Intisari-Online.com - Kabar yang menyebutkan mantan menteri keuangan Sri Mulyani masuk daftar calon menteri Jokowi diakui Ketua Bidang Politik DPP PDI Perjuangan Puan Maharani. Padahal, tidak sedikit pengamat yang menilai Sri Mulyani pro neo liberal, sehingga tidak layak dijadikan menteri di kabinet Jokowi.
Salah satu yang mengemukakan penolakan tersebut adalah Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yeni Sucipto. Dengan Mahzab Neoliberalisme yang dianut Sri Mulyani, Yeni menilai, Indonesia akan semakin tergantung pada pihak asing.
“Ketika nama Sri Mulyani itu muncul, nama itu akan membawa Indonesia pada ketidakmandirian lagi, bisa-bisa negara ini hancur. Dia tidak sesuai dengan amalan konstitusi, tidak sesuai pancasila yang menjadi sistem negara kita,” tutur Yeni, Jumat (17/10/2014).
Serupa dengan Yeni, pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Donni Edwin juga menilai Sri Mulyani pro neo liberal dan sudah kadung dinilai pendukung gagasan tersebut. Selain itu, menurut Donni, Sri Mulyani juga masih terlibat kasus Century.
Kedua hal inilah yang dianggap akan menimbulkan resistensi di masyarakat menengah ke atas terhadap pencalonan Sri Mulyani sebagai calon menteri Jokowi.
Sementara peneliti dari The Political Literacy Institute Adi Prayitno menilai pandangan ekonomi Sri Mulyani sama dengan Menteri Keuangan saat ini, Chatib Basri yang juga diduga masuk bursa calon menteri Jokowi. Jika salah satu atau keduanya terpilih menjadi menteri, Adi menilai Jokowi akan sangat melukai perasaan publik.
Mengenai besarnya kerisauan masyarakat tentang pandangan neolib Sri Mulyani, pengamat Ichsanuddin Noorsy memberi penjelasan: “Jawabnya sederhana, karena kaum neolib mengambil posisi sebagai pejuang-pejuang 'internasionalisme' atau 'globalisme'.”
Selain itu, Noorsy yang menilai Sri Mulyani pro neo liberal, menganggap keberadaan kelompok neolib akan merestrukturisasi ekonomi Indonesia sesuai dengan perintah IMF. (kompas.com, republika.co.id, sindonews.com, metrotvnews.com)