Advertorial
Intisari-online.com - Sejak film Black Panther dirilis pada Februari 2018 lalu di Indonesia, perbandingan antara baju yang dipakai oleh karakter raja Wakanda, T'Challa (Chadwick Boseman) dengan baju koko sudah banyak disampaikan oleh warganet.
Namun, saat Ramadan datang dan Lebaran menjelang, kebutuhan akan baju baru pun membuat tren baju koko Black Panther menjadi muncul kembali.
Baju koko tersebut, sudah dilaporkan oleh warganet saat beribadah tarawih, bahkan ada yang menyatakan sudah kehabisan di toko-toko sehingga banyak yang berusaha mencari secara online.
Ina Binandari, head of fashion design di perusahaan pakaian baju muslim El Zatta dan Zatta Men, berpendapat wajar jika pakaian itu banyak digunakan atau menjadi populer saat bulan Ramadan dan menjelang Lebaran.
BACA JUGA:Kenapa Tiba-tiba Banyak Anak 'Zaman Now' Pakai Kaus Bergambar Pisang? Benarkah Gara-gara 'Minion'?
Baju koko sendiri, menurut Ina, memang merupakan sebuah bentuk adopsi tersendiri dari baju terusan Nehru dengan kerah gaya mandarin.
"Kerah baju Nehru kan seperti baju koko, tapi kalau di istilah mode, kerah seperti itu namanya mandarin collar, makanya dibilang (baju) 'koko' karena dari 'kakak' dalam bahasa Tionghoa karena bajunya berkerah mandarin," kata Ina kepada BBC Indonesia.
Inspirasi dari Nigeria
Sementara itu, untuk kostum yang dikenakan oleh karakter T'challa, Sang Raja Wakanda sebenarnya terinspirasi dari baju tradisional Afrika yang bernama agbada.
Ruth Carter, desainer dalam film Black Panther ini menciptakan mantel cutaway berdasarkan desain pada abad 18 dengan hiasan di bagian depan dan potongan lengan bergaya Nigeria.
Agbada merupakan pakaian pria yang biasa dikenakan oleh masyarakat Nigeria di Afrika Barat.
Ini merupakaan jenis pakaian berbentuk jubah dengan potongan lebar yang dilengkapi hiasan bordir.
BACA JUGA:Gara-gara Mohamed Salah, Masjid tertua di Inggris ini Kini Ramai Dikunjungi untuk Ibadah
Pakaian ini biasanya dikenakan oleh orang-orang penting, seperti raja dan kepala suku.
Baju tradisional ini pun sebenarnya hanya dikenakan saat acara seremonial, seperti pernikahan atau pemakaman.
Pakaian ini memang mengandung unsur Islami karena pada akhir abad ke 18, tatanan kekuasaan wialayah yang saat ini sebagian besar ada Nigeria terkena dampak dari penyebaran agama Islam.
Penyebaran agama Islam tersebut dilakukan oleh Suku Fulani di bawah pimpinan Uthman dan Fodio.
Saat penguasa Fulani berhasil mengalahkan kekuatan utama Yoruba, Ibu Kota Yoruba ditinggalkan pada tahun 1830an, penguasa Fulani yang baru membawa pakaian pria tersebut.
Modelnya terdiri dari jubah dan celana panjang longgar, yang sebenarnya disesuaikan untuk pakaian saat menungggang kuda.
Mereka juga membawa sebuah tradisi Islam berupa "jubah kehormatan" berbentuk gaun bersulam, dan dilengkapi dengan turban yang biasa dipakai penguasa serta pejabat pengadilan.
Dulu, para pangeran Arab dan penguasa lainnya membeli jubah terbaik untuk mereka sendiri, dan membagikannya kepada orang-orang di istana mereka.
Seiring berkembangnya jaringan perdagangan dan pakar tekstil yang melayani Raja Arab, banyak penguasa di luar Yoruba yang berada di luar kekuatan Fulani mengadopsi gaya berpakaian ini.
Hingga pada abad ke 20, pakaian ini pun di terima di wilayah Nigeria yang luas dan masuk ke negara-negara tetangga.(BBC Indonesia/Kompas.com)