Intisari-Online,com - Selama trip ini sebelumnya saya tidak pernah menjalankan mobil tergesa-gesa seperti kini, yaitu dengan sedapat-dapatnya mendahului kendaraan di depan. Hal ini juga saya lakukan di daerah pegunungan yang berliku-liku, walaupun ada garis di bagian tengah jalan. Kegelapan malam memudahkan saya menerka adanya kendaraan berlawanan arah karena sorot lampunya yang terang. Memang melanggar aturan lalu-lintas dan sangat berbahaya!Pada suatu saat sebuah pick-up (satu-satunya!) mendahului kami dan memberi isarat untuk berhenti. Saya turuti. Ternyata, seorang berseragam mendatangi saya dan marah-marah (sudah kami duga!) Dalam bahasa Spanyol dengan gerak tangan ia menerangkan bahwa saya tidak boleh mendahului.Saya jawab, tidak mengerti, sambil memperlihatkan paspor. Ini diambilnya dan kami harus mengikutinya. Setelah 12 km tibalah kami di sebuah pos polisi kota (saya tak tahu namanya karena tak dapat membaca dalam gelap).Saya pesan isteri saya agar pura-pura sakit keras, sambil membawa foto-X lutut kiri yang dibuat diManagua. Di kantor saya disambut oleh para polisi dengan sikap menyalahkan setelah mengetahui kesalahan saya. Agar dapat menjelaskan saya minta agar boleh berbicara dengan seorang yang bisa berbahasa Inggeris.Komandannya, seorang kapten, berkulit putih dan berbeda dari yang lain-lain, mendengarkan alasan saya. Karena desakan keadaan darurat, kata saya, setelah mengakui kesalahan saya.Isteri saya harus secepatnya ke AS untuk perawatan tungkai yang "patah", sambil memperlihatkan foto-X samping, di mana nampak antara tulang paha dan tulang kering "mengawang" tulang tempurung (yang sebenarnya normal)!Saya perlihatkan kartu nama saya sebagai seorang dokter. Dari semula memang ia berlaku simpatik dan kini terpengaruh juga oleh "alasan" saya! Lalu ia menerangkan kepada semua bawahannya, khususnya kepada si penangkap saya.Setelah paspor dikembalikan saya ucapkan terima kasih atas kebaikannya dan minta disampaikan kepada si penangkap, bahwa ia telah melakukan tugasnya dengan baik dan saya minta maaf. Uluran tangan saya diterimanya dengan senyum. Maka berakhirlah petualangan saya dengan baik! Suatu keuntungan!Dalam gelap gelita perjalanan dilanjutkan. Pukul 2 tengah malam tibalah kami di pos perbatasan Panama setelah menempuh hampir 550 km dari Panama City. Karena kantor tutup, seraya menunggu pagi saya dapat tidur 1,5 jam.Pukul 7.30 pos dibuka dan kami dapat meninggalkan Panama untuk masuk Costa Rica kembali. Karena lonceng dimundurkan sejam maka pos perbatasannya masih belum buka. Pukul 8 pagi pos buka. Di bagian imigrasi kami membayar kartu turis US $ 2 seorang dan untuk asuransi mobil US$ 1.20.Perjalanan melalui jalan CR 2 lewat Villa Neilly,Rio Clarodan Palmar Norte, lancar. Setelah San Isidro de General (ketinggian 765 m) jalanan menanjak. Banyak bagian yang sangat curam sehingga mobil harus berjalan dengan versnelling 1 atau 2.Sejauh 45 km ke puncaknya yang setinggi 3668 m, perjalanan disertai cuaca sangat buruk dengan hujan keras serta selingan kabut tebal. Bukan inilah yang mencemaskan saya, tapi kelip-kelip lampu merah di "dashboard" menandakan bensin hampir habis. Bila jalanan kurang terjal atau merata lampu tetap merah!Kami bingung juga. Bagaimana bila bensin habis sama sekali. Isteri saya sudah was-was tentang kelalaian saya. Saya harapkan agar puncaknya dapat dicapai. Turun dengan mobil tanpa bensin bila terpaksa akan saya lakukan dengan kontak menyala.Tapi untunglah puncak tercapai dan di sana ada sebuah waning sederhana yang menjual bensin eceran juga! Harganya US$ 3 untuk 10 liter yaitu 50% lebih mahal. Legalah kami!-bersambung---Inilah bagian kelima cerita H.O.K. Tanzil saat pergi ke Benua Eropa dan Amerika yang ditulis di Majalah Intisariedisi Maret 1979dengan judul asli "Tahap Terakhir Perjalanan Darat 45.000 km".