Intisari-Online.com -Dibanding dengan laki-laki, ternyata perempuan lebih rentan terhadap 'emotional eating'. Waspadalah bagi perempuan! Emotional eating bisa dikatakan sebagai respon terhadap emosi yang dilampiaskan melalui makanan, meskipun ia sedang tak lapar. Jika dibiarkan terus, emotional eating ini dapat memicu seseorang mengalami kelainan makan seperti binge eating. Binge eating ini merupakan keadaan ketika seseorang makan dengan porsi yang berlebihan. Atau, dapat dikatakan tidak normal. Jika tak dapat dikendalikan, ia akan mengalami obesitas. Mengerikan, bukan?
Emotional eating, bahkan mungkin kelainan makan, acapkali kita temui di kalangan kaum perempuan. Kita lihat, lebih banyak kaum perempuan yang menjalani diet ketat ketimbang kaum laki-laki. Kita juga bisa lihat, lebih banyak kaum perempuan yang melampiaskan emosinya melalui makanan ketimbang kaum laki-laki. "Biasanya - meskipun tak mutlak - laki-laki melampiaskan emosinya melalui rokok atau alkohol. Nah, budaya ketimuran yang kita anut seolah tak menganjurkan perempuan melakukan hal yang sama dengan laki-laki," ujar Fitri Fausiah, psikolog klinis dari Universitas Indonesia. Begitu rentankah kaum perempuan dengan emotional eating ataupun kelainan makan?
Menurut Fitri, secara umum gangguan makan diderita perempuan karena perempuan memang memiliki banyak tuntutan. “Susah menjadi perempuan di banyak budaya. Perempuan dituntut sempurna, punya badan ideal,” ujarnya. Misalnya, adanya penderita anoreksia dan bulimia. Konsep cantik bagi perempuan yang terlanjur mengakar adalah tinggi dan langsing.
Merasa ada tuntutan untuk bertubuh ideal dari masyarakat, bahkan orangtua juga menjadi salah satu tekananbagi si perempuan. Fitri menambahkan, kadang-kadang orangtua menuntut lebih tinggi pada anak perempuan ketimbang anak laki-laku. Misalnya, perempuan harus lebih bisa menjaga dan merawat badan. Kalau agak gemuk, kadang disamakan dengan tak merawat badan.
Emotional eating ini tentunya akan mengganggu bagi mereka yang sedang menjalankan program diet. Diet itu sendiri pun harus diikuti dengan perubahan gaya hidup secara menyeluruh, termasuk mengendalikan emotional eating. Perlunya dukungan dari keluarga maupun lingkungan sekitar pun sangat penting untuk mengendalikan emotional eating-nya.