Napas Terganggu, Pertanda Depresi?

Nur Resti Agtadwimawanti

Editor

Napas Terganggu, Pertanda Depresi?
Napas Terganggu, Pertanda Depresi?

Intisari-Online.com - Sebuah penelitian baru yang diterbitkan di jurnal Sleep, dilansir dari livescience.com, menyebutkan bahwa masalah pernapasan saat tidur dapat meningkatkan risiko depresi. Perempuan dengan sleep apnea, yakni napas menjadi pendek atau ada jeda sebentar saat tidur, akan 5,2 kali lebih mungkin mengalami depresi dibandingkan dengan wanita tanpa sleep apnea. Sementara itu, pria dengan sleep apnea akan 2,4 kali lebih mungkin mengalami depresi dibandingkan dengan pria tanpa sleep apnea. Itulah penelitian dari para peneliti di Centers for Disease Control and Prevention (CDC).Peserta dalam penelitian ini yang memiliki masalah pernapasan lainnya selama tidur juga memiliki peningkatan risiko depresi. Namun, para peneliti tidak menemukan kemungkinan peningkatan depresi di kalangan orang-orang yang mendengkur. "Mendengus, terengah-engah atau henti napas saat tidur dikaitkan dengan hampir semua gejala depresi, termasuk merasa putus asa dan merasa seperti gagal," kata peneliti Anne Wheaton, seorang ahli epidemiologi dari CDC. "Kami berharap orang-orang dengan gangguan pernapasan saat tidur melaporkan masalah tidurnya, tidur terlalu banyak, atau merasa lelah dan memiliki sedikit energi."Menurut para peneliti, baik depresi maupun masalah pernapasan saat tidur adalah hal yang umum dan keduanya kurang terdiagnosis. Para peneliti mengambil faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi hasil, seperti usia, jenis kelamin dan berat badan. Hasil ini, menurut peneliti, sejalan dengan penelitian sebelumnya.Penelitian ini menemukan hubungan, bukan sebab-akibat. Namun, para peneliti menulis bahwa bukti dari penelitian lain menunjukkan adanya masalah pernapasan saat tidur dapat berkontribusi terhadap perkembangan depresi. Sebagai contoh, sebuah penelitian sebelumnya menemukan hubungan antara tingkat keparahan masalah pernapasan saat tidur dan kemungkinannya meningkatkan depresi. Penelitian lain menunjukkan bahwa orang yang menerima pengobatan untuk sleep apnea menunjukkan adanya peningkatan depresi. Meskipun hubungan antara keduanya belum diketahui pasti, sebagian dapat dijelaskan oleh fakta bahwa orang dengan masalah bernapas saat tidur mungkin memiliki tingkat oksigen yang rendah dalam darah selama tidur.Peserta pada penelitian ini dianggap memiliki kecenderungan depresi berdasarkan jawaban mereka atas kuesioner yang menanyakan seberapa sering mereka mengalami gejala depresi. Enam persen pria dan tiga persen wanita dalam penelitian ini dilaporkan 'berlangganan' dokter yang biasa mendiagnosis sleep apnea.