Intisari-Online.com- Ilmuwan asal Inggris sukses menghidupkan kembali lumut tua di Antartika yang telah "mati" selama 1.500 tahun. Keberhasilan yang dipublikasikan di jurnal Current Biology inimenandai kesuksesan pertama dari upaya "menghidupkan" tumbuhan.Tumpukan lumut tua memang menjadi keindahan wilayah Antartika yang terbentuk sejak ribuan tahun lalu. Lumut itu bersemi saat musim panas.Tumpukan lumut tertua di Antartika sendiri berusia sekitar 5.000 tahun. Bagi ilmuwan, lumut itu berguna sebagai cara untuk memahami misteri iklim di masa lampau.Sebelumnya, ilmuwan pernah mencoba "menghidupkan" kembali lumut yang beku. Namun, mereka saat itu baru berhasil mengaktifkan lumut yang terjebak di es selama 20 tahun.Kini, ilmuwan British Antartics Survey telah berhasil mengambil sampel lumut dari lapisan permafrost dan "menghidupkan" lagi.Mereka menaruh sampel tersebut dalam inkubator bersuhu 17 derajat celsius, temperatur dimana lumut bersemi selama musim panas. Setelah 3 minggu, pucuk baru muncul."Banyak orang bertanya apakah kita melakukan hal yang rumit untuk menumbuhkannya kembali," kata Peter Convey, salah satu yang terlibat riset."Kami pada dasarnya hanya memotong setengahnya dan menaruhnya di dalam inkubator serta melakukan apapun untuk menumbuhkannya," imbuhnya seperti dikutipBBC, Senin (17/3/2014).Proses yang paling rumit mungkin adalah memastikan tak adanya kontaminan dalam kultur lumut yang berdasarkan penanggalan karbon berusia 1.530 tahun.Peran penting lumutBaik di Arktik maupun Antartika, lumut adalah bagian penting dari ekosistem. Organisme ini berperan seperti tumbuhan besar, dan berfungsi dalam menyerap karbon.Pertanyaan kemudian muncul, bila lumut tua berhasil dihidupkan kembali, mampukah dia menyerap karbon yang dihasilkan manusia?Menurut Convey, lumut yang beku di Arktik sudah mati dan tak bisa direvitalisasi. Jadi, sudah tak bisa lagi menyerap karbon.Di Antartika, lumut memang masih bisa "dihidupkan". Namun, bila itu dilakukan, berapa lumut yang harus "dihidupkan"?Di sisi lain, riset ini menguak satu hal. Tumbuhan ternyata mampu bertahan jauh lebih lama dari yang diduga manusia sebelumnya. (Yunanto Wiji Utomo/ Kompas)