Intisari-Online.com – Seorang wanita muda mengeluh kepada ayahnya, mengapa belakangan ini hidupnya sengsara dan semakin sulit. Mendengar hal itu, sang ayah tidak banyak komentar. Anehnya, ia malah membimbing sang putri masuk dapur. Setelah menyalakan kompor, ia menaruh tiga panci berisi air.
Tidak berapa lama, ia cemplungkan wortel ke dalam panci pertama, sebutir telur ke dalam panci kedua, dan dua sendok bubuk kopi ke dalam panci ketiga. Setelah air di ketiga panci itu mendidih, sang ayah menuang isinya ke dalam tiga mangkuk yang berbeda. Sang putri disuruh memotong telur, wortel, serta mengirup aroma wangi kopi.
Tanpa bisa menyembunyikan rasa heran dan penasaran, sang putri segera bertanya, “Apa maksud semua ini, Pak?”
“Setiap makanan,” ujar sang ayah, “mengajarkan kepada kita tentang bagaiaman harus bersikap menghadapi keanekaragaman, seperti yang dicontohkan oleh air mendidih itu.”
Ketika dimasukkan ke dalam air mendidih, wortel itu masih keras tapi ketika dikeluarkan, wortel itu sudah lunak dan empuk. Sebaliknya, telur itu dimasukkan dalam keadaan masih mentah dan mudah pecah, tapi setelah matang justru menjadi padat. Sementara bubuk kopi itu mengubah air menjadi minuman yang wangi.
“Nah, dalam menghadapi kehidupan ini kamu memilih seperti yang mana?” tanya sang ayah. “Apakah kamu akan menyerah, menjadi keras, atau akan mengubah dan ‘memasak’ keanekaragaman itu menjadi sebuah kemenangan? Sebagai ‘koki’ atas kehidupanmu, apa yang akan kamu sajikan di meja makan?” (Intisari)