Intisari-Online.com – Obat gosok ternyata tak selalu memberi manfaat, terutama pada balita. Karenanya perlu hati-hati dalam memilih obat gosok bila ingin menghangatkan dada bayi Anda, seperti tulisan Drs. Suharjono, MS. di bawah ini.
Ini hasil penelitian dari University of Iowa Hospital and Clinic, AS, seorang anak perempuan berusia dua bulan tanpa diduga mengalami gangguan hati. Itu terjadi setelah ibunya mengoleskan cukup banyak obat gosok pada leher dan dadanya, tiga kali sehari selama lima hari berturut-turut. Untunglah, setelah pemberian obat gosok dihentikan, hati si bayi normal kembali.
Menurut Dr. Warren Bishop, direktur gastroenterologi anak universitas tersebut, obat gosok memang baunya enak dan membuat kulit terasa hangat. Namun, kalau obat itu mengandung kamfer, bisa mematikan sel-sel hati, bahkan dikhawatirkan bisa menyebabkan kematian kalau sampai termakan bayi.
Bayi memang sangat mudah keracunan karena kulitnya masih tipis dan peka. Lagi pula luas permukaan yang kena gosok relatif besar dibandingkan dengan berat total tubuhnya. Gejala ganggaun pada bayi teracuni obat gosok berkamfer melalui kulit misalnya pembengkakan pada lipatan paha.
Padahal pelbagai merek dagang obat gosok berkamfer dijual bebas di Indonesia. Karena harganya relatif murah, masyarakat dari golongan terbawah sampai atas banyak menggunakannya untuk mengobati pilek, sakit perut, pegal linu, dan lain sebagainya.
Informasi dalam kemasan
Kamfer merupakan senyawa organik turunan terpin siklik, yang berasal dari tanaman Cinnamomum camphora (Lauraceae).Tanaman ini banyak tumbuh di Cina, Taiwan, dan Jepang. Bentuknya kristal berwarna putih, baunya khas aromatik dan dapat menguap. Rasanya pahit, tapi bisa menyejukkan. Menurut catatan sejarah, pada awalnya bahan ini dipakai sebagai afrodisiak (perangsang nafsu seksual), kontrasepsi, abortifasien, serta supresor laktasi (penekan pembentukan susu). Belakangan kamfer sudah dibuat secara sintetik dan kebanyakan dimanfaatkan sebagai antiseptik dan rubefasien atau pengiritasi kulit.
Kamfer yang kita bicarakan ini lain dengan kamfer yang digunakan sebagai pengharum kamar, mobil, toilet, atau untuk mengusir serangga di almari kayu yang berisi pakaian atau buku. Jenis yang ini disebut kapur barus (kamfer borneo) yang diperoleh dari endapan dalam celah-celah dan rongga kayu tanaman Dryobalanops aromatica (familia Dipterocarpaceae) asal Kalimantan dan Sumatra. Kapur barus warnanya putih kekuningan sampai kuning kecokelatan, baunya khas mirip kamfer. Senyawa aktif dari kapur barus adalah d-borneol. Adakalanya bila untuk keperluan pengharum dan pengusir serangga digunakan senyawa organik Naftalena.
Saat seseorang merasa demam, obat gosok mengandung kamfer tadi sering digosokkan pada dada atau dihirup sebagai inhalasi. Pada umumnya sediaan kamfer dalam obat paten tidak hanya mengandung kamfer, tetapi ditambah bahan aktif seperti mentol, metilsalisilat, Egenol, minyak Akaliptis, dan sebagainya.
Dulu memang kamfer pernah digunakan sebagai obat influenza, analgesik, serta gangguan tenggorokan. Pada pemakaian secara oral, kamfer akan terabsorpsi baik dan dapat terdeteksi dalam darah setelah 20 menit ditelan. Belakangan setelah diketahui dampak negatifnya, penggunaan kamfer sebagai obat oral ataupun tetes hidung tidak dipraktikkan lagi. Pasalnya, bila kelebihan dosis kamfer bisa mengakibatkan iritasi lambung, mual, dan muntah. Bahkan bisa terjadi keracunan hati dan bila menembus plasenta, bisa menyebabkan kematian janin.
Cerita seram menyangkut kamfer sebenarnya sudah pernah diangkat dalam sebuah lieteratur ilmiah tahun 1954. Di situ dipaparkan bagaimana seorang bayi berusia 19 bulan menelan sesendok the (5 ml) kamfer oli (setara 1 g kamfer). Setelah tiga jam, timbul gejala keracunan berupa muntah hebat, kejang, dan koma, sampai akhirnya bayi malang itu meninggal. Dalam tubuhnya ditemukan tekanan intrakranial (tekanan pada tengkorak).
Ada lagi seorang bayi lain berusia dua bulan menderita gejala keracunan setelah diberi obat batuk mengandung kamfer. Untunglah ia berhasil ditolong.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR