Intisari-Online.com - Pagi ini, bertempat di Hotel Mulia, Jakarta, Gramedia of Magazine (GoM) meluncurkan hasil riset pasar yang bertajuk “Indonesia’s Hottest Insight, Understanding the Most Promising Market". CEO Kompas Gramedia, Agung Adiprasetyo, membuka acara dengan mengetengahkan fakta bahwa di tengah semakin majunya media maya, integritas media cetak sebagai sumber info yang dapat dipercaya masih solid. Masih besarnya peluang bagi kehadiran majalah dan tabloid, membuat GoM melihat perlunya melakukan riset pasar untuk menopang kreativitas dan optimalitas produk-produknya.
"Riset dibutuhkan, yakni penelitian dan pengamatan lebih dalam dan jeli atas perubahan sikap dan perilaku yang luar biasa," jelas Agung.
Anak, wanita, dan pria
Menurut Elwin Siregar, Group Director GoM, riset tidak dilakukan berdasarkan brand, karena ada kebutuhan bagi Gramedia of Magazine untuk lebih memahami dan mengikuti perubahan yang terus terjadi pada segmen-segmen pembaca. Hasilnya, tidak hanya akan berguna bagi penerbit majalah dan tabloid, tetapi juga tentunya bagi pelaku bisnis dalam mengomunikasikan produknya kepada masyarakat. Sebab mengetahui keinginan dan profil pembaca adalah sesuatu yang mutlak.
"Insight atau penafsiran ini sebagai solusi hari ini dan inspirasi untuk masa depan, bagi media maupun pelaku pemasaran," tutur Elwin.
Survei pasar ini dilakukan terhadap lebih dari 9.000 responden secara serentak yang diambil dari pembaca produk-produk Gramedia of Magazine, yang terbagi dalam tiga segmen: anak, pria, dan wanita.
"Departemen riset Gramedia of Magazine melakukan riset setiap tahun. Pada 2012 terdapat lebih dari 100 riset, termasuk 'Indonesia's Hottest Insight' ini. Riset merupakan modal utama redaksi dalam mengeluarkan produk. Apakah isi majalah atau tabloid masih relevan atau sudah usang. Karena jualan utama media adalah ide," papar Elwin.
Anak punya daya beli besar
Koes Sabandiyah, Deputy Children’s Media Publishing memaparkan ada enam temuan fakta berkaitan dengan anak. Pertama, adanya otoritas sehingga bagi orangtua, anak adalah patut ditanya pendapatnya. Kedua, anak memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pengambilan keputusan pembelian barang yang dilakukan oleh orangtua. Temuan ketiga adalah mereka senang bersosialisasi dan bercerita, yang dilakukan lewat daring, termasuk accountjejaring media sosial. Hal ini menjadikan mereka suatu agen penting dalam penyebaran berita (“word of mouth”). Keempat, mereka senang mempelajari hal-hal praktis. Kelima mereka selalu memiliki role model yang diperolehnya dari tokoh-tokoh dongeng (untuk anak-anak kelas 1 – 3) kemudian berkembang menjadi tokoh-tokoh selebriti yang nyata (kelas 4 -6). Keenam, mereka sendiri meiliki kemampuan membeli, karena mereka gemar menabung. Data menunjukkan rata-rata anak-anak sampai usia 12 tahun mengeluarkan uang Rp6.100 per hari.
Pria senang chatting dan ke minimarket
Untuk segmen pria, Hendra Noor Saleh, Group Publisher dari Special Interest Media, mengangkat lima jenis segmen pria berdasarkan psikografi mereka. Pertama, para pria yang “Go with the Flow”, kedua “Up to Date”, ketiga: “Cold Shoulder”, keempat “Traditionalist” dan kelima “Mature”. Akan tetapi, sifat mendasar mereka adalah senang yang praktis, ingin memuaskan diri dan menunjukkan kekuatan, dan ketiga penuh semangat, cepat bergerak. Suka menyesuaikan diri. Boleh dikatakan, sifat pria zaman sekarang dapat disejajarkan dengan minimarket, karena 87% dari mereka senang berbelanja ke minimarket. Dalam sekali kunjungan, rata-rata mereka menghabiskan Rp100.000. Hobi mereka networking, gadget, dan chatting. Yang terakhir ini tentu berlawanan dengan anggapan kita selama ini bahwa yang senang chatting itu hanya perempuan.
Menikah itu pilihan, bukan keharusan
Candrasari Widanarko, Group Publisher dari Women's Media, memaparkan perubahan gaya hidup yang signifikan dan pola perilaku wanita di berbagai tahapan usia. Ketika remaja, mereka hanya peduli pada dirinya. Begitu memasuki usia kerja, fokus mereka meluas menjadi “aku dan kamu”. Yang menarik, usia menikah yang umum adalah 25 - 34, jadi sudah melebar ke atas. Working Women tahap kedua, yaitu usia 25 - 29, bagi mereka menikah adalah pilihan, bukan keharusan.
Tahap terakhir adalah perempuan sebagai ibu. Bagi mereka tersedia dua pilihan: tetap bekerja, atau menjadi ibu sepenuhnya. Keduanya bangga menjadi ibu. Mereka berusaha melakukan hal-hal agar dianggap ibu yang hebat, sehingga mereka selalu mengusahakan agar keluarganya nyaman. Enam puluh persen (60%) dari mereka memasak setiap hari. Keluarga menjadi aktualisasi diri bagi mereka. Pengeluaran untuk asuransi di usia ini meningkat.
Memasuki usia matang, perempuan kembali fokus kepada dirinya lagi. Kalau dulu ini dicapai pada usia 50-an tahun, kini 40-an tahun. Di masa ini, mereka mempunyai banyak waktu dan daya beli yang amat besar. Boleh dikatakan, perempuan di usia matang kembali ke sifat remajanya, yaitu mengutamakan "Me".