Intisari-Online.com -Keputusan untuk menikah harus disadari oleh masing-masing pasangan bahwa mereka memiliki mimpi yang sesuai tentang kehidupan perkawinan.Memang, terkadang mimpi tadi tidak mewujud dalam dunia nyata yang mereka hadapi. Namun, dengan kesadaran akan cinta kasih yang terjalin, kedua pasangan akan berupaya mewujudkan mimpi mereka semaksimal mungkin. Untuk mengenali apakah mimpi tentang keluarga yang ingin dibangun itu benar benar tercipta, kedua pasangan dapat menelusuri dan menilai berbagai kegiatan bersama yang dilakukan.Ada beberapa aspek kehidupan yang memang perlu dinilai dan didiskusikan oleh kedua pasangan dalam menjalani perkawinan, saat melalui usia perkawinan tujuh tahun pertama.
Aspek-aspek itu meliputi: - Kenyamanan (apakah komunikasi yang terjalin saat melakukan kegiatan bersama benar-benar menyenangkan, mengasyikkan, serta membuat relasi semakin erat).- Karier (apakah karier masing-masing membuat bangga satu sama lain).- Kekayaan (apakah status sosial ekonomi kedua pasangan menggambarkan harapan dan mimpi pasangan atau kalau belum tercapai, apakah usaha kedua pasangan berimbang dalam meraihnya).- Agama (apakah keyakinan beragama di antara pasangan membuat mereka merasa nyaman dalam beribadah).- Individualitas(apakah kesempatan untuk mengembangkan kehidupan pribadi masih terbuka dalam kebersamaan yang intim di antara pasangan). - Kesepakatan sosial (apakah kedua belah pihak merasakan dukungan terhadap aktivitas sosial masing-masing). - Survival (apakah kontribusi masing-masing pasangan dirasakan kedua pasangan berimbangsaat menuju pencapaian mimpi keluarga yang disepakati keduapasangan).
Bila ternyata hasil penilaian sebagian besar aspek-aspek dalam kehidupan perkawinan itu positif, maka keintiman relasi dengan sendirinya secara bertahap dirasakan meningkat dan korelasi dengan keeratan relasi kasih pun menjadi positif.
Kebersamaan membuat pasangan benar-benar merasa nyaman. Kalaupun terjadi konflik di sana-sini pada berbagai area, maka akan lebih mudah dicarikan penyelesaian yang saling disepakati berdua. Bahkan konflik itu sendiri dapat menjadi bumbu bagi kemesraan serta keintiman relasi penuh kasih di antara mereka.
Artikel ini pernah ditulis oleh Sawitri Supardi Sadarjoen, Guru Besar pada bidang psikologi klinis, Fak. Psikologi Unpad, Bandung, dalamIntisariEdisiHealthy Sexual Life 3, tahun 2007, dengan judul asli "7 Tahun Usia Rawan Perkawinan".