Cara Mengurangi Susut Gizi

K. Tatik Wardayati

Editor

Cara Mengurangi Susut Gizi
Cara Mengurangi Susut Gizi

Intisari-Online.com – Di satu sisi pemasakan atau penyimpanan makanan menguntungkan. Namun, di sisi lain ada beberapa zat gizi yang ngacir akibat pengolahan dengan panas dan penyimpanan dalam waktu lama tersebut. Ini tentu tidak diinginkan. Zat gizi apa saja yang hilang dan bagaimana mengurangi kehilangan tadi?

Dalam banyak hal, proses pemasakan diperlukan sebelum kita mengonsumsi suatu makanan. Entah digoreng, dikukus, direbus, atau dipanggang di dalam oven atau bara arang. Dengan memasak, cita rasa makanan menjadi lebih enak dan daya simpannya bisa diperpanjang. Makanan yang telah dimasak pun terbebas dari bahan beracun tertentu yang terkandung di dalam suatu bahan makanan, terutama bahan nabati. Tak cuma itu, dengan memasak sempurna, kuman penyakit tertentu akan dilibas habis, sehingga kita terhindar dari penyakit setelah mengonsumsinya.

Di tingkat industri dikenal pula pengolahan dengan cara pasteurisasi dan sterilisasi. Proses-proses tersebut dimaksudkan agar bahan makanan tetap awet selama disimpan. Namun, tidak dapat dipungkiri pengolahan dengan menggunakan panas tadi akan mengurangi kandungan gizi bahanmakanan. Inilah salah satu akibat yang tidak kita harapkan dari pengolahan bahan makanan dengan menggunakan panas.

Lebih baik dikukus

Di tingkat rumah tangga proses pemasakan dengan menggoreng termasuk paling sering dilakukan. Suhu menggoreng biasanya mencapai 160oC, dan oleh karena itu sebagian zat gizi diperkirakan akan rusak. Secara alamiah beberapa jenis vitamin (B dan C) memang rentan rusak akibat pemanasan. Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat matang memicu terjadinya reaksi browning (pencokelatan) dan akhirnya muncul senyawa amina-amina heterosiklis penyebab kanker. Kerusakan bisa dikurangi dengan cara menggoreng dengan suhu minyak goreng tidak melewati titik asap (suhu pada saat minyak goreng mengeluarkan asap). Hasil gorengan akan maksimal apabila suhu minyak yang digunakan sekitar 110oC – 160oC (tergantung jenis minyaknya).

Selain penurunan kandungan zat-zat gizi karena rusak, kesalahan teknik menggoreng juga bisa berdampak buruk lainnya. Apabila minyak belum siap menggoreng maka kadang-kadang bahan makanan akan menyerap minyak lebih banyak. Penting diketahui bahwa meski sebagian zat gizi akna rusak selama penggorengan, namun makanan yang digoreng rasanya lebih gurih dan mengandung kalori lebih banyak. Cita rasa makanan gorengan ini sering kali lebih enak dibandingkan dengan makanan rebusan.

Produk-produk gorengan yang kini sudah menjadi industri besar antara lain adalah fast-food. Tidak ada hal jelek mengenai makanan siap saji tersebut kecuali apabila dikonsumsi berlebihan. Bagaimanapun juga bahan dasar kelompok santapan ini adalah pangan bergizi seperti daging ayam atau daging sapi dan kentang atau nasi. Ketidakseimbangan gizi muncul karena porsi pangan hewaninya, yang didalamnya terkandung kolesterol cukup banyak, kelewat besar. Sebaliknya, kandungan sayuran pada fast-food umumnya rendah. Oleh karena itu konsumsi fast-food sekali-kali adalah wajar, asal jangan berlebihan.

Pengukusan dan perebusan adalah metode konvensional lainnya yang telah lama dikenal untuk memanaskan bahan makanan. Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan akan menurun nilai gizinya terutama vitamin-vitamin larut air (B kompleks dan C), sedangkan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) kurang terpengaruh. Pengukusan juga akna mengurangi zat gizi namun tidak sebesar pada proses perebusan. Namun pemanasan pada proses pengukusan kadang-kadang tidak merata. Bagian tepi tumpukan biasanya mengalami pengukusan berlebihan, sementara bagian tengah kurang.

Untuk produk-produk sayuran, proses perebusan maupun pengukusan sebaiknya dilakukan setengah matang. Hal ini akan membuat sayuran tetap renyah dan mengurangi kerusakan vitamin yang terkandung di dalamnya. Tetapi untuk produk-produk hewani seperti daging atau telur sebaiknya dimasak sampai matang. Karena kondisi setengah matang atau k urang matang akan menimbulkan ancaman keamanan pangan. Telur mentah atau setengah matang misalnya, masih mengandung zat antigizi (avidin) yang menghambat penyerapan vitamin A. Meski sebagian orang menyatakan makanan setengah matang memiliki gizi optimal dan relatif mudah dicerna, namun lebih baik lagi bila kita benar-benar mengonsumsi makanan matang yang sudah bebas kuman penyakit.

Pengukusan juga sering kali dilakukan industri mendahului proses pengalengan bahan makanan. Tujuannya, hanya untuk menonaktifkan enzim, bukan untuk membunuh mikroba. Dalam kondisi enzim tidak aktif, perubahan warna, cita rasa, atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama proses penyimpanan dapat dicegah. Bagaimana dengan pemanasan menggunakan oven microwave (gelombang mikro), yang kini telah digunakan oleh sebagian masyarakat? Energi gelombang mikro dianggap tidak mempengaruhi degradasi (penurunan) komponen gizi makanan, hanya peningkatan suhu yang diperkirakan mempengaruhinya. Telah dibuktikan bahwa pemanasan dengan microwave dapat mempertahankan gizi asam askorbat lebih baik dibandingkan dengan cara pengukusan atau perebusan dengan air.

Kalau roti?

Pemanggangan pun bisa menyebabkan susut zat gizi akibat kerusakan zat gizi tersebut. Kerusakan zat gizi dalam bahan makanan yang dipanggang umumnya terkait dengan suhu yang digunakan dan lamanya pemanggangan. Pada roti misalnya, tidak ada susut gizi yang berarti dalam tahap pencampuran adonan, fermentasi, maupun pencetakan. Kulit makanan yang dipanggang dapat mencapai suhu lebih dari 100oC tetapi kulit yang terkena suhu tinggi ini hanya merupakan bagian kecil dari bahan makanan tersebut secara keseluruhan.

Pembuatan roti dari terigu dapat mengurangi ketersediaan kalsium karena terjadinya ikatan kompleks dengan fitin. Pemanggangan roti sampai kulitnya berwarna cokelat akan menurunkan kadar tiamin 17 – 22%. Roti tawar akan kehilangan tiamin (vitamin B1) lebih sedikit dibandingkan dengan roti berukuran kecil. Hampir semua tiamin akan hilang apabila dalam proses pembuatan roti/kue digunakan bahan kimia seperti dalam pembuatan bolu panggang, cake, atau donat. Hal ini terjadi karena pH meningkat jauh di atas 6 akibat penggunaan soda dalam jumlah banyak.

Riboflavin (vitamin B2) dan niasin (asam nikotinat) relatif stabil dalam proses pemanggangan. Dilaporkan, susut niasin hanya kurang dari 5%, sementara riboflavin sedikit sekali yang hilang. Hanya saja, dalam proses penggorengan donat dengan minyak susut riboflavin bisa mencapai 23%.

Pemanggangan berpengaruh pula terhadap asam amino lisin, yang terdapat dalam jumlah terbatas pada produk serealia. Diperkirakan sekitar 15% lisin hilang dalam proses pemanggangan. Penambahan susu skim pada adonan akan dapat mengurangi kehilangan lisin karena kandungan laktosa pada susu yang berfungsi sebagia gula pereduksi.

Susu pasteurisasi sama baiknya

Khusus pada susu, ada proses yang disebut pasteurisasi, yakni proses pemanasangan untuk mematikan sebagian organisme. Proses ini biasanya merupakan tahap pengolahan pertama yang harus dilakukan pada produk susu. Karena sebagian organisme masih hidup, maka setelah proses pasteurisasi harus diikuti cara penyimpanan yang tepat, misalnya pendinginan untuk produk susu. Proses pasteurisasi juga sering digunakan dalam industri es krim, minuman berkarbonat, acara timun, sari buah, dsb.

Hasil dari banyak penelitian pada bayi, anak usia sekolah, orang dewasa, dan hewan percobaan diketahui bahwa dari segi gizi dampak konsumsi susu segar sama baiknya dengan susu pasteurisasi. Selain itu diketahui pula bahwa protein susu tidak banyak berubah akibat pasteurisasi.

Hampir semua produk yang telah dipasteurisasi mempunyai pH rendah (asam). Produk makanan yang tidak tahan panas umumnya stabil dalam kondisi asam, dengan demikian kondisi asam ini akan mencegah susut gizi yang mungkin terjadi. Susu yang dipasteurisasi akan kehilangan tiamin 10%, vitamin C 10 – 20%, dan vitamin B12 0 – 10%.

Pada susu juga dikenal proses sterilisasi, yaitu perlakuan panas sedemikian rupa sehingga bahan makanan benar-benar bebas dari mikroorganisme hidup (termasuk kuman penyakit). Sterilisasi juga harus diikuti oleh pengemasan yang baik dan pengaturan suhu penyimpanan. Sayangnya, susu yang telah disterilisasi akan kehilangan tiamin 10 – 35%, vitamin C 10 – 50%, dan vitamin B12 20 -30%.

Di freezer pun bisa susut gizi

Selain akibat pemasakan atau pemanasan, susut gizi juga bisa terjadi akibat penyimpanan.

Buah/Sari buah

Pada buah atau sari buah yang dibekukan juga terjadi susut vitamin C. Besarnya penyusutan sangat beragam, tergantung pada jenis buah, ada tidaknya sirup, kadar padatan dalam sari buah, dan jenis kemasan. Selama proses pembekuan kadar vitamin C bisa susut sampai 30%, sedangkan pada sari buah jeruk pekat susut vitamin C hanya 5%. Kecilnya susut gizi pada sari buah jeruk pekat disebabkan oleh rendahnya pH dan rendahnya kadar oksigen pada produk tersebut.

Disarankan sebelum disimpan di dalam lemari es sebaiknya buah dicuci dulu sehingga kontaminasi kotoran bisa dihilangkan. Sedangkan untuk sayuran, selain dicuci juga sebaiknya dibungkus plastik berlubang sehingga tektur sayuran akan tetap baik dan tidak layu ketika akan dimasak.

Saat ini di pasaran beredar sari buah dengan beragam kemasan. Sari buah yang dibungkus dalam kertas tetrapak dan disimpan dalam suhu kamar ternyata penurunan nilai gizi vitamin C-nya lebih rendah ketimbang yang dikemas dalam botol. Dalam kemasan botol kehilangan vitamin C bisa mencapai 70% sedangkan dalam kotak tetrapak “cuma” 30%. Tampaknya minuman dalam botol lebih mudah terekspos panas dibandingkan dengan minuman dalam tetrapak sehingga susut vitmain C-nya lebih tinggi.

Namun, apabila sari buah disimpan dalam lemari es dengan suhu 4oC penurunan vitmain C rata-rata hanya 10%, bahkan penyimpanan dalam freezer penurunannya lebih kecil lagi yaitu 6% selama jangka waktu 1 tahun. Oleh karena itu kalau kita membeli sari buah kemasan pilih yang tersimpan dalam lemari es sehingga kita masih bisa mendapatkan vitamin C yang tinggi.

Selain vitamin C, buah yang dibekukan juga akan mengalami susut vitamin A dan B1 sekitar 30%. Apabila buah tersebut dikalengkan maka susut vitaminnya bisa 2 – 3 kali lebih banyak. Jadi pada intinya vitamin-vitamin larut air (vitamin selain A, D, E, dan K) kadarnya lebih rendah apabila dibekukan dan kemudian disimpan dibandingkan dengan keadaan segarnya. Proses pengalengan akan semakin menurunkan kandungan vitamin-vitamin tersebut, apalagi yang sangat rawan rusak seperi niasin, vitamin A, dan B2. Sementara itu kondisi vitamin C dan B1 pada bahan makanan yang dibekukan lebih baik ketimbang yang dikeringkan (dipanaskan).

Daging mentah

Daging mentah yang disimpan dalam freezer untuk menjaga keawetannya bisa pula mengalami susut gizi . Pada suhu penyimpanan -18oC selama enam bulan daging sapi dapat mengalami susut piridoksin (vitamin B6) sekitar 22%. Vitamin-vitamin lainnya susut tetapi dalam jumlah sangat kecil. Nah, untuk mengurangi penurunan kualitas, penyimpanan daging dalam freezer hendaknya dalam potongan-potongan. Sebelum disimpan, potongan daging dibungkus plastik seukuran untuk sekali masak. Ketika daging akan dimasak tinggal mengambil satu bungkus dan kemudian dilakukan proses thawinguntuk menghilangkan kandungan esnya.

Susu & produk susu

Menyimpan susu cair dalam lemari es harus berhati-hati pula. Susu adalah bahan makanan yang sangat mudah menyerap bau. Oleh karena itu, tempat penyimpanannya harus tertutup rapat. Bila mungkin dalam lemari es tersebut tidak ada makanan yang mengeluarkan bau menyengat misalnya ikan asin. Kontaminasi bau dari makanan lain menyebabkan susu menjadi tidak layak diminum.

Produk susu seperti mentega kaya akan vitamin A dan D. Dalam proses pembekuan dan penyimpanan selama 24 bulan pada -10oC, mentega mengalami susut vitamin D sangat sedikit. Namun, susut vitamin A-nya mencapai 17%. Sementara itu es krim yang disimpan selama tujuh bulan pada suhu -23oC mengalami susut karoten (provitamin A) sebesar 16%.

Saran

Jadi bagaimanapun juga, makanan segar, terutama makanan nabati, tetap lebih baik nilai gizinya. Penyimpanan sebaiknya dilakukan bila memang diperlukan saja. Sementara, pemasakan atau pengolahan dengan panas sebaiknya dilakukan dengan cara-cara yang tidak terlalu besar mempengaruhi kandungan gizi. Kalau menggoreng, dianjurkan jangan sampai terlalu kering (gosong) agar protein yang terkandung di dalamnya tidak rusak. Kalau merebus sayuran seyogianya cukup sampai setengah matang supaya vitamin/mineral tidak banyak yang larut dalam air.

Demikian pula apabila mengukus sebaiknya sayuran masih tampak hijau agak segar dan kalau digigit pun masih terasa renyah. Dan kalau memanggang sebaiknya makanan (daging) dimasukkan dulu ke dalam microwave selama dua menit supaya agak matang sehingga tidak diperlukan waktu lama untuk memanggang. Pemanggangan terlalu lama kurang baik bagi kesehatan karena menyebabkan munculnya aminia-aminia heterosiklis. Demikianlah, dengan cara memasak apa pun kita bisa memperoleh zat gizi dari makanan secara optimal. (Rahasia Sehat Di Balik Makanan)