Sejarah Sunan Giri: Dihormati Kemudian Ditaklukkan oleh Mataram Islam

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Giri Kedaton yang didirikan oleh Sunan Giri I (Raden Paku) punya kedudukan istimewa. Hingga kemudian ditaklukkan oleh Mataram Islam di bawah Sultan Agung (Tribun Travel)
Giri Kedaton yang didirikan oleh Sunan Giri I (Raden Paku) punya kedudukan istimewa. Hingga kemudian ditaklukkan oleh Mataram Islam di bawah Sultan Agung (Tribun Travel)

Giri Kedaton yang didirikan oleh Sunan Giri I (Raden Paku) punya kedudukan istimewa. Hingga kemudian ditaklukkan oleh Mataram Islam-nya Sultan Agung.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Ada beberapa hal yang dilakukan Panembahan Senopati setelah resmi menjadi raja Mataram Islam.

Salah satunya adalah menguasai Jawa Timur. Karena itulah, hal pertama yang dia lakukan adalah meminta restu kepada penguasa Giri Kedaton, Sunan Giri, yang ketika itu adalah Sunan Prapen atau Sunan Giri Prapen.

Sebelum berangkat ke timur, Senopati mengutus pamannya, Dipati Mandaraka. Dia membawa serta para adipati, termasuk dari Pati, Demak, dan Grobogan langsung ke Jawa Timur sehingga mereka tidak perlu berkumpul dulu di Pajang.

Rombongan itu kemudian bertemu di Japan, sekarang Mojokerto. Di sana sudah muncul pasukan Jawa Timur yang dipimpin oleh Pangeran Surabaya yang khawatir Mataram ingin menaklukkan semua kerajaan Jawa Timur.

Dalam rombongan Pangeran Surabaya ada para bupati Jawa Timur dan Madura. Di tempat yang sama datang juga utusan Sunan Giri.

Kepada Senopati dan Pangeran Surabaya, utusan itu membacakan surat Sunan Giri. Isinya larangan berperang guna mencegah pertumpahan darah dan menyelamatkan rakyat kecil.

Kedua rombongan pun akhirnya memilih untuk berdamai dan berpisah dalam suasana persahabatan. Begitulah tulis H.J. De Graaf dalam bukunya, Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senopati.

Di situ De Graaf juga menyimpulkan, baik dalam Babad Tanah Jawi maupun Serat Kandha, Sunan Giri merestui Senopati sebagai panembahan di Mataram Islam. Sunan Giri juga memaklumi Pajang yang semakin mundur.

Jawa Timur sendiri disebut melepaskan diri dari Jawa Tengah sebelum Pajang. Sehingga mereka tidak mau tunduk baik oleh Pajang maupun Mataram. Itulah kenapa Senopati sangat ingin menaklukkan Jawa Timur, salah satunya dengan minta restu dari Sunan Giri.

Tapi sejarawan seperti De Graaf tidak sepakat begitu saja dengan apa yang diutarakan oleh kedua sumber itu. Dengan tegas dia bilang bahwa sejatinya Mataram memang gagal menaklukkan Jawa Timur.

Masih dalam buku sama yang dia menulis, para bupati yang dipimpin oleh Pangeran Surabaya sudah waspada sejak awal. Saat rombongan Senopati datang mereka langsung menghadang serangan Mataram di Lembah Sungai Brantas dekat Mojokerto yang lokasinya tidak jauh dari bekas wilayah Majapahit.

"Serangan pertama Mataram yang dilakukan dengan semangat yang meluap-luap terhadap bagian timur Jawa gagal," begitu tulis De Graaf.

Jika sebagian besar bupati Jawa Timur melawan Mataram, bagaimana dengan Madiun? Bukankah untuk sampai Mojokerto harus melewati Madiun?

Menurut De Graaf, kemungkinan besar Madiun masih menjadi bagian dari Jawa Tengah. Tapi pada akhirnya, Madiun ikut bergabung dengan koalisi Pangeran Surabaya.

Jawa Timur akhirnya benar-benar takluk dari Mataram setelah kesultanan dari pedalaman itu diperintah oleh Sultan Agung. Tak hanya Jawa Timur, Sultan Agung juga ingin Giri Kedaton tunduk sebagai daerah bawahannya.

Tapi Giri Kedaton yang ketika itu diperintah oleh Panembahan Kawis Guwa sempat menolak keinginan Mataram. Untuk menghadapi Giri, Sultan Agung mengutus iparnya, Pangeran Pekik, yang merupakan putra Jayalengkara mantan penguasa Surabaya.

Mataram akhirnya benar-benar menaklukkan Giri Kedaton pada 1636. Panembahan Kawis Guwa sendiri dipersilakan untuk tetap memimpin Giri dengan syarat harus tunduk kepada Mataram.

Sejak saat itu wibawa Giri pun memudar. Pengganti Panembahan Kawis Guwa tidak lagi bergelar Sunan Giri, melainkan bergelar Panembahan Ageng Giri.

Giri Kedaton yang sudah menjadi bawahan Mataram kemudian mendukung pemberontakan Trunojoyo dari Madura terhadap pemerintahan Amangkurat I. Puncak pemberontakan terjadi tahun 1677, di mana Keraton Plered porak-poranda. Amangkurat I sendiri akhirnya tewas dalam pelarian.

Putranya yang bergelar Amangkurat II datang ke Kadilangu untuk menemui Panembahan Natapraja, salah satu sosok sesepuh keturunan Sunan Kalijaga yang dianggap bijaksana dan kuat serta memiliki pasukan yang siap membantu Amangkurat II. Selain itu Amangkurat II juga bersekutu dengan VOC untuk melancarkan aksi pembalasan.

Amangkurat II yang menjadi raja tanpa tahta berhasil menghimpun dukungan dan kekuatan yang akhirnya dapat menghancurkan pemberontakan Trunojoyo akhir tahun 1679.

Sekutu Trunojoyo yang bertahan paling akhir adalah Giri Kedaton. Pada April 1680 serangan besar-besaran terhadap Giri dilancarkan oleh Panembahan Natapraja dari Kadilangu yang didukung oleh VOC yang membantu Amangkurat II.

Murid andalan Giri yang menjadi panglima para santri bernama Pangeran Singosari gugur dalam peperangan setelah berduel melawan Panembahan Natapraja.

Jumlah Pasukan Kadilangu hanya sedikit namun dapat memporak porandakan pasukan Giri Kedaton. Peristiwa ini tercatat dalam Babad Trunajaya-Surapati.

---

Bagaimanapun juga, Giri tak sekadar pusat penyebaran agama Islam pada abad 15. Lebih dari itu, di sana juga berdiri sebuah kerajaan yang jamak dikenal sebagai Kasunanan Giri alias Giri Kedaton.

Kasunanan ini punya posisi strategis dan spiritualis di Jawa Timur. Tapi kesunanan ini akhirnya takluk di tangan Mataram Islam yang ekspansif.

Giri Kedaton dipimpin oleh seorang penguasa yang bergelar susuhunan, eksis mulai abad 15 hingga abad 17. Setelah Giri ditaklukkan oleh Kesultanan Mataram pada tahun 1636, penguasa Giri bergelar panembahan.

Seperti disebut di awal, Giri punya posisi tersendiri dalam penyebaran Islam. Oleh karena itu, tempat ini menjadi tempat persinggahan para santri dan penyebar agama Islam.

Para calon sultan di Demak, Pajang, dan Mataram selalu meminta selalu legitimasi ke Giri Kedaton untuk memperkuat pengaruhnya. Bagaimanapun masyarakat Jawa menganut prinsip kekuasaan menurun, bahwa kekuasaan turun dari Tuhan.

Babad ing Gresik menyebut pesantren Giri sebagai "kerajaan Giri" dan dipimpin oleh Raden Paku, dengan mengangkat dirinya sebagai "Raja Pendhita" dan bergelar Prabu Satmata.

H. J. de Graaf dan Samuel Wiselius juga menyebut pesantren Giri sebagai "Kerajaan Ulama". Menurut beberapa sumber, Giri Kedaton mengalami masa keemasan di bawah kepemimpinan Sunan Prapen tahun 1548–1605.

Hampir semua peristiwa penting yang menyangkut perubahan kepemimpinan di pusat kerajaan Islam pada waktu itu harus dilakukan di Giri Kedaton.

Sunan Prapen disebut sebagai sosok yang melantik Sultan Adiwijaya sebagai Sultan Pajang pertama. Dia juga menjadi mediator pertemuan antara Adiwijaya dengan para bupati Jawa Timur tahun 1568.

Dalam pertemuan itu, para bupati Jawa Timur sepakat mengakui kekuasaan Pajang sebagai kelanjutan Kesultanan Demak. Sunan Prapen juga menjadi juru damai peperangan antara Panembahan Senopati sang raja pertama Mataram Islam melawan Jayalengkara bupati Surabaya tahun 1588.

Peperangan itu dilatarbelakangi oleh penolakan para bupati Jawa Timur terhadap kekuasaan Senopati yang telah meruntuhkan Kesultanan Pajang.

Tidak hanya itu, Sunan Prapen hampir selalu menjadi pelantik setiap ada raja Islam yang naik takhta di segenap penjuru Nusantara. Saat menjadi raja Mataram Islam, Sultan Agung menghendaki supaya Giri Kedaton tunduk sebagai daerah bawahan.

Artikel Terkait