Advertorial
Intisari-Online.com – Bahwa air kelapa dibuang percuma sudah lama kita ketahui bersama. Ada orang yang iseng-iseng menghitung berapa nian air kelapa yang dibuang percuma itu? Ternyata ada 2,4 juta liter sehari, kalau benar produksi kelapa seluruh Indonesia Raya hanya 2.700 juta butir setahun.
Air yang dibuang (sebelum daging buahnya dimanfaatkan) cuma 900 juta liter setahun. Di atas kertas buram, ini jadi hanya 2,4juta liter sehari saja.
Jumlah ini tidak ada artinya, kalau kita tidak bisa membayangkan berapa banyak (sesungguhnya) 2,4 juta liter itu. Tapi kalau kita iseng-iseng merenungkan: dengan berapa truk tangki bensin jumlah itu bisa diangkut?
Maka, air kelapa mubazir itu ada sebanyak empat ratus truk sehari, kalau tiap truk yang dipakai mampu mengangkut 6.000 liter.
Baca juga: Sebentar Lagi Bulan Puasa, Yuk Belajar Mengolah Kolang-kaling supaya Lebih Tahan Lama
Apakah tidak bisa, air sebanyak empat ratus truk (sehari) itu dimanfaatkan sebagai bahan makanan, seperti air kelapa di Filipina, yang dijadikan nata de coco (mutu ekspor untuk Eropa)?
Bisa, kalau mau
Nata de coco ialah bahan padat seperti agar-agar (tapi lebih kenyal) atau seperti kolang-kaling (tapi lebih lembek sedikit), berwarna putih transparan. Dulu ia diimpor ke Indonesia sebagai bahan awetan dalam sirop, yang dikemas dalam botol, dan dijual di beberapa supermarket ibu kota.
Tapi belakangan, industri M dan M (dulu disebut P & D) kita sudah bisa membuatnya sendiri, dan memasuki supermarket itu, walaupun masih belum teratur, 'serbuannya'.
Karena diperoleh dari air kelapa, maka bahan putih padat yang kenyal itu pun disebut sari kelapa, meskipun yang dimaksud hanya sari airnya saja. Biasanya ia disajikan sebagai campuran fruit bowl dan cocktail buah, sehabis makan siang, untuk 'mencuci mulut'.
Bagaimana mungkin, dari cairan air kelapa bisa terbentuk gumpalan padat! Tidak lain karena ulah bakteri Acetobacter xylinum, yang sengaja kita perbudak. Bakteri ini mampu merubah gula glukosa (sekitar 5%) dalam air kelapa asli itu menjadi cellulosa (selulosa), sejenis bahan yang sama unsurnya dengan glukosa.
Baca juga: Ingat, Jangan Langsung Makan Gorengan dan 5 Makanan Ini Saat Berbuka Puasa!
Tapi kalau glukosa diteorikan tersusun dari rangkaian molekul C6 H,2 O6, maka selulosa hasil rombakan itu diteorikan sebagai C6, H10 O5. Memang sama rumusnya dengan zat pati. Cuma susunan atom dalam molekul, dan susunan molekul dalam rangkaian makromolekul saja yang berbeda.
Selulosa bisa memperkuat dinding sel tanaman yang tadinya lembek, menjadi lebih kenyal, sehingga ia bisa melindungi isi sel. (Lalu supaya gampang mengingat-ingatnya, ia disebut selulosa).
Anehnya, bakteri Acetobacter xylinum membuat selulosa tidak untuk memperkuat selnya sendiri, (hasil karyanya tidak ditempelkan pada tubuhnya), tapi semata-mata karena ingin memperoleh energi dari proses perombakan (pemecahan) molekul glukosa menjadi molekul selulosa itu.
Energi yang timbul dipakainya untuk menjalahkan proses pertukaran zat dalam tubuhnya.
Meskipun sama-sama karbohidratnya dengan zat pati dan gula glukosa, namun selulosa lebih sukar dicerna. Misalnya selulosa dari serabut kasar kulit buncis. Kadang-kadang malah ada yang tidak bisa dicerna sama sekali, seperti serat kapas yang meliputi biji, misalnya.
Baca juga: Tidak Perlu Jauh-jauh ke Kalimantan Bila Ingin Berbuka Puasa dengan Soto Banjar, di Jakarta pun Ada
Wah! Apa jadinya, kalau kita makan selulosa dari nata de coco itu?
Sebenarnya, selulosa yang masuk ke dalam badan kita bersama makanan sehari-hari juga tidak sedikit. Tidak apa-apa! Sayur dan buah-buahan seperti kacang panjang (yang sudah dipendekkan), emping melinjo, kangkung cah, buah nangka, semuanya mengandung selulosa yang kita telan sehari-hari (dan tidak apa-apa).
Bahan ini malah memegang peranan penting sebagai pendorong pencernaan makanan kita. Karena merupakan subal yang memperbesar volume dari bahan makanan lembek yang sudah masuk ke dalam usus, maka selulosa merangsang usus itu untuk bergerak mendorong massa makanan ke arah 'pintu belakang' dengan lancar. Tidak macet di tengah kamar kecil.
Jangan sampai ambrol
Untuk memperoleh nata de coco sebagai hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum, kita boleh mulai dengan 50 liter air kelapa, atau 2 ½ jeriken plastik 20 literan. Ini sudah cukup banyak untuk dijadikan delapan puluh botol (selai) nata de coco.
Baca juga: Buka Puasa Tanpa Kurma Kurang Afdol, Bagaimana Bila Bulan Puasa Jatuh Di Luar Musim Kurma?
Setelah disaring dengan kain mori (supaya betul-betul bebas kotoran), air kelapa itu mula-mula direbus sampai mendidih dulu. Maksudnya tidak lain supaya benih kuman bakteri macam-macam yang nebeng dalam air itu bisa ditumpas semua.
Jadi tidak mengacau proses fermentasi yang ingin kita lakukan dengan biakan Acetobacter xylinum murni nanti.
Sesudah didinginkan kembali, air kelapa bersih itu dituang kedalam bak pencampur, dan dibubuhi gula pasir (sebaiknya dilarutkan dalam sejumlah air bersih sedikit dulu) sebanyak 20 kg. Lalu seluruhnya dibubuhi asam cuka 5% sebanyak 1 liter.
Cuka 5% ini sudah cukup pekat untuk membuat suasana asam bagi Acetobacter, agar bekerja giat merombak molekul gula menjadi molekul selulosa.
Setelah diaduk sampai rata dengan pengaduk plastik yang juga sudah disterilkan, cairan dibubuhi starter (biang) bakteri nata, Acetobacter xylinum, lalu diaduk terus sampai biang itu pun tercampur rata.
Baca juga: Pengalaman Berpuasa di Negeri Dingin, Udara Segar Tapi Tenggorokan Malah Kering dan Cepat Haus
Cairan lalu dituang ke dalam sejumlah wadah dangkal yang lebih kecil (misalnya panci bergaris tengah 20-30 cm setinggi 20 cm, atau wadah lain dari gelas sebesar itu), yang berlaku sebagai pt fermentasi. Tapi menuangkannya jangan sampai lebih dari 15 cm tingginya (atau dalamnya).
Cairan sedangkal 15 cm ini dimaksudkan agar yang terlibat dalam proses nanti hanya cairan seperlunya saja. Tidak banyak yang akan terbuang mubazir sebagai cairan bawah.
Tempat fermentasi harus ditutup rapat dengan kain, supaya tidak diserbu semut atau serangga lain, tapi masih bisa ditembus oleh udara yang dibutuhkan oleh bakteri. Maka, padatan akan terbentuk pelan-pelan, di dekat permukaan. Itu pun kalau wadah itu ditaruh di atas rak datar yang bebas senggol-senggolan.
Makin lama, lapisan nata itu makin tebal (dan menebalnya justru ke arah bawah), sampai akhirnya tidak bisa ditahan lagi oleh cairan di bawahnya. Lalu ambrol.
Tapi sudah tentu, sebelum ambrol, nata harus dipanen. Yaitu setelah 12-15 hari sejak cairan dituang dulu.
Baca juga: Ingin Dapatkan Rasa dan Tekstur Kurma yang Enak? Simak 6 Tips Berikut Ini
Untuk membuang asam cuka yang masih menempel, nata de coco harus direndam selama tiga hari dalam air bersih, dan setiap hari diperbaharui air rendamannya.
Sesudah bebas cuka, nata diiris-iris menjadi bentuk dadu ½ x 1 ½ cm, atau 1 ½ x 2 cm, lalu direbus selama 30 menit. Sudah tentu dibubuhi air secukupnya supaya tidak gosong.
Maksud perebusan itu ialah agar gumpalan koloida yang terbentuk dari cairan itu tetap berbentuk gel seperti gelatin (agar-agar) akibat dipanaskan itu. Tidak berbentuk sol terus, seperti sebelum dipanaskan, yang sewaktu-waktu bisa mencair kembali.
Dengan direbus itu pula, nata yang terbentuk jadi bebas bakteri pembusukan.
Sesudah direbus selama 30 menit, gel nata ditiriskan (dikeringkan di atas saringan, agar cairannya menetes ke bawah, hingga ia kering angin), lalu dicampur dengan gula pasir sebanyak bobot nata yang ada.
Lalu dibiarkan selama satu malam, agar gula sempat meresap ke dalamnya.
Baca juga: Terserang Demam? Labu Air Daging Sengkel Bisa Jadi Pilihan Menu Berbuka Puasa Hari Ini
Disterilkan supaya awet
Esok harinya, nata yang manis itu dimasukkan ke dalam botol jam untuk disterilkan dalam panci pressure cooker. Memang sebaiknya ia dikemas dalam botol, supaya laku dijual di supermarket yang ruangannya dingin.
Sudah tcntu, botol selai yang akan dipakai harus sudah dicuci dulu dengan air sabun, dan dibilasi dengan air panas. Tutupnya (yang umumnya terbuat dari plastik tebal yang kuat) juga diperlakukan serupa.
Nata yang sudah dimasukkan ke dalam botol bersih lazimnya diberi cairan sirop gula, sebagai bahan pengawet. Tapi sirop yang dibubuhkan harus panas. Jadi waktu yang diperlukan untuk mensterilkan tidak perlu bertele-tele, karena sirop itu sendiri sudah panas.
Sirop ini harus merendam nata sedemikian rupa, hingga permukaan cairan masih terletak ± 1 cm di bawah batas tutup botol.
Mengapa tidak boleh penuh sama sekali? Tidak lain agar kalau cairan perendam itu nanti memuai setelah dipanaskan dalam pressure cooker ia tidak akan menekan tutup botol sampai jebol, gara-gara tidak ada rongga udara sebagai penyekat.
Baca juga: Jarang Diketahui, Inilah 5 Manfaat Kesehatan Minum Santan Kelapa
Sementara mengisikan nata ke dalam botol ini, panci pressure cooker (sudah tentu yang besar) sudah harus diisi dengan air dan dipanaskan di atas api, sampai air ini mendidih. Barulah ia siap diisi dengan botol yang sudah selesai ditutup.
Panci itu mempunyai semacam sarangan atau rak untuk menaruh botol. Air mendidih harus merendam botol di atas rak ini sama sekali, sampai permukaannya berimpit dengan permukaan tutup botol.
Setelah panci pressure cooker ditutup rapat, ia dipanaskan lagi sampai air di dalamnya mendidih (lagi), dengan ventil udara tetap dibiarkan terbuka. Tanda bahwa air sudah mendidih ialah ada asapnya yang keluar melalui lubang ventil yang dibiarkan terbuka ini.
Asap dibiarkan mendesis ke luar dulu selama 5-10 menit. Kemudian ventil boleh ditutup.
Maka, tekanan uap dalam panci itu akan naik sampai menaikkan suhu pula, yang bisa dibaca pada thermometer yang terpasang. Kalau suhu sudah mencapai 120° C, maka mulai saat itu kita harus menghitung masa penggodokan 30 menit.
Baca juga: Konsumsi Air Kelapa 14 Hari Berturut-turut! Rasakan 5 Manfaat Ini
Habis itu, penggodokan dihentikan (panci diangkat dari api), dan semuanya dibiarkan mendingin kembali secara wajar. Kalau suhu sudah turun normal lagi (38° C), barulah ventil dibuka. Kalau sudah tidak mendesis lagi, barulah tutup panci boleh dibuka.
Mengapa harus menunggu? Tidak lain karena kalau pressure cooker dibuka ketika suhu (dan tekanan) di dalamnya masih tinggi, maka perbedaan yang masih besar antara tekanan dalam botol selai dan tekanan udara di luarnya, bisa menekan tutup botol (yang kurang rapat) sampai lepas. Semuanya terbuang sia-sia.
Untuk menguji, apakah tutup botol masih rapat, botol yang sudah diambil dari panci pressure cooker yang dibiarkan mendingin secara wajar itu ditaruh terbalik di atas meja datar selama satu malam.
Kalau ada air yang meleleh dari botol, itu berarti penutupnya kurang rapat. Hanya botol yang jelas tidak bocor saja yang boleh kita jual setelah diberi label yang bagus. Atau disimpan untuk keperluan sendiri di kemudian hari. Lainnya dimakan segera saja (isinya).
Dibiakkan dalam nenas
Membuat nata de coco sebanyak delapan puluh botol selai (setiap hari) memang bukan pekerjaan sambilan, tapi usaha industri kecil yang sungguh-sungguh.
Baca juga: Air Kelapa Lebih Baik Dibandingkan Sport Drink
Bagaimana kalau kita sebagai ibu rumah tangga kecil-kecilan ingin juga membuat nata secara kecil-kecilan tapi tidak usah rumit seperti industri kecil? Hasilnya hanya untuk dihidangkan pada arisan bulanan rukun tetangga, misalnya. Atau untuk santapan sehari-hari yang hanya perlu sedikit saja (sebagai 'obat kepingin')?
Untuk itu, boleh saja kita menggarap air kelapa hanya sebanyak delapan gelas. Jumlah ini hanya memerlukan gula pasir sebanyak 6 sendok makan saja, dan 6 sendok teh cuka 5%.
Esok harinya, kita meramu dan mengolah bahan sejumlah itu pula. Kalau setiap hari kita membuat ramuan nata serupa, maka setelah 12-15 hari kita bisa panen nata. Dan pada hari berikutnya. bisa panen lagi setiap hari, selama kita tidak lupa meramu setiap hari juga.
Hanya repotnya, kita perlu wadah yang bukan main banyaknya, dan diberi label bertanggal yang cermat supaya tidak kacau.
Starter biang bakteri yang dipakai bisa dibeli pada Pusbangtepa (Pusat Pengembangan Teknologi. Pangan), Kampus IPB Dermaga, Kotakpos 122 Bogor.
Baca juga: Memanfaatkan Degan atau Kelapa Muda Untuk Penurun Panas, Begini Lho Caranya
Tapi supaya tidak berkali-kali menghadap ke Pusbangtepa, starter yang kita peroleh itu sebaiknya dibiakkan sendiri sebagian, dalam parutan buah nanas yang sudah masak. Pembiakan perlu waktu ± dua minggu.
Setiap kali hendak membuat nata de coco dari delapan gelas air kelapa itu, kita hanya perlu menyediakan setengah gelas parutan buah nenas hasil pemeraman dua minggu ini saja.
Pengerjaan bahan itu menjadi nata, selanjutnya sama saja dengan cara yang sudah diutarakan di muka. Yaitu setelah direbus dan dicampuri gula dan cuka, ditulari bakteri dari nanas.
Air kelapa 'rumahan' ini juga perlu dituang ke dalam wadah fermentasi (panci kecil saja) dan didiamkan selama 12-15 hari, lengkap dengan tutup kain seperlunya.
Hasilnya juga dicuci dan dipotong kecil-kecil, lalu.direbus sebentar sebelum digulai supaya manis. Hanya saja, hasil yang sudah berupa irisan dadu manis ini tidak usah dibotolkan, tapi langsung saja dimasukkan ke dalam fruit bowl, 'cocktail' buah, atau lainnya, yang diprogramkan sebagai pencuci mulut.
(Ditulis oleh Slamet Soeseno. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 1984)
Baca juga: Inilah yang Terjadi Jika Rutin Mengoleskan Campuran Minyak Kelapa dan Lemon pada Rambut Anda