Intisari-Online.com - Kewirausahaan sosial atau social entrepreneurship merupakan titik tengah antara aktivisme sosial dengan aktivisme ekonomi. Kemunculannya dalam satu dekade terakhir menepis anggapan bahwa dalam bisnis hampir mustahil berbuat sesuatu yang bersifat sosial. Begitu juga sebaliknya, kerja sosial itu hampir tidak mungkin mendapatkan manfaat ekonomi.
Usman Hamid (42 tahun), seorang aktivis sosial, menilai cara ini sebagai satu percobaan yang baik untuk dijadikan contoh. Sebab, banyak perusahaan yang selama ini merasa sulit untuk berbuat “sosial”. Begitu juga dalam beraktivisme sosial, banyak yang merasa hampir tidak mungkin mendapat manfaat ekonomi.
Di Indonesia, model seperti ini memang belum begitu populer, bahkan belum ada. Kewirausahaan sosial berbeda dengan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Sebab, program CSR hanya bagian kecil saja dari kegiatan perusahaan. Memang banyak perusahaan yang mendirikan sekolah gratis, rumah sakit, dan seterusnya. Akan tetapi semua itu bukan misi utama perusahaan.
Usman menerapkan model kewirausahaan sosial ini pada situs yang dikelolanya, change.org. Wadah petisi daring terbesar di dunia memang tidak mempunyai donor. Namun mereka menerapkan cara unik ini untuk mendapatkan dana operasional. Caranya, dengan mempromosikan isu-isu sosial yang bersifat nonprofit dan lembaga yang juga nonprofit.
Misalnya, organisasi pembela HAM internasional macam Amnesty International (AI) ingin memajukan kampanye isu-isu sosial. Mereka menyampaikannya melalui change.org. Di sini, AI tidak hanya berkepentingan agar ampanye sosialnya berdampak di publik. Namun mereka juga ingin kampanye ini memiliki pengaruh positif untuk menambah jumlah anggota. AI sendiri adalah organisasi internasional yang terkenal karena dana swadaya dari sekitar 22 juta anggotanya di seluruh dunia. Jika AI berhasil menambah anggotanya, maka mereka akan memberi kompensasi atau dukungan dana untuk change.org.
Penanda tangan kampanye sosial AI biasanya juga menjadi anggota. Bahkan, tak menutup kemungkinan orang tersebut akan mendonasikan uangnya untuk AI sebesar AS$5 per bulan. “Nah, sekian persen dari dana yang masuk ke AI dialokasikan ke change.org untuk keperluan biaya operasional,” kata Usman.