Intisari-Online.com -Dr. Devlin menemukan bukti bahwa keadaan dalam kandungan juga sangat berpengaruh pada pembentukan kecerdasan. "Ada otak substansial yang tumbuh dalam kandungan," jelasnya. "IQ sangat tergantung pada bobot lahir bayi. Anak kembar, rata-rata memiliki IQ 4 – 7 angka di bawah anak lahir tunggal karena umumnya bayi kembar memiiki bobot badan lebih kecil," tambah Devlin.
Lebih dari 20 tahun terakhir berbagai penelitian juga mengungkapkan korelasi positif antara gizi, terutama pada masa pertumbuhan pesat, dengan perkembarigan fungsi otak. Ini berlaku sejak anak masih berbentuk janin dalam rahim ibu. Pada janin terjadi pertumbuhan otak secara proliferatif (jumlah sel bertambah), artinya terjadi pembelahan sel yang sangat pesat.
Kalau pada masa itu asupan gizi pada ibunya kurang, asupan gizi pada janin juga kurang. Akibatnya, jumlah sel otak menurun, terutama cerebrum dan cerebellum, diikuti dengan penurunan jumlah protein, glikosida, lipid, dan enzim. Fungsi neurotransmiternya pun menjadi tidak normal. Dengan bertambahnya usia janin atau bayi, bertambah pula bobot otak. Ukuran lingkar kepala juga bertambah.
Karena itu, untuk mengetahui perkembangan otak janin dan bayi berusia kurang dari setahun dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan mengukur lingkar kepala janin.
Begitu lahir pun, faktor gizi masih tetap berpengarah terhadap otak bayi. Jika kekurangan gizi terjadi sebelum usia 8 bulan, tidak Cuma jumlah sel yang berkurang, ukurannya juga mengecil. Saat itu sebenarnya terjadi pertumbuhan hipertropik, yakni pertambahan besar ukuran sel.
Penelitian menunjukkan, bayi yang mengalami kekurangan kalori protein (KKP) berat memiliki bobot otak 15 - 20% lebih ringan dibandingkan dengan bayi normal. Defisitnya bahkan bisa mencapai 40% bila KKP berlangsung sejak berwujud janin. Karena itu, anak-anak penderita KKP umumnya memiliki nilai IQ rendah.
Kemampuan abstraktif, verbal, dan mengingat mereka lebih rendah daripada anak yang mendapatkan gizi baik Asupan zat besi (Fe) juga berkaitan erat dengan kemampuan intelektual. Untuk membuktikannya, Politt melakukan penelitian terhadap 46 anak berusia 3-5 tahun.
Hasilnya menunjukkan, anak dengan defisiensi zat besi ternyata memiliki kemampuan mengingat dan memusatkan perhatian lebih rendah. Penelitian Sulzer dkk. juga menunjukkan anak menderita anemia (kurang darah akibat defisiensi zat besi) mempunyai nilai lebih rendah dalam uji IQ dan kemampuan belajar. Maka atas dasar hasil penelitian tadi, kita bisa mengatur makanan anak sejak janin.
Artikel ini pernah dimuat di Intisari edisi Kumpulan Artikel Kesehatan Anak 2002 dengan judul "Memacu IQ Selagi Ada Waktu" oleh Khamid Wijaya, dkk.,.