Inilah Pemanis Buatan yang Aman

Ade Sulaeman

Editor

Inilah Pemanis Buatan yang Aman
Inilah Pemanis Buatan yang Aman

Intisari-Online.com - Berbagai bahan makanan buatan kerap dianggap berbahaya bagi tubuh. Baik itu pewarna maupun pemanis buatan. Untuk yang terakhir ini biasanya dikaitkan dengan kandungan glukosa di dalamnya. Maklum, bagi beberapa orang, seperti penderita diabetes, glukosa menjadi ancaman serius bagi kesehatan mereka.

Salah satu jenis pemanis buatan adalah isomaltulosa, yang menjadi materi utama dalam acara "Nutritalk VII" yang diselenggarakan PT Sari Husada. Kemunculannya sedikit menimbulkan perdebatan, apakah aman atau tidak bagi kesehatan. Menurut Prof. Dr.Mohammad Juffrie,Sp.AK, Ph.D.,guru besar ilmu pediatri Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, di beberapa negara, zat yang memiliki nama kimia 6-0-α-D-glucopyranosyl-D-fructose ini memang memerlukan persetujuan ketat untuk dianggap aman dikonsumsi.

Prof Juffrie sendiri berpendapat bahwa isomaltulosa aman untuk dikonsumsi sebagai pemanis buatan. Pendapatnya ini berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan pihak lain. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan di Malaysia. Penelitian ini melibatkan 30 anak-anak yang diberi standard growing upmilk (Std GUM), reformulated growing milk (Reform GUM), standard growing upmilk with lactose-isomaltulose (Iso GUM), dan minuman glukosa standar (Glucose).

Hasilnya tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan baik untuk aspek atensi, kecepatan mengingat angka-angka, ataupun sensitivitas pengenalan gambar. Temuan lain yang diperoleh dari penelitian ini adalah meningkatnya komposisi karbohidrat dalam tubuh berpengaruh terhadap beberapa aspek kognisi seperti atensi dan daya ingat.

Sedangkan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS, ahli teknologi pangan dan gizi dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPBberpendapat bahwa isomaltulosa yang bersifat slow-releaseatau cenderung lama untuk dicerna itu baik untuk kesehatan. “Lebih sesuai bagi penderita diabetes, olahragawan, dan pelaku diet bukan untuk anak yang membutuhkan energi yang lebih cepat untuk diolah,” ujarnya.