"Ketika Anda menempuh jalur ini, Anda tidak memikirkan kehidupan dunia. Apakah saya akan mendapatkan tempat tidur yang nyaman. Anda hanya memikirkan cara tercepat untuk meninggal dan memasuki surga."
Setelah wawancara, saya mengantarkannya ke pinggir kota. Saat meninggalkannya, saya melihatnya bermain dengan seekor kucing, mirip dengan para perempuan muda lainnya.
Banyak pendatang
Gothenburg adalah tempat kebanyakan rekrutmen jihad dilakukan. Dengan penduduk sekitar setengah juta orang, kota pelabuhan dan bekas pusat kekuasaan ini menjadi tempat asal dari 100 pria dan wanita yang pergi bergabung dengan milisi yang berperang untuk kekhalifahan.
Kota itu adalah salah satu yang memiliki penduduk yang paling beragam di Swedia. Sepertiga penduduknya berlatar belakang imigran, sebagian besar Muslim, dan di Angered, di kawasan pinggiran sebelah timur laut, proporsinya bahkan meningkat menjadi lebih 70 persen.
Kelangkaan perumahan di Swedia dan sulitnya mendapatkan rumah susun dengan sistem sewa yang dikendalikan untuk pusat kota menyebabkan kebanyakan pendatang baru tinggal di daerah ini, termasuk sebagian dari 160.000 orang yang mendapatkan suaka di Swedia tahun lalu.
Kawasan pinggiran Angered adalah tempat yang sulit untuk diamankan.
Sebagian daerahnya digolongkan "peka", begitulah istilah polisi Swedia, yang mengisyaratkan sering terjadinya pelanggaran hukum dan ketidakteraturan.
Saya diberi tahu bahwa sejumlah tokoh agama berusaha menerapkan syariah Islam. Mereka diduga melecehkan dan mengintimidasi penduduk, sebagian besar wanita, terkait dengan cara berpakaian dan karena mereka menghadiri pesta dengan alunan musik dan para tamu menari.
Mereka mengharamkan kegiatan seperti ini.
Sementara itu, dua pertiga anak-anak putus sekolah pada usia 15 tahun dan tingkat penganggurannya mencapai 11 persen, cukup tinggi berdasarkan standar Swedia. Mereka adalah anak-anak muda rapuh yang menjadi sasaran para ekstremis.
Ketidakpuasan
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR