Advertorial

Black Widow, Barisan Bom Bunuh Diri Janda Hitam yang Membalas Kesumat Suami Tercinta

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah
,
Yoyok Prima Maulana

Tim Redaksi

Intisari-Online.com- Sebagian besar pembom bunuh diri perempuan dimotivasi oleh semangat balas dendam atas kematian orang yang dicintai (suaminya).

Dalam beberapa kasus, bagi mereka kematian suaminya adalah bentuk balasan terhadap dosa yang mereka (janda-janda) lakukan sebelumnya.

Sehingga, menjadi martir bom bunuh diri adalah jalan paling realistis yang akan ditempuhnya.

Namun lebih jauh, ada kekuatan lain dari perempuan yang membuatnya menarik untuk melakukan bom bunuh diri.

Baca Juga:Pantas Banyak Digunakan Teroris, Ternyata Bom Paku Punya 'Daya Mematikan' Sekuat Ini!

Kekuatan itu ialah aura feminin yang mereka miliki.

Perempuan tidak digunakan untuk bom bunuh diri hanya karena semangat keagamaan atau keinginan mereka untuk balas dendam.

Aura feminin yang mereka miliki dan oleh karenanya berpenampila sederhana, memungkinkan mereka untuk menyelinap ke area strategis tertentu tanpa kecurigaan.

Tampilan perempuan yang seringkali dipahami sebagai kurang mengancam adalah alasan yang sangat masuk akal.

Baca Juga:(Video) Aksi Heroik Polisi Selamatkan Bocah Anak Terduga Pelaku Bom di Mapolrestabes Surabaya

Sehingga serangan-serangan pada akhirnya juga menggunakan perempuan.

Terlebih dalam berbagai budaya, menggeledah wanita adalah hal yang tak dapat diterima.

Hal itu mendapat celah bagi lengahnya pihak keamanan yang tak berpikir bahwa perangkat bom bunuh diri dapat diselundupkan pada tubuh perempuan.

Dengan terbunuhnya sang suami tercinta, perempuan ini otomatis menjadi janda.

Baca Juga:Bukan ISIS, Inilah Kelompok Teroris Paling Berbahaya dan Paling Mematikan di Dunia

Tidak sembarang janda lemah, mereka kemudian menjelma kuat dan muncullah fenomena Black Widow (janda hitam).

Contoh aksi Black Widow ini adalah pada 2000 ketika Khava Barayeva dan Luiza Magomadova meledakkan diri di pangkalan Angkatan Darat Rusia di wilayah Kaukasus Utara Chechnya.

Sejarah Black Widows Rusia atau yang dikenal sebagai Shahidka sendiri setelah kejadian itu menjadi marak.

Lebih dari 50 insiden Black Widow serupa kemudian menghantui Rusia.

Baca Juga:Sempat Ditanya Rencana Terorisme di Masa Depan, Ini Jawaban Osama bin Laden Saat Masih Hidup

Kondisi sosial dan perpolitikan pastinya juga mempengaruhi gerakan-gerakan ini.

Setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1991 sekelompok pemberontak Chechnya menyatakan bahwa mereka adalah pemerintah yang sah.

Yang terjadi selanjutnya adalah gerakan separatis Chechnya yang dipimpin oleh Doku Umarov atau yang memiliki nama arab Dokka Abu Umar.

Umarov mendukung ide pan-Islamisme dan ideologi jihadis, bahkan berambisi membentuk Emirat Kaukasus Utara.

Baca Juga:Adik Menyusul Kakak Meninggal Karena Bom, Kisah Pilu Kakak Beradik yang Rutin Bergandengan Tangan

Suatu waktu, pemimpin militan Chechnya ini ingin menggagalkan Olimpiade Musim Dingin Februari 2014 di Sochi, Rusia.

Dia pun memanfaatkan sumber daya Black Widow ini.

Hal itu juga dianggap sebagai memaksimalkan kekuatan.

Sifat dan kekuatan yang tepat dari pengaruh Umarov khususnya terhadap para jihadis perempuan tidak diketahui.

Baca Juga:Bom Bunuh Diri: Fanatisme Individual atau Mekanisasi Teknik Militer Berbasis Manusia?

Namun, para pejuangnya mungkin berjumlah ribuan, menurut Rajan Menon, seorang rekan senior di lembaga Dewan Atlantik yang bermarkas di Washington.

"Dia mungkin memiliki beberapa ribu pejuang di pembuangannya, tapi keliru melihatnya sebagai kepala gerakan perlawanan yang bersatu dan terpusat," kata Menon sebagaimana dilansir dalam english.alarabiya.net.

Sebagian besar pembom bunuh diri perempuan itu memang dimotivasi balas dendam atas kematian orang yang dicintai yang dibunuh oleh tentara Rusia.

Hal itu terjadi tidak lain karena untuk membendung pemberontakan.

Baca Juga:Tak Hanya Lapas di Nusakambangan, Inilah 8 Penjara Paling Aman di Dunia! Napi Dijamin Susah Kabur!

Jaringan misterius

Rasa sakit kehilangan dari para perempuan yang ditinggal oleh suami mereka yang seorang jihadis ini memudahkan perekrutan.

Mereka mungkin direkrut oleh jaringan misterius yang menghasut untuk melakukan 'aksi kemartiran' bom bunuh diri.

Perempuan-perempuan itu tidak menjadi Black Widow dalam semalam.

Baca Juga:20 Tahun Reformasi 1998, Kisah Sedih Soeharto Ditinggalkan Sendirian Oleh Orang-orang Kepercayaannya

Rekrutmen, indoktrinasi dan pelatihan pasti juga memakan waktu.

Sebagian besar pembom bunuh diri perempuan ini adalah keturunan Kaukasia Utara yang juga anggota separatis dan simpatisan Islamis.

Beberapa perempuan Rusia lain juga terlibat dalam pemboman.

Tidak heran jika pada aksi-aksi terorisme di mana pun, wanita dan bahkan anak-anak mungkin saja terlibat untuk memaksimalkan kekuatan dalam menebar teror.

Baca Juga:Bom, Fanatisme, dan Berubah-ubahnya Wajah Terorisme Sepanjang Sejarah

Artikel Terkait