Intisari-Online.com – Malam itu adalah malam Natal. Seisi rumah mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatu sejak pagi. Begitu juga dengan aku. Sesudah misa malam Natal, biasanya kami sekeluarga berkumpul untuk saling mengucapkan selamat Natal dan makan malam bersama.
Siang ini aku berencana membeli dua loyang kue kesukaan keluarga kami. Satu untuk keluarga orangtuaku dan satu lagi untuk keluarga suamiku. Setelah menentukan toko roti tempat kami akan membeli kue, kami segera berangkat ke tempat tujuan. Setiba di toko kue, kami pun segera memilih kue yang dimaksud. Karena belum sarapan, suamiku membeli roti isi. Satu bungkus roti isi berisi tiga buah roti dengan rasa yang berbeda.
Dalam perjalanan pulang, saat berhenti di lampu merah, seorang gadis peminta-minta menghampiri kaca jendela mobil kami. Seperti pengemis lain, ia langsung menengadahkan tangannya memohon sekeping uang. Refleks aku melambakan tangan, menandakan menolak memberi. Gadis itu pun meninggalkan mobilku.
Pada saat bersamaan, suamiku memberikan roti terakhirnya kepadaku. Ia meminta untuk memberikan roti itu kepada gadis kecil tadi. Segera kubuka jendela mobil, dan kupanggil gadis peminta-minta itu. Kuberikan roti itu sambil tersenyum. Gadis itu segera menerima roti dariku sambil mengucapkan terima kasih.
Sambil memegang roti itu, gadis kecil peminta-minta itu berlari ke arah seorang ibu yang berpakaian lusuh di tepi jalan. Ia menyerahkan roti tadi kepada ibu itu sambil menunjuk-nunjuk dan tertawa lebar, ke arah mobilku. Si ibu sengaja melihat ke arahku, menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, begitu pula gadis kecil itu. Tampak sukacita di wajah mereka.
Ah, sungguh ucapan syukur terungkap lewat segaris senyum yang tulus. Aku baru menyadari, betapa berartinya pemberian kami yang tidak seberapa itu. Tapi bagi mereka, roti itu mungkin sungguh membahagiakan mereka. (BMSPS)
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR