Intisari-Online.com - Data Direktorat JenderalBimbingan Masyarakat Kementerian Agama menyatakan bahwa tingkat perceraian di Indonesia tiap tahun selalu meningkat. Menurut data terakhir, angkanya mencapai 10%. Artinya, 1 dari 10 pasanganberakhir cerai.Menarik menyimak penyebab perceraian. Penyebab utama perceraian (51%)adalah masalah ekonomi. Disusul(32%)ketidakharmonisan -perselisihan yang terus-menerus dan tidak bisa didamaikan lagi. Ketiga(11%) masalah orangketiga, selingkuh, cemburu, danpoligami yangtidak sehat. Selebihnya adalah penyebab-penyebab kecil yang persentasenya tidak begitu banyak. Bisa dilihat bahwa penyebab perceraian tak lepas dari harta dan seks.Patut diperhatikan bahwa dampak perceraian tidak saja terhadap pelaku, baik suami atau istri, tapi juga anak pada kasus perceraian pasangan yang sudah memiliki momongan.Psikolog keluarga Anna Surti Ariani yang akrab dipanggilNina mengingatkan, perceraian bukanlah akhir dari ketidakbahagiaan."Bagi orangtua, perceraian itu mungkin hanya satu babak dalam hidupnya. Tapi bagi anak, perceraian orangtuanya akan berpengaruh terhadap keseluruhan hidupnya,”katanya.Mengutip penelitian,Nina mengatakanbahwa anak-anak dari keluarga cerai punya kemungkinan lebih besar mengalami masalahdi sekolah maupun di rumah. Mereka bisa menjadi anak yang minder. Kalau laki-laki,mereka mungkin menjadibiang onar di sekolah. Kalau perempuan, mereka mungkinmenjadi korban hamil mudadi luar nikah.Saat perceraian, seluruh hidup anak dipertaruhkan.Bagi kita, orang dewasa,masalah-masalah seperti ini mungkin luput dari pertimbangan saat memutuskan bercerai. “Saya mengasuh majalah remaja, banyak sekali menerima keluhan remajamengenai orangtua mereka yang bercerai. Orangtua mungkin tidak sadar, tapi itu masalah yang sangat besar bagi si anak,” ucapnya. Jadi, kalau kita bilang bahwakita memutuskanbercerai karena sayang anak, maka pernyataan itu harus diuji ratusan kali.Bila perlu, ribuan kali.Setelah hakim mengetok palu, biasanya keputusan cerai diikuti oleh keputusan mengenai hak asuh anak. Sebagian besar hak asuh anak jatuh ke pihak ibusementara pihak ayah diwajibkan memberi nafkah bulanan buat si anak itu lewat ibunya. Ia berhak bertemu anaknya pada waktu-waktu tertentu. Padakenyataanya, pengaturanhak dan kewajiban ini tidak berjalan baik. Mungkin pihakayah tidak memberikan nafkah yang sesuai, lalu si ibu mempersulit mantan suaminya bertemu anaknya. Laluanak diculik sana-sini.Hal lain yang patut dipikirkan sebelum bercerai adalah amatan Nina bahwaorang yang berasal dari keluarga cerai punya kemungkinan lebih besar untuk juga bercerai. Penjelasannya tentu saja bukan hukum Mendel tentang pewarisan sifat genetik. Ini lebih ke pembentukan pola pikir. Seorang anak yang dibesarkan di dalam keluarga cerai akan memiliki banyak persepsi buruk tentang lembaga pernikahan. Akibatnya, ketika dihadapkan pada konflik rumah tangga, ia pun dengan mudah memutuskan cerai.Nina lalu memberi contoh kliennya, seorang perempuan muda, cantik, pintar, usia35 tahun sudah menjadi pejabat pentingdi salah satu bank.Dalam urusan karier, prestasinya tak perlu diragukan. Tapidalam urusan rumah tangga, ia masih labildan sering mengeluhkan suaminyadalam urusan-urusan yang mestinyabisa diselesaikan dengan mudah oleh orang yang terdidik macam dia.Usut punya usut, ternyata ia berasal dari keluarga cerai. Saat orangtuanya bercerai, dia belum genap berusiasatu tahun. Masih bayi yang belum mengerti apa-apa.Setelah or angtuanyabercerai, dia diperebutkan oleh keluarga ibu dan bapaknya.Ia tumbuh di dalam konflik dua keluarga dan menjadi korban penculikan sana-sini. Saat berada di keluargabapaknya, ibunya dijelek-jelekkan. Saat beradadi rumah ibu, bapaknya dijelek-jelekkan.Pada saat yang sama ia ditolak oleh orangtua tiri. Rupanya pengalaman iniberbekas dan terbawa seumur hidup.Sekalipun ia bisa berprestasi, kematangan psikologisnya tak sebanding dengan prestasi kerjanya.Seringkali orangtua tak berpikir tentang efek buruksemacam ini pada anak. Orangtua hanya berpikir, pokoknya cerai, selesai. Padahal bisa jadi masalah pacsacerai itu jauh lebih kompleks daripada konflik dalam rumah tangga. Itu sebabnya orang yang berpikir untuk bercerai sangat dianjurkan untuk membicarakan masalahnya kepada konselor,ahli agama, mediator, atau sejenisnya. Tujuannya jelas, untuk melihat perceraian dari segala sisi, baikmaupun buruknya.Nah, bagi yang sedang mempertimbangkan cerai, tataplah anak Anda saat tidur. Atau tataplah matanya saat bertatap mukanya. Ingat juga ucapansastrawati Kanadayang pernah bercerai, Margaret Atwood. Perceraian ibarat amputasi.Ia mungkin menyelamatkan hidup kita, tapisetelah itu diri kita tidak lengkap lagi. (Intisari Nov 2011/Emshol)