Intisari-Online.com – Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), bersama negara-negara yang terkabung dalam Global Health Security Agenda (GHSA), terus aktif mengupayakan peningkatan ketahanan global, dalam menghadapi ancaman penyakit dan ancaman kesehatan lainnya.
GHSA sendiri telah memulai kolaborasinya sejak tiga tahun lalu, dan telah melewati berbagai ancaman penyakit. Sebut saja SARS, H1N1, Ebola, hingga Zika. Menurut Menteri Kesehatan (Menkes) Prof. Nila F. Moeloek, hal terpenting dalam GHSA adalah kemitraan dan dialog. Sebab tantangan dalam keamanan kesehatan global merupakan masalah bersama. Hal itulah yang disampaikannya dalam pembukaan Ministerial Conference for the Global Health Security Agenda, di Roterrdam, Belanda (12/10).
Dalam pertemuan itu, Menkes RI memaparkan beberapa kemajuan yang telah dicapai bersama dengan anggota GHSA lainnya di tahun 2016. Mulai dari mendukung revisi kerangka External Evaluation (JEE) Tool, membawa isu ancaman resistensi antimikroba (AMR) ke Majelis Umum Sidang PBB, dan implemantasi 11 Paket Aksi (Action Package) yang selaras dengan IHR 2005.
Menurut Kemenkes, JEET Tool dimaksudkan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam suatu negara, dan memperkuat kapasitas nasional serta kesiapan global untuk menghadapi ancaman pandemik kesehatan.
“Saya sangat percaya bahwa hasil penilaian akan menguntungkan setiap negara peserta dalam mengembangkan dan melaksanakan rencana aksi nasional, untuk mencapai masing-masing sasaran pembangunan kesehatan nasional," ujar Menkes.
Menkes juga mengatakan kalau pembangunan kesehatan tak hanya bisa mengandalkan sektor kesehatan saja. Makanya, kerja sama lintas sektor melalui pendekatan One Health penting untuk membangun kepercayaan dan pemahaman agar tujuan dan sasaran GHSA dapat tercapai. Sektor di sini seperti antara pemerintah dengan sektor non-pemerintah. Contoh, masyarakat sipil dan sektro swasta.