ke rumah dan menangkapnya lagi, sang suami mencari tempat untuk bersembunyi. Dia merangkak di antara rimbun pepohonan, diikuti oleh sang siluman. Namun, keberuntungan berada di pihaknya. Daun-daun bunga iris menusuk mata siluman itu dan batang bunga lokatmala menusuk mata kirinya, membuat matanya buta. Karena buta, dia berjalan tanpa arah, terjatuh ke dalam sungai, dan tenggelam. Tubuhnya tersapu arus dan hilang dari pandangan.

Kejadian itu terjadi pada hari kelima bulan kelima sehingga sejak saat itu diadakan perayaan yang dinamanan Festival Mei. Pada hari itu kedua tanaman tersebut selalu ditempatkan di atap rumah dan daunnya dimasukkan ke air yang digunakan untuk mandi. Hal itu dilakukan untuk mencegah terulangnya kejadian tersebut.

Penderitaan dan cobaan akan membuat kita bijak dan kuat menghadapi kehidupan. Namun, itu saja belum cukup karena harapan akan membuat kita bersikap positif terhadap kehidupan.

Artikel Terkait