Siapa sosok di balik penemuan sinar rontgen, dialahWilhelm Conrad Rontgen, ilmuah fisika besar sekaligus peraih Hadiah Nobel Fisika yang ternyata tak punya ijazah SMA.
Artikel ini pertama tayang di Majalah Intisari edisi Januari 1996 dengan judul "Sinar Rontgen Ditemukan Tak Sengaja" ditulis olehM. Yuwono, Apt. MS. dan dr. Bastiana
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Cuaca musim gugur pada 8 November di Kota Wurzburg, Jerman, lebih dari seabad yang lalu memang sedang tidak cerah. Suhu udara sangat dingin. Angin bertiup kencang dan turun salju lebat seharian.
Namun justru di hari itulah, Wilhelm Conrad Rontgen, seorang profesor pimpinan Institut Kimia Fisik Universitas Wurzburg, sedang terheran-heran dengan hasil percobaannya. Di ruang laboratorium yang sengaja dibuat gelap, dia saat itu lagi asyik "bermain-main" dengan suatu alat listrik yang dilengkapi tabung-tabung gelas penghasil suatu sinar.
Dalam percobaan hari itu, Rontgen membungkus tabung penghasil sinar itu dengan lembaran kertas-kertas hitam tidak tembus cahaya. Setelah alat tersebut dialiri listrik, tiba-tiba saja kristal barium plantinsianat yang kebetulan terletak di atas meja dekat tabung itu tampak bercahaya. Inilah yang membuat dia terheran-heran.
Wajar kalau dia keheranan. Sebab menurut logika, kalau bola lampu ditutup dengan kertas hitam tidak tembus cahaya, tentu tidak ada sinar yang keluar darinya. Kristal itu pun tidak akan menyala, kalau tidak ada energi yang datang dari luar.
Karena itulah dia yakin, kristal yang bercahaya itu pasti diakibatkan oleh pancaran suatu sinar yang keluar dari tabung tersebut. Sinar yang tidak tampak mata tersebut kala itu belum dia ketahui namanya. Makanya dia lalu menyebutnya sebagai sinar "X".
Tertarik akan fenomena sinar ini, Rontgen kemudian mengambil kertas, yang lalu diletakkan berdiri di antara tabung dan kristal. Maksudnya untuk mengalang-alangi pancaran sinar yang diduga keluar dari tabung menuju kristal.
Lagi-lagi dia heran, karena kristal itu masih tetap bercahaya. Karena penasaran, diambillah berganti-gantian buku setebal 1.000 halaman, kaleng, lalu kayu untuk menggantikan posisi kertas itu. Kristal pun masih bercahaya.
Ini berarti sinar "X" itu dapat menembus benda-benda itu. Dia lalu menggeser letak kristal itu sedikit demi sedikit.
Ternyata sampai dengan jarak 2 m dari tabung, kristal itu pun masih menyala. Kemudian dia mencoba mengenakan tangannya sendiri pada sinar tersebut. Hasilnya benar-benar mengejutkan. Dengan bantuan film dia memperoleh gambar tulang tangannya.
Sampai beberapa hari setelah itu, dia terus penasaran dan mengembangkan cara baru untuk memperbaiki penampilan gambar foto yang dihasilkan. Akhirnya, pada 22 Desember 1895, Rontgen memfoto tangan istrinya sendiri, Anna Bertha. Walhasil, gambar relief tulang tangan kiri istrinya terlihat dengan jelas.
Enam hari setelah itu, Rontgen menyerahkan makalahnya kepada senat universitas, yang berisi tulisan tentang apa yang diamatinya. Walau dalam suasana liburan Natal, pegawai percetakan bekerja lembur untuk menggandakan makalah ini.
Tiga hari kemudian disebarluaskan dalam berbagai bahasa. Barulah pada 23 Januari 1896, rontgen memberikan ceramah tentang penemuannya di hadapan para ilmuwan.
Seusai ceramah dilakuan pula peragaan untuk pengambilan foto tangan Prof. Albert von Kolliker, seorang ahli anatomi. Hasilnya benar-benar menakjubkan para peserta. Atas saran Prof. Kolliker, jenis sinar baru yang ditemukan oleh Rontgen itu diberi nama "sinar rontgen".
Berkat penemuannya, pada 10 Desember 1901 Rontgen memperoleh sertifikat dan medali penghargaan Hadiah Nobel. Dia adalah orang pertama penerima Hadiah Nobel di bidang fisika.
Tidak berijazah SMA
Wilhelm Conrad Rontgen lahir pada 27 Maret 1845 di Kota Lennep, Jerman. Dia anak tunggal dari pasangan pedagang kaya raya, Friedrich Conrad Rontgen dan Charlotte Constanze.
Tiga tahun setelah kelahiran Wilhelm, nama kecilnya, keluarga ini pindah ke Belanda. Di Kota Apeldoorn dan Utrecht, Wilhelm mulai bersekolah. Dia memperoleh nilai bagus, namun tidak diperkenankan menempuh ujian Abitur, semacam ujian akhir sekolah menengah atas (SMA).
Alasannya sepele, gara-gara karikatur. Pada saat itu salah satu teman Wilhelm membuat karikatur tentang gurunya dan menempelkannya di ruang kelas.
Konon, gurunya tersinggung, dan Wilhelm yang diduga sebagai pelakunya. Karena Wilhelm tidak mau mengatakan kejadian sesungguhnya, maka sebagai hukumannya dia tidak boleh ikut ujian akhir. Otomatis dia tidak memiliki ijazah SMA.
Akhirnya, Wilhelm keluar dari sekolah itu dan pindah ke sekolah swasta. Dasar apes, pada saat ujian, yang menguji ternyata guru itu lagi, sehingga dia tidak diluluskan dan tetap tidak memiliki ijazah Abitur.
Pada usia-20 tahun, dia kuliah di Universitas Utrecht selama dua tahun. Tetapi karena tak mempunyai ijazah Abitur, dia pun tidak diperkenankan mengikuti ujian semesteran.
Kemudian Wilhelm pindah ke Kota Zurich, Swiss. Di kota ini dia kuliah di politeknik bidang teknik mesin. Untunglah di perguruan tinggi ini, ijazah Abitur tidak dipersyaratkan.
Pemuda Rontgen kemudian memasuki kuliah di Universitas Zurich. Itu pun berkat pertolongan seorang profesor fisika bernama August Kundt. Atas bujukannya, Rontgen pindah ke jurusan fisika. Di universitas inilah Rontgen berhasil meraih gelar doktor pada 1869.
Pada 1872 dia menikah dengan Anna Bertha Ludwig. Pada tahun itu pula Prof. Kundt pindah kerja ke Wurzburg, dan Rontgen ikut sebagai asistennya.
Di Universitas Wurzburg, Rontgen ingin menempuh program habilitasi untuk meraih gelar profesor. Tetapi lagi-lagi karena tidak mengantongi ijazah Abitur, dia tidak mendapat izin dan akhirnya pindah ke Austria. Di sanalah dia meraih gelar profesor.
Setelah beberapa kali berpindah-pindah sebagai profesor dari satu universitas ke universitas lain, baru sejak tahun 1888 Rontgen bekerja sebagai profesor di Universitas Wurzburg. Pada 1894 dia terpilih sebagai rektor, dan setahun kemudian berhasil menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia.
Rontgen dinobatkan sebagai warga kehormatan Oberbayern dan Wurzburg. Istrinya meninggal pada 1919, dan empat tahun berikutnya Rontgen pun meninggal di Munchen.
Sayangnya, keluarga ini tidak dikaruniai anak. Mereka hanya memiliki anak angkat. Sampai akhir hidupnya, Rontgen tidak bersedia penemuannya dipatenkan. Nama rontgen masih banyak dikenang. Berkali-kali gambar foto Rontgen menghiasi prangko, medali, dan uang logam. Tidak hanya di Jerman, melainkan juga di negara-negara lain.
Sinar temuan Wilhelm itu kini telah dikenal di mana-mana. Hampir setiap orang pernah dirontgen.
Selain untuk diagnosis dan terapi suatu penyakit, sinar itu digunakan pula dalam bidang astronomi, arkeologi, dan juga untuk pengenalan struktur kristal zat kimia (kristalografi). Harus diakui, penemuan Rontgen tersebut telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi umat manusia.
Bahkan penemuan itu mengilhami penemuan-penemuan besar bidang fisika setelah itu, seperti penemuan sinar radioaktif oleh Henri Bacquerel, ahli fisika Prancis (1896), dan penemuan elektron oleh J.J. Thompson (1899).
Sampai saat ini sudah tercatat 22 karya ilmiah yang berhasil menerima penghargaan Hadiah Nobel yang berkaitan dengan sinar ini. Tentu penerima pertama adalah Rontgen sendiri.
Revolusi bidang kedokteran
Di dalam sejarah ilmu pengetahuan, barangkali hanya penemuan sinar rontgen inilah yang dalam waktu relatif singkat sudah tersebar, diakui, dan digunakan secara luas. Hanya beberapa minggu setelah penemuannya, pengambilan gambar dengan sinar ini telah dilakukan di berbagai tempat.
Pemeriksaan paru-paru, ginjal, dan rongga perut dengan bantuan sinar rontgen sudah dilakukan di berbagai penjuru dunia, tidak lebih dari satu tahun setelah penemuannya.
Gambar foto hasil pemeriksaan tersebut sudah dapat membantu pengenalan penyakit TBC secara dini berikut penilaian proses penyembuhannya. Begitu pula dengan kasus patah tulang, yang dapat diketahui tanpa harus membelah daging yang membungkusnya.
Sepuluh tahun berikutnya mulai dikembangkan pemakaian zat kontras. Sampai sekarang kita masih mengenal zat kontras ini, yaitu zat yang berwarna putih yang dibuat adonan seperti susu dan diminumkan pada pasien sebelum dirontgen.
Tujuannya, agar gambar foto yang dihasilkan tampak lebih jelas. Pada 1927 zat kontras ini malah berhasil digunakan untuk pengambilan gambar foto pembuluh otak pada orang yang masih hidup. Cara ini pun sampai sekarang masih tetap digunakan, khususnya untuk diagnosis tukak dan tumor pada lambung usus 12 jari dan ginjal.
Berkembangnya teknik pengolahan data dan komputerisasi setelah itu, ternyata membawa dampak positif bagi perkembangan diagnosis dengan sinar rontgen. Perkembangan besar-besaran terjadi pada 1972 dengan hadirnya computer-tomography (CT scan).
Alat ini terdiri atas tiga bagian, tabung penghasil sinar rontgen, sistem detektor, dan komputer. Alat ini sangat canggih, karena dapat menampilkan secara langsung gambar bagian tubuh yang di-rontgen pada layar monitor komputer.
Jika 20 tahun sebelumnya diperlukan beberapa menit untuk menampilkan gambar tersebut, tetapi kini hanya butuh waktu tidak sampai satu detik. Gambar yang dihasilkannya pun tidak lagi dua dimensi, melainkan tiga dimensi.
Kehadiran CT scan sangat membantu diagnosis suatu penyakit, bahkan terhadap penyakit yang sangat sulit seperti penyakit tumor pada otak, tulang, sendi, hati, dan ginjal.
Selain untuk diagnosis penyakit, sinar rontgen dimanfaatkan pula untuk terapi. Bahkan sejak tahun 1903 sudah diberitakan, sinar ini bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan sel-sel kanker. Namun dilaporkan pula akibat-akibat negatifnya, seperti kulit menjadi merah, terbakar, rambut rontok sampai terjadinya mutasi gen pembawa sifat.
Seluk beluk sinar rontgen
Sinar yang ditemukan Rontgen sebenarnya merupakan sebuah gelombang elektromagnetik. Panjang gelombangnya 1/10.000 kali panjang gelombang sinar matahari.
Kita tidak dapat melihat sinar ini, tetapi dapat menembus benda, misalnya kertas, kayu, bahkan logam. Kristal tertentu seperti seng sulfida (ZnS) atau barium platinsianat dapat bercahaya (fluoresensi) bila terkena sinar itu.
Untuk memperoleh sinar rontgen diperlukan seperangkat peralatan seperti alat penghasil panas dan aliran listrik tegangan tinggi (transformator), tabung penghasil sinar — atau disebut juga tabung rontgen — dan lembar film untuk pengamatan hasilnya.
Tabung rontgen terdiri atas silinder gelas hampa udara berisikan kawat pijar sebagai kutub negatif dan lempeng wolfram sebagai kutub positif. Masing-masing kutub bertindak sebagai katoda dan anoda, mirip bola lampu pijar.
Jika tabung dialiri listrik, pada kawat pijar terjadi panas sampai mencapai suhu di atas 2.000°C, dan keluarlah partikel-partikel elektron darinya menuju kutub positif. Apabila di antara kutub negatif dan positif diberi beda aliran listrik tegangan tinggi, ribuan elektron tersebut bergerak sangat cepat, dan membentur lempeng kutub positif.
Pada proses ini terjadi perubahan energi, 99% energi diubah dalam bentuk panas dan 1% dalam bentuk sinar tidak tampak, yakni sinar rontgen.
Sama halnya dengan sinar matahari, sinar rontgen dapat juga menghitamkan kertas film karena dapat mengubah ion perak dalam kertas film menjadi logam perak yang berwarna hitam. Bedanya, sinar matahari merupakan sinar tampak mata, sedangkan sinar rontgen tidak.
Selain itu, dibandingkan dengan sinar matahari daya tembusnya jauh lebih besar, tergantung pada besarnya tegangan listrik yang digunakan.
Apabila dilewatkan tubuh kita, massa padatan, misalnya tulang, lebih banyak menyerap sinar tersebut dibandingkan dengan massa setengah padat, cair, dan gas seperti darah, daging, dan rongga-rongga udara. Perbedaan daya serapan ini memberikan gambaran yang berbeda pada kertas film.
Kalau kita sedang di-rontgen, misalnya untuk pemeriksaan paru-paru, tegangan listrik atau dosis serapan sudah diatur begitu rupa. Dalam sekian detik saja, sinar tersebut sudah menembus dada.
Yang dapat diamati hanyalah hasilnya pada lembar film setelah dicuci. Jika tidak ada kelainan, di situ terlihat gambar terang (opaque) dari tulang-tulang rusuk dan massa padatan lainnya.
Gambaran paru-parunya sendiri didominasi warna gelap. Ini bisa dimengerti karena paru-paru sebagai organ pernapasan sebagian besar berisi udara, yang tidak banyak menyerap sinar rontgen. Karena itu sinar ini lebih banyak jatuh pada kertas film, sehingga-menjadi hitam atau gelap pada daerah paru-paru.
Lain halnya pada penderita TBC misalnya, gambaran paru-parunya akan tampak lain, seperti adanya bercak-bercak terang. Dengan prinsip ini, sinar rontgen banyak digunakan untuk diagnosis berbagai penyakit.
Begitulah sinar rontgen, sinar X yang ditemukan oleh sosok yang tidak punya ijazah SMA bernamaWilhelm Conrad Rontgen.