Yoga Gembira: Tak Hanya Beryoga, Tapi Juga Berilmu dan Beramal

Ilham Pradipta M.
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Para peserta yang memiliki pengetahuan selain yoga, boleh membuat ?kelas? sendiri pada sesi sharing.
Para peserta yang memiliki pengetahuan selain yoga, boleh membuat ?kelas? sendiri pada sesi sharing.

“Taman kota bisa memberi inspirasi sehat pada kita,” ujar YudhiWiddyantoro Pendiri Yoga Gembira, disingkat Yogem. Komunitas ini sering kali menghiasi Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat pada hari Minggu. Sekitar 50 hingga 70 orang bersama-sama melakukan berbagai postur yoga. Mulai dari anak kecil hingga lansia.

Dalam pelaksanaannya, Yogem juga memfokuskan pada kerja sama tim. Terdapat beberapa gerakan di dalamnya yang mengharuskan peserta bekerja sama dengan peserta lainnya. Sebenarnya hal ini bukan tanpa alasan, tujuannya agar mereka berinteraksi satu sama lain. Alhasil, kerjasama itu membuat suasana menjadi lebih ceria.

Komunitas Yogem sebenarnya tidak hanya beryoga saja. Selepas beryoga, komunitas yang bermoto “Beryoga, Bergembira, Berilmu, dan Beramal” ini tak lantas balik kanan bubar jalan. Mereka akan melakukan “pintong”. Ini bukan nama sebuah postur yoga, tapi kepanjangan dari “pindah tongkrongan”. Maksudnya mencari sarapan atau bermain bersama ke tempat lain.

“Pokoknya mencari kegiatan bersama yang membuat akrab. Juga menambah teman. Jadi, ada tambahan kegembiraan,” ujar Yudhi.

Keberagaman latar belakang anggota Yogem yang sekitar 80 orang tentu akan menambah wawasan dan ilmu baru. Soalnya, para peserta yang memiliki pengetahuan selain yoga, boleh membuat ‘kelas’ sendiri pada sesi sharing. “Misalnya ada peserta yang memiliki keterampilan menulis cerita, boleh berbagi ilmu dengan peserta lainnya,” jelas Adeline.

Dalam aktivitasnya Yogem sama sekali tak memungut biaya pada pesertanya. Hanya saja, tiap kali sesi yoga Yogem mengedarkan “kotak sumbangan” ala kadarnya. Uang yang terkumpul akan digunakan untuk kegitan sosial. Seperti sumbangan pada korban bencana alam atau bantuan untuk pembangunan sekolah. Peserta Yogem menyebutnya dengan sebutan “susu tante” atau “Sumbangan Sukarela Tanpa Tekanan” .

Dulu, banyak orang beranggapan kalau yoga merupakan olahtubuh yang mahal. Telebih lagi eksklusif. Namun,Yogem terbukti mematahkan stigma tersebut. Kini yoga tak lagi hanya dapat dilakukan dalam sebuah studio. Atau memanggil instruktur yoga dengan biaya mahal ke kediaman kita. Sekarang, semua orang dari berbagai kalangan bebas beryoga ria di taman kota.

Artikel Terkait