Pejuang di Belakang Layar: Berbeda dengan Motivator dan Konsultan (2)

K. Tatik Wardayati

Editor

Pejuang di Belakang Layar: Berbeda dengan Motivator dan Konsultan (2)
Pejuang di Belakang Layar: Berbeda dengan Motivator dan Konsultan (2)

Intisari-Online.com – Profesi coach berbeda dengan motivator dan konsultan. Seorang motivator umumnya berbicara di dalam kelas-kelas seminar yang jumlah pesertanya banyak. Karena itu, pendekatan yang dilakukan seorang motivator lebih global, satu solusi (baca: motivasi) yang bisa diaplikasikan untuk berbagai masalah sejenis.

Sedangkan coach itu one on one atau satu coach untuk satu klien. Kalaupun ada group coaching, jumlahnya kecil dan spesifik. Menurut Tjia Irawan, Senior Coach di Coaching Media Solution, coaching memandang setiap manusia itu unik. “Tiap manusia pasti berbeda. Sumber daya dan kekhasannya pasti berbeda. Coaching menggali keunikan dari masing-masing pribadi untuk membuat mereka mampu mencapai impiannya.”

Beda lagi dengan konsultan. Coach Tjia membuat perumpamaan, konsultan itu bak juru masak restoran. “Pengunjung restoran disodori daftar menu. kemudian dia memesan menu yang diinginkan. Pesanan menu dimasak oleh koki. Setelah matang, diberikan lagi pada pemesan untuk dinikmati.”

Jika sebuah perusahaan mempunyai permasalahan atau target, sang konsultan akan “mengolah dan memasak” semua permasalahan yang ada untuk disajikan menjadi sebuah “hidangan enak”. “’Pahlawannya adalah sang konsultan,” kata Coach Tjia. Sedangkan dari sudut pandang coaching, klien adalah pahlawannya.

Latar belakang coach juga tidak harus sama dengan klien. Misalnya, seorang coach yang tidak punya latar belakang perbankan tetap bisa memberikan coaching kepada seorang bankir. Sebab, menurut Coach Getty, yang dilakukan bukan mengulas bisnis tersebut secara teknis, tapi bagaimana si klien melihat bisnisnya dari kacamata dia sendiri.

Seorang coach, lanjutnya, bukan mengajari kliennya 100%. Edukasinya hanya 20%, dan 80%-nya implementasi ilmu yang mereka punya untuk memaksimalkan karier atau bisnis.

Untung bersama

Seperti halnya latihan olahraga, program coaching juga memiliki sesi-sesi coaching. Tiap perusahaan jasa penyedia coaching mempunyai penentuan sesi yang bervariasi, tapi penentuan sesi itu didasarkan pada permasalahan klien yang harus dibereskan.

Coach Tjia menjelaskan, sesi yang diterapkan biasanya berjalan antara 30 menit dan satu jam. Jumlah sesinya bisa tiga, empat, sampai 10 sesi. “Tapi umumnya yang saya tangani delapan sampai 10 sesi. Dan itu menyesuaikan kekompleksan tujuan yang harus dicapai,” terang Coach Tjia. Biayanya dihitung per sesi. “Kalau untuk career choach AS$150 per sesi (atau sekitar Rp1,4 juga),” terangnya.

Coach Getty punya pendekatan yang berbeda. Biaya disesuaikan dengan besarnya bisnis si klien. Lulusan Universitas Indonesia jurusan Manajemen Keuangan ini mengungkapkan, ada orang yang siap untuk di-coaching, atau ada juga klien yang dinilai belum bisa di­-coaching karena secara finansial dirasa belum mampu untuk membiayai coaching yang one on one.

“Untuk itu, ada program yang namanya group coaching, atau juga online coaching yang sedang saya kembangkan. Biayanya lebih murah,” kata Coach Getty. Sedikit bocoran, untuk one on one coaching, tarif yang diberikan Coach Getty minimum sekitar 10 – 15 juta per bulan yang dibagi dalam beberapa sesi.

Untuk menjadi coach, penguasaan ilmu adalah mutlak. Action COACH misalnya, juga merekrut para calon coach dengan berbagai latar belakang, seperti ahli marketing, sales, sumber daya manusia, teknologi, keuangan, dan sebagainya. Mereka yang lolos rekruitmen akan mengikuti pelatihan di Australia selama 7 – 10 hari. Mereka tidak hanya dilatih sistem dan metode coaching, tapi juga dibentuk menjadi coach yang disiplin dan pola pikir yang tangguh. Kematangan pribadi macam itu sangat krusial, karena dia akan menjadi role model kliennya.

Tulisan ini pernah dimuat Intisari Extra Profesi edisi November 2012 dengan judul asli "Pejuang di Belakang Layar", ditulis oleh JB Satrio Nugroho.