Eko Ramaditya Adikara Membuktikan bahwa Buta Tak Menghalanginya Jadi Dosen

Agus Surono

Editor

Tunanetra Pun Bisa Jadi Dosen
Tunanetra Pun Bisa Jadi Dosen

Intisari-Online.com - Cita-citanya memang menjadi guru. Namun, Eko Ramadtya Adikara buta sejak kecil. Beruntung teknologi memungkinkan ia bisa melakukan pekerjaan sama seperti manusia pada umumnya. Iakini menjadi dosen pengajar komputer dan kepribadian di sebuah kampus di Indonesia. Tentu dibutuhkan kemauan dan tekad dari orang itu untuk mau mengakrabi teknologi. Eko sendiri menggeluti dunia teknologi sudah sekitar25 tahun belakangan. Cita-citanya kesampaian ketika Eko bertemu dengan Suarna, seorang trainer dan pemilik Kampus LP3I cabang Pondokgede, Bekasi. Eko dan Suarna pernah bertemu empat tahun silam namun tak ada komunikasi setelah pertemuan itu. Baru ketika Eko tampil pada acara"Kick Andy" 3 Februari 2012 silam, Suarna langsung mengirim pesan pendek (SMS) pada Eko. Pesan singkat berisi tawaran mengajar sebagai dosen dan instruktur TI di kampusnya! Setelah minta restu kedua orangtuanya, awal Maret 2012 Eko resmi menjadi dosen Kampus LP3I cabang Pondokgede. Ia memberi kuliah umum untuk seluruh mahasiswa mulai dari tingkat 1 hingga tingkat 3. Meski sudah berpengalaman menjadi trainer, namun berhadapan dengan banyak mahasiswa membuat Eko deg-degan juga. Dalam kapasitas sebagai dosen tunanetra, Suarna menugaskan Eko memberi kuliah Personality Management. Selain itu juga dijadwalkan mengisi kuliah umum Achievement Motivation Training(AMT), dan nantinya akan berlanjut ke perkuliahan yang berhubungan dengan teknologi serta komputer. Total jenderal Eko membawahi empat kelas, yaitu Komputer Akuntansi, Informatika Komputer, Akademi Bisnis, dan Akademi Perkantoran. Dalam mengajar Eko "ditemani" sebuah notebook dengan berprosesor Intel i7 dan RAM 8 GB sehingga cukup untuk menjalankan aplikasi-aplikasi terkini. Tentu saja ada aplikasi tambahan, yakni aplikasi pembaca layar. Dengan aplikasi ini Eko yang tunanetra bisa mengetahui isi notebook dengan mendengarkan informasi yang telah diubah ke bentuk suara.Presentasi materi pun dijalankan tanpa asisten, murni menggunakan PowerPoint dan Youtube. Sebagai tambahan, Eko juga memanfaatkan gadget berbasiskan Android dan iPod Touch untuk mendemonstrasikan pengalaman terkini seputar teknologi informasi. Misalnya saja, bagaimana memanfaatkan GPS, seperti apa aplikasi detektor warna bagi tunanetra, dan lain sebagainya. Tantangan terbesar adalah saat berkomunikasi dengan mahasiswa. Karena tak bisa melihat, maka untuk mengetahui nama mahasiswa dari suaranya. Menghafal lebih dari 100 jenis suara tentu bukan pekerjaan mudah.Cara mengakalinya adalah dengan menandai mahasiswa yang paling banyak bicara, lalu bertahap ke mereka-mereka yang lebih pendiam. Untuk tugas dan ujian Eko meminta mahasiswa menuliskannya dalam sebuah file. Dengan begitu Eko bisa langsung memeriksa via komputer. Jika pekerjaan berupa tulisan tangan, menggunakan pemindai kampus yang telah dipasangi aplikasi OpenBook, Eko bisa mengakses tugas itu melalui laptop atau komputer kampus. Jika ingin berkenalan lebih lanjut, silakan hubungi Eko di@ramadityaknight. (*)