Haruskah Yesus Ditampilkan Sebagai Pria Seksi?

Ade Sulaeman

Editor

Haruskah Yesus Ditampilkan Sebagai Pria Seksi?
Haruskah Yesus Ditampilkan Sebagai Pria Seksi?

Intisari-Online.com - Sebuah film baru berjudul Son of God akan segera beredar di AS. Sosok Yesus yang diperankan Diogo Morgado dalam film itu, menurut sejumlah orang, tampak seksi. Keseksian "Yesus Morgado" itu kemudian menjadi perbicangan ramai di Twitter dengan hastag "#HotJesus".

Wartawan CNN, Carol Costello, membahas topik itu dalam artikelnya di CNN.com pada Kamis (27/2/2014). Pertanyaan pokok Castello adalah: haruskah Yesus ditampilkan sebagai pria seksi?

"Saya tidak bermaksud untuk tidak bersikap hormat, tetapi ketika saya melihat trailer film baru, Son of God, saya mendapati diri saya terpesona saat melihat aktor yang memerankan Yesus. Diogo Morgado merupakan seorang pria seksi. Tampilannya sebagai Yesus lebih mirip Brad Pitt ketimbang pria baik berewokan dalam semua lukisan yang ada (tentang Yesus)," tulis Costello.

Costello bukan satu-satunya yang terpesona dengan Yesus versi Morgado itu. Sosok Yesus dalam film itu menginspirasi tagar, "#HotJesus" di Twitter.

Morgado sendiri telah menanggapi hal itu. Ia mengatakan kepada harian New York Times bahwa dia tidak ingin penampilannya mengalihkan perhatian orang dari fokus pesan film itu.

Jika pesan Yesus adalah cinta, harapan, dan kasih, dan saya dapat membawa hal itu kepada lebih banyak orang dengan menjadi Yesus yang lebih menarik, saya senang dengan hal itu," kata Morgado.

Menurut Costello, orang kini punya tren baru. Seorang Yesus "yang lebih menarik" bukan saja seorang nabi yang baik, dia... seksi.

"Kita tidak benar-benar tahu seperti apa (sosok fisik) Yesus. Kita tahu dia seorang tukang kayu, jadi mungkin Yesus itu berkulit coklat gelap. Namun, saya tidak berpikir ketika Nathanael, sebagaima ditulis dalam Alkitab, bertanya, "Nazareth! Mungkinkah ada sesuatu yang baik yang datang dari sana?" dan Filipus menjawab, "Mari dan lihatlah," mereka tengah membahas tentang wajah Yesus yang ganteng atau otot-ototnya."

Costello melanjutkan, Yesus, seperti yang digambarkan dalam berbagai lukisan yang tak terhitung jumlahnya, punya perut yang six-pack. Maka komedian dan penulis AS, Greg Behrendt, pun bercanda, "Saya ingin berotot, berotot seperti Yesus. Yesus berotot. Anda telah melihat foto-foto, kan? Dia berotot! Berotot. Dia anak Allah. Dia tidak akan jalan-jalan dan bilang saya sudah kembali gemuk hari ini, saya sudah sangat bengkak."

Pertanyaannya, mengapa Yesus harus seksi? Atau berotot? Atau bahkan tampan?

Costello mengutip Pater Robert B. Lawton, SJ, seorang imam Yesuit dan mantan presiden Loyola Marymount University, yang mengatakan, "Sama sekali tidak ada indikasi bahwa Yesus seorang yang tampan dan seksi. Justru ada ayat dalam Kitab Nabi Yesaya yang diambil untuk merujuk sosok Yesus. Di situ dikatakan:

"Ia tidak tampan dan tidak punya keagungan yang membuat kita harus memandang dia. Tampilannya tidak membuat kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan." (Yesaya 53:2-3)

Menurut Costello, walau itu bukan bukti yang konklusif, sangat mungkin bahwa Yesus bukanlah Brad Pitt Yahudi dari Palestina.

Namun pertanyaan lain muncul, mengapa Tuhan tidak menciptakan seorang putra yang sempurna?

Costello lalu mengutip Lisa Jenkins, pendeta senior Gereja Baptis St Matius di Harlem, AS. "Segala sesuatu yang seksi akan menarik orang. Orang-orang yang mungkin tidak ingin menonton film itu mungkin (jadi) ingin mengetahuinya, terutama yang non-Kristen," kata Lisa Jenkins.

Dalam pandangan Lisa, dia "Tidak melihat ada masalah dengan Yesus menjadi menarik mengingat konteks budaya kita," katanya. "Saya tidak mengingat Yesus yang tidak menarik untuk mata. Itulah Hollywood."

Jenkins lebih peduli dengan apa yang dia anggap gambaran yang tidak akurat tentang Yesus secara etnik.

Costello kemudian menyitir pendapat Pater James Martin, SJ, editor lepas America Magazine, dan penulis buku yang akan segera terbit, "Jesus: A Pilgrimage". "Tuhan tidak memilih untuk menjelmakan dirinya di Laguna Beach," kata Martin.

"Dia memilih untuk menjelmakan diri-Nya di tempat tertentu, pada waktu tertentu, pada orang tertentu. Dan orang itu adalah seorang Yahudi Palestina. Banyak orang yang mengalami waktu yang sulit dengan kemanusiaan Yesus ... semakin dekat Dia dengan kesempurnaan fisik manusia, semakin mudah bagi mereka untuk menerima Dia," lanjutnya.

Namun, Martin mengatakan, ada bahaya dalam hal itu. Yesus yang secara fisik sempurna membuat-Nya menjadi Allah yang berpura-pura menjadi laki-laki. Sementara Yesus adalah manusia dan ilahi. "Dia seperti kita dalam segala hal, kecuali dosa," kata Martin.

"Itu berarti, Dia punya tubuh, Dia jatuh sakit, Dia bisa lelah, Dia mungkin telah terkilir pergelangan kakinya. Ada ayat-ayat dalam Injil yang menunjukkan Dia jatuh tertidur karena Dia lelah."

Costello menyimpulkan, sifat-sifat itu membuat Yesus jadi jauh lebih mudah diakses. Jadi jauh lebih manusiawi.

Costello menutup tulisannya dengan mengatakan, "Saya mencoba untuk memunculkan seseorang yang masih hidup untuk dibandingkan dengan Yesus. Tentu saja, itu perbandingan yang mustahil. Sosok paling dekat yang saya bisa munculkan, sebagai seorang Katolik, adalah Paus Fransiskus. Saya dibesarkan untuk menghormatinya. Apakah karena dia seksi? Tentu saja tidak!" (kompas.com)