Advertorial
Intisari-Online.com - Jauh sebelum Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) dibentuk untuk memerangi terorisme pada Juni 2015, pasukan khusus gabungan TNI dan Polri sebenarnya pernah melakukan latihan bersama.
Latihan itu berlangsung pada tahun 2004 dan berlokasi di gedung MPR/DPR kompleks Senayan, Jakarta.
Simulasi latihan menggambarkan ketika 40 teroris bersenjata lengkap tiba-tiba menguasai gedung MPR/DPR dan menyandera ketua MPR dan DPR beserta seluruh anggota dewan yang tengah melakukan persidangan.
Akibatnya, situasi sidang untuk menyiapkan Pemilu 2004 berubah mencekam.
Baca juga:Pernah Sukses Bebaskan Sandera Dalam Waktu 3 Menit, Kopassus Pun Jadi Pasukan Terbaik di Dunia
Seorang anggota dewan bahkan ditembak teroris demi memberi peringatan kepada yang lain agar tidak melakukan perlawanan.
Selanjutnya, teroris meminta kepada pemerintah RI untuk menebus para sandera dengan tiga hal.
Uang 50 juta Dollar AS, menyiapkan sebuah helikopter dan meminta berbicara langsung dengan Kapolri.
Bila permintaan tidak dipenuhi, teroris yang menyebut dirinya Musang mengancam melakukan pembunuhan dan penghancuran besar-besaran.
Pemerintah segera meminta TNI dan Polri melumpuhkan teroris. Perencanaan disusun dengan cepat. Permintaan teroris juga disediakan.
Tetapi, tanpa sepengetahuan kawanan teroris ( Musang) , ‘hadiah khusus’ tengah disiapkan. Yaitu pasukan khusus gabungan lawan teroris yang sudah terlatih dengan baik.
Musang terus melakukan ulah berlebihan. Merasa posisinya berada di atas angin, mereka melakukan show of force.
Demi melakukan teror lebih besar, Musang pun menembak satu sandera lainnya.
Baca juga:Pasukan Khusus Sepatutnya Memang Tak Mengenal Kata Lengah, Apalagi Masuk Jebakan Teroris
Tindakan semena-mena ini tentu saja memancing kemarahan pemerintah RI. Niat memberikan toleransi akhirnya berubah menjadi tindakan pembasmian.
Untuk pertama kalinya, tiga pasukan khusus dari TNI yakni Satuan 81 Kopassus (TNI AD), Detasemen Jala Mangkara (Marinir TNI AL), Detasemen Bravo 90 (TNI AU) dan satu khusus Satuan I Gegana dari Kepolisian RI dikirim untuk memberangus.
Tindakan penyergapan TNI-Polri dilakukan pertama kali melalui penerjunan Denjaka ke atas gedung Nusantara III.
Setelah itu penurunan Bravo 90 menggunakan tali dari helikopter, juga ke gedung yang sama.
Di luar gedung, sepasukan Bravo 90, Denjaka dan Sat-81 bersiap mendobrak gedung. Mereka bersenjata lengkap didukung kendaraan tempur.
Meski berupa simulasi pertempuran, aksi gabungan pasukan khusus melawan teroris dapat dikatakan tidak main-main.
Beberapa kaca di lantai lima gedung Nusantara III dipecahkan melalui tendangan kaki Denjaka dan Bravo 90 yang turun menggunakan tali.
Sementara di bawah, dengan menggunakan peluru tajam, Sat-81 melakukan pendobrakan sekaligus penyerangan ke dalam gedung.
Sat I Gegana dibantu anjing-anjingnya, melakukan penyerangan seraya melumpuhkan bom yang telah dipasang Musang.
Dalam waktu tidak kurang dari 20 menit, tindakan cepat yang dilakukan tim pasukan khusus gabungan membuahkan hasil. Beberapa Musang berhasil ditembak sementara sisanya ditangkap.
Irjen Pol. Dewa Astika saat itu selaku penanggung jawab latihan mengatakan bahwa simulasi pertempuran dilakukan guna menjawab dinamika di dalam negeri.
Skenario latihan pun disesuaikan dengan situasi yang mungkin saja terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu 2004.
Selain itu, melalui latihan tersebut TNI dan Polri bermaksud menunjukkan kepada publik bahwa TNI-Polri punya profesionalisme di bidangnya.
Segala tindakan membahayakan keamanan bangsa akan dilawan dengan tindakan nyata dan berani.
Latihan gabungan itu juga sekaligus membuktikan kekompakan dan kerjasama antarpasukan elit di tanah air telah terjalin dengan baik.
Yang pasti TNI yang kemudian membentuk pasukan Koopssusgab dengan peralatan pendukung yang lebih baik dan makin canggih, kemampuan untuk membasmi terorisme pun dijamin makin mumpuni.
Baca juga:Kisah Hatf Saiful Rasul, Bocah 13 Tahun Asal Bogor yang Tewas Saat Bertempur Bersama ISIS